Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Upaya Abuse of Power
Oleh:
DR. H. Masduki Duryat, M. Pd.I)*
Â
Wacana perpanjangan jabatan presiden 3 (tiga) periode baru-baru ini kembali muncul ke permukaan. Adalah pendiri Partai Ummat, Amin Rais yang menyebut adanya skenario mengubah ketentuan dalam UUD 1945 soal masa jabatan presiden dari 2 (dua) periode menjadi 3 (tiga) periode.Â
Menurut Amien, rencana mengubah ketentuan tersebut akan dilakukan dengan menggelar Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) guna mengubah atau mengamendemen UUD 1945.
Amandemen yang akan semakin  memicu ketidakpercayaan publik terhadap partai atau wakil di parlemen karena menganggap semua peraturan yang ditetapkan berdasarkan atas kepentingan tertentu dan syahwat sekelompok golongan.
Â
Jabatan Presiden RI; 2 (dua) Periode
Â
Ketentuan mengenai masa jabatan presiden tercantum pada Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945. Pada pasal ini dinyatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Ketentuan tersebut merupakan buah amendemen UUD 1945 pertama melalui Sidang Umum MPR pada Oktober 1999.
Sehingga jika menghendaki perubahan masa jabatan harus dilakukan amandemen terhadap pasal tersebut. Pada prediksi Amien Rais akan ada skenario mengubah ketentuan dalam UUD 1945 soal masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode.
Menurut Amien, rencana mengubah ketentuan tersebut akan dilakukan dengan menggelar Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) guna mengubah atau mengamendemen UUD 1945.Â
Mereka menurutnya akan mengambil langkah pertama meminta Sidang Istimewa MPR yang mungkin 1-2 pasal yang katanya perlu diperbaiki, sesudah itu akan muncul usul untuk mengubah masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode. Selanjutnya akan ditawarkan pasal baru yang kemudian memberikan hak bahwa presiden itu bisa dipilih tiga kali.
Skenario itu muncul karena ada opini publik yang menunjukkan ke arah mana pemerintahan Presiden Joko Widodo melihat masa depannya.
Munculnya wacana masa jabatan presiden 3 periode ini tak pelak memunculkan reaksi keras baik dari masyarakat, pengamat politik maupun kalangan akademisi.
Â
Masa Jabatan Presiden; Pandangan Para Tokoh
Â
Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) Fisip Universitas Indonesia, Aditya Perdana memandang meski isu masa jabatan Presiden selama tiga periode mengemuka yang lebih penting adalah komitmen regenerasi dalam kepemimpinan nasional. Regenerasi ini, menurut dia, menjadi salah satu dasar mengapa pembatasan kekuasaan penting untuk terus ditekankan.
Regenerasi kepemimpinan di sebuah negara demokrasi inilah sebenarnya landasan kenapa pembatasan kekuasaan penting terus didengungkan. Oleh karenanya, Pilpres 2024 mendatang seharusnya dipandang oleh seluruh partai politik dan elite bangsa ini sebagai upaya untuk terus menjaga regenerasi kepemimpinan. Jadi bukan lagi memperdebatkan masa jabatan seorang Presiden.
Pada pandangannya regenerasi kepemimpinan nasional saat ini sangat penting karena dua hal; Pertama, menjaga hakikat konstitusi yang sudah menetapkan pembatasan kekuasaan presiden; Kedua, mendorong para calon terbaik dari kepemimpinan nasional dan daerah untuk meramaikan kontestasi pilpres 2024.
Pakar Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Radian Salman, malah mengingatkan dampak negatif yang akan mengancam jika wacana presiden 3 (tiga) periode terus dipaksakan. Pertama; Tujuan ideal Pemilu tidak tercapai.
Jika amandemen regulasi presiden menjadi 3 (tiga) periode tersebut benar-benar terjadi, maka akan memberikan beberapa dampak buruk. Amandemen---jika ini terjadi---dapat membuat tujuan ideal Pemilihan Umum sebagai bagian dari demokrasi menjadi tidak tercapai. Tujuan ideal itu adalah terjadinya perputaran jabatan, dan publik menghendaki sosok pemimpin baru.
Kedua, Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan hilang. Dampak instan yang akan didapat jika amandemen benar-benar terjadi adalah rasa kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang semakin turun dan terkikis.Â
Amandemen akan memicu semakin besarnya ketidakpercayaan publik terhadap partai atau wakil di parlemen karena menganggap semua peraturan yang ditetapkan berdasarkan atas kepentingan tertentu. Banyak sosok di Indonesia yang hak politiknya diciderai dengan ramainya isu ini.
Ketiga, Berpotensi besar terjadinya penyimpangan. Salah satu dampak yang harus benar-benar dihindari adalah berkurangnya kinerja presiden dan jajarannya karena menjabat terlalu lama. Berkaca pada hukum alam, semakin lama dan semakin besar kekuasaan seseorang, maka kekuasaan itu memiliki peluang besar untuk cenderung menyimpang dan absolut.
Jabatan Presiden; Belajar dari George Washington
George Washington prestasinya cukup besar sebelum menjadi seorang presiden. Ia menjadi salah satu Bapak Pendiri bangsa, dan karena latar belakang militernya, ia ditempatkan sebagai komando Angkatan Darat Kontinental pada tahun 1775.
Terlepas dari kesulitan dan rintangan yang legendaris, Goerge Washington berhasil mengalahkan Inggris, dengan demikian menjamin kemerdekaan Amerika Serikat.
Setelah perang, Washington menarik diri untuk sementara waktu dari kehidupan publik, meskipun ia kembali melayani sebagai presiden Konvensi Konstitusi pada tahun 1787. Setelah ratifikasi Konstitusi, Washington terpilih sebagai presiden dan sekali lagi menghadapi banyak tantangan.
Kita harus belajar banyak dari sikap George Washington, Presiden pertama Amerika Serikat yang sarat dengan prestasi ini. Ia hanya mau menerima amanah jabatan Presiden 2 (dua) periode. Walaupun ia memiliki kans besar untuk terpilih kembali di periode yang ketiga, tapi ia memilih untuk tidak mencalonkan diri.
Pada tahun 1796, George Washington dalam pidato perpisahannya mengatakan bahwa masa pemerintahan yang terlalu panjang akan memberikan kekuasaan yang terlalu besar kepada seseorang.
 Sehingga pada pandangan  Elsan Yudhistira pembatasan masa jabatan presiden merupakan suatu upaya untuk mencegah adanya Presiden yang memegang kekuasaan dalam waktu yang panjang dan akan memiliki kecenderungan untuk menyalahgunakan kekuasaan (Abuse of Power).
Hal ini penting untuk dibuat regulasi pembatasan sebab jika tidak, akan membuka kemungkinan terjadinya penyalagunaan wewenang dan timbulnya otoritarianisme pada suatu negara. Hal ini dapat dilihat bahwa hampir seluruh negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial mengatur mengenai pembatasan masa jabatan pada calon presiden. Hal ini disadari betul oleh Goerge Washington.
Â
*)Penulis adalah dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan Ketua STKIP Al-Amin Indramayu, tinggal di Wirapanjunan Kandanghaur Indramayu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H