Mohon tunggu...
Masduki Duryat
Masduki Duryat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya seorang praktisi pendidikan, berkepribadian menarik, terbuka dan berwawasan ke depan. Pendidikan menjadi concern saya, di samping tentang keagamaan dan politik kebijakan--khususnya di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Penguatan Etika dan Logika Politik, Menepis Mental Hipokrit

27 Oktober 2022   10:09 Diperbarui: 27 Oktober 2022   15:00 1289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi birokrasi. (sumber: KOMPAS.ID/HERYUNANTO)

Ada ruang kebebasan di situ untuk masyarakat dalam memberikan kritik dan pandangannya sekaligus berpartisipasi dalam pembangunan.

Kebebasan yang ditawarkan demokrasi pada pandangan A. Bakir Ikhsan (2010) mensyaratkan kesantunan. 

Santun dalam berekspresi dan santun dalam berkompetisi dan berkontestasi. Indikator kesantunan adalah kesediaan untuk mematuhi aturan demi kepentingan publik. Inilah salah satu agenda yang belum terealisir secara utuh dalam kehidupan politik kita.

Di sini pula diperlukan penguatan etika dan logika politik bagi para elite politik. Seluruh gerak politik yang dimainkan oleh para elite dan publik harus berpijak pada dua kerangka tersebut sebagai landasan berbangsa dan bernegara bahkan dalam interaksi global. 

Ketika dua landasan itu diabaikan, maka akan memunculkan sikap apatisme politik yang menghambat partisipasi masyarakat.

Sehingga urgensitas tentang proses penyadaran etika politik ini menemukan momentumnya agar demokrasi bisa terawat. Jika tidak, persepsi demokrasi akan terus mengalami deviasi akibat ulah politisi dan rakyat semakin teralienasi.

Perilaku koruptip yang diperlihatkan para pemimpin kita misalnya---kemudian ditangkap KPK---telah meniscayakan itu. Ada apatisme di kalangan masyarakat untuk secara aktif berpartisipasi dalam politik lokal maupun nasional. 

Karena dalam bahasa KPK (2019) korupsi itu telah melanggar prinsip-prinsip etika profesi, seperti integritas, kepentingan publik, tanggung jawab, keterbukaan, dan keadilan. 

Nilai-nilai antikorupsi telah diabaikan misalnya jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggungjawab, kerja keras, sederhana, berani dan adil (KPK: 2019).

Cukuplah sampai di sini, mental kepura-puraan difragmentasikan para elite. Sehingga rakyat betul-betul tidak dipersalahkan keikutsertaannya dalam berdemokrasi---terutama dalam proses pemilihan pemimpin---sebaliknya tindak bermartabat akan menguatkan dan menjadikan demokrasi sebagai alat mensejahterakan rakyat.

Masduki Duryat adalah dosen IAIN Syekh Nurajati Cirebon, tinggal di Indramayu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun