Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Puasa dan Rumah Makan

14 Juni 2015   17:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:03 4615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warga yang berkerumun di pasar Jakarta, Kuala Lumpur, Cairo dan Dubai relatif sama. Mereka menghormati bulan puasa. Mereka tidak ada yang makan, minum dan merokok di tempat terbuka. Namun di pojok-pojok pasar ada warung yang menjual makanan dan minuman. Tingkat keramaian pengunjung warung di tempat-tempat yang saya kunjungi di negara yang berbeda, relatif sama. Kita tidak tahu persis apa yang dilakukan di dalam warung tertutup itu. Tetapi tidak susah menduga.

Yang agak terbuka dan tanpa rasa malu adalah warga Cairo. Beberapa orang terlihat makan, minum, dan menghisap sisa tanpa peduli dengan orang lewat, meskipun di tempat yang khusus. Bahkan penjual buku loak yang saya kunjungi juga menghisap sisa dengan tanpa beban. Kondisi seperti di Cairo tidak saya temui di Jakarta, Kuala Lumpur, dan Dubai.

Sedangkan supir taxi sedikit berbeda. Sopir taxi di Jakarta tidak ditemui ada yang minum dan merokok di siang hari. Saya tidak menanyakan dia puasa atau tidak. Karena itu urusan privat, kewajiban manusia kepada Tuhan. Dan saya juga tidak berkepentingan menanyakan itu.

Adapun di Kuala Lumpur, Dubai dan Cairo, lebih lima puluh persen supir taxi yang saya tumpangi merokok. Dengan sangat santun mereka meminta izin. Alasannya mengantuk kalau tidak merokok. Saya juga mempersilahkan dan tidak mempermasalahkan perilakunya, walaupun saya sedang berpuasa.

Begitulah cara menjalani bulan puasa bagi orang biasa. Ada yang melaksanakan, ada yang tidak.

Ibadah yang sangat rahasia ini sepenuhnya bersifat pribadi dan rahasia. Hanya diri sendiri dan Tuhanlah yang mengetahuinya. Siapa pun tidak mungkin bisa membuat aturan yang mewajibkan, karena tidak mungkin seseorang diawasi secara terus-menerus selama berpuasa. Jangankan oleh aparat pemerintah, sedangkan di rumah saja tidak akan bisa.

Lebih tepatnya, masalah seseorang itu berpuasa atau tidak, tergantung niat diri sendiri. Godaan dari luar tidak sedikit pun mengganggu orang yang berpuasa, karena kapan pun kalau ingin membatalkan puasa pasti bisa. Makan, minum, serta merokok tanpa diketahui orang sangat mudah dilakukan. Tetapi hal seperti itu tidak mungkin dilakukan oleh orang yang memiliki tekad dan niat.

Begitu pun orang-orang yang tidak berpuasa. Persoalannya hanya karena tidak ada niat dan tidak juga memiliki tekad. Bahkan bukan karena lapar dan dahaga, maka ia makan dan minum. Orang-orang yang tidak berpuasa karena memang tidak berniat puasa, bukan karena ada godaan. Orang dewasa atau anak kecil sama saja.

Dengan demikian, tidak ada korelasi yang signifikan antara membuka warung makan dengan orang yang berpuasa. Orang berpuasa tidak membutuhkan penghormatan. Begitu juga orang yang tidak berpuasa. Keduanya berada pada koridor keimanan yang berbeda. Karena puasa atau tidak adalah soal iman di dada. Biarlah diri sendiri menentukan pilihan: nafsu atau Tuhan. Yang mengikut nafsu, pasti tidak melakukan puasa. Sebaliknya yang beriman kepada Tuhan, pasti melakukannya.

Pemilik rumah makan atau pekerjanya, juga tidak berkaitan dengan orang yang berpuasa atau tidak. Karena bukan karena mereka menjual makanan, maka orang itu membatalkan puasanya. Bukan. Orang yang tidak berpuasa akan mencari makanan untuk dimakan. Seandainya tidak ada penjual makanan, mereka tetap juga tidak puasa. Dan berapa banyaknya makanan lain yang ada di luar rumah makan.

Apa gunanya kita bertelagah soal rumah makan, setiap kali datang Ramadlan? Dibuka atau ditutup? Hanya menghabiskan energi sia-sia membahas soal itu. Di Malaysia saja yang jelas-jelas ada sanksi dari kerajaan bagi muslim yang tidak berpuasa, toh sopir taxi tetap juga minum dan merokok. Sebaliknya di Indonesia, sopir taxi lebih sopan. Meskipun kita tidak pernah tahu, mereka berpuasa atau tidak. Karena itu urusan yang sepenuhnya pribadi. Begitu pun Mesir, tempat banyak orang alim dan bumi para nabi, toh warganya masih juga terang-terangan tidak berpuasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun