Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Bagaimana “Membaca” Curah Hujan, Banjir dan Longsor

23 Oktober 2015   14:40 Diperbarui: 13 Oktober 2022   21:22 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: sejumlah petugas gabungan mengevakuasi korban jiwa di rumah-rumah yang rusak akibat banjir dan longsor di dua kecamatan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu (25/6/2022). (Foto: KOMPAS.COM/AFDHALUL IKHSAN) 

Tapi untuk kondisi tanah berlempung atau cenderung liat, air akan lebih lama menggenang, karena yang akan terserap oleh tanah hanya sekitar 10 -20% saja dan jika intensitas curah huannya terus bertambah, maka permukaan tanah tidak akan mampu menampung air hujan tersebut dan akan meluap ke area di sekitarnya, dan ini menjadi awal terjadinya banjir. 

Jika itu mencakup area yang luas dengan intensitas curah hujan tinggi dalam waktu lama, akan berdampak pada kerusakan infrastruktur, pemukiman dan areal pertanian.

Dalam simulasi kedua yang mencontohkan tingkat kemiringan tanah, pergerakan air hujan di permukaan tanah sangat dipengaruhi oleh tingkat kemiringan tanah. 

Pada area dengan tingkat kemiringan 0 – 5% atau datar, nyaris tidak terjadi pergerakan air, kecuali melalui serapan tanah atau aliran air melalui saluran-saluran pembuangan. 

Tapi pada area dengan kemiringan di 15 - 30%, air hujan yang jatuh ke permukaan tanah, hampir 60%nya akan mengalir ke area yang memiliki permukaan lebih rendah, sedangkan pada daerah yang kemiringan tanahnya lebih curam (di atas 30%).

Hampir 90% air hujan yang ada di permukaan tanah akan mengalir ke area dengan permukaan tanah lebih rendah, ini bisa menyebabkan genangan bahkan luapan air yang berpotensi menjadi banjir di area yang lebih rendah permukaaannya.

Namun demikian, alur air hujan pada lahan-lahan miring dapat dikendalikan dengan adanya vegetasi tumbuh-tumbuhan yang berada di atas permukaan lahan miring tersebut. 

Dalam simulasi dengan contoh lahan miring dengan vegetasi hutan lebat, hampir 90% air hujan turun di area tersebut akan tertahan oleh vegetasi yang ada, dan hanya 10% saja yang kemudian akan mengalir ke area yang lebih rendah. Kondisi riil di alam terbuka juga menunjukkan hal yang sama, pada daerah perbukitan dengan vegetasi hutan lebat.

Hanya sedikit sekali peluang terjadinya banjir, karena selain sebagian besar curah hujan tertahan dan tersimpan dalam serensah hutan, sisa air yang tidak tertahan oleh vegetasi juga masih dapat tertampung dan akan mengalir melalui sungai-sungai kecil yang ada di sekitar hutan dengan aliran normal.

Pada kawasan dengan vegetasi hutan sedang, air hujan yang akan tertahan oleh vegetasi bisa mencapai 60 - 70%nya dan 30% sisanya akan mengalir ke permukaan yang lebih rendah, dalam kondisi curah hujan normal, mungkin tidak akan menimbulkan dampak yang merugikan.

Tapi yang paling parah adalah area dengan vegetasi minim atau lebih populer disebut gundul, hampir seluruh curah hujan (lebih dari 90%) akan meluncur deras menuju daerah dengan permukaan tanah yang lebih rendah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun