Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

AlQuran: Langgam Jawa

20 Mei 2015   21:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:46 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

AlQuran pada tataran esoteris, tidak memiliki bentuk yang dapat dibayangkan dan dipikirkan. Jadi, jangan pernah menganggap firman Tuhan ini menggunakan bahasa manusia. Anggapan seperti itu, dapat merusak iman, karena menyamakan Tuhan dengan manusia. Pada tataran esoteris, yang ada hanyalah pesan Tuhan dalam arti makna substansial yang belum memiliki bentuk apapun, meskipun sudah benar-benar wujud.

Cukup kita katakan Allahu A’lam, hanya Allah yang tahu bentuk wujud hakikat alQuran di Lauh Makhfuz. Para ulama alQuran juga telah bersepakat mengatakan, “alQuran di sisi Tuhan la shoutan wa la harfan“, tidak dalam bentuk suara, juga huruf. Dengan kata lain, alQuran yang terpelihara di sisi Tuhan tidak dalam bentuk bahasa manusia. Akal manusia juga tidak akan dapat mencapai hakikat Kalam Tuhan yang ilahiyah. Manusia hanya diperintah mengimani wujudnya, dan dilarang memikirkan bentuknya, juga bahasanya.

Kalam Tuhan yang ilahiyah itu diwahyukan kepada nabi Muhammad melalui malaikat Jibril. Dan, pewahyuan diumpama-kan proses melarutkan pesan Tuhan yang maknawi ke dalam hati dan jiwa nabi Muhammad saw, lengkap dengan redaksi bahasanya. Bahasa menjadi kemestian bagi wahyu, agar mudah dipahami manusia yang menjadi sasaran. Khusus untuk wahyu alQuran, pilihan kata dan bentuk kalimat sepenuhnya ditentukan oleh Tuhan. Dengan redaksi bahasa yang tertentu itulah makna yang dimaksud akan utuh dan tidak berbeda, meskipun tidak mungkin untuk sama persis. Dengan redaksi bahasa manusia, maka nabi Muhammad saw dapat memahami secara utuh makna Kalam Tuhan yang diterimanya, dan kemudian menyampaikannya kepada manusia dengan redaksi bahasa yang sama pula.

Keberadaan malaikat Jibril sangat penting dalam proses pewahyuan. Ia berperan meyakinkan nabi Muhammad bahwa, pesan yang tertanam di dalam hati dan jiwanya adalah alQuran, bukan yang lain. Dan melalui Malaikat Jibril itu pula proses Kalam Tuhan menjadi berbentuk bahasa manusia dapat dilakukan. Jibril diberi kemampuan oleh Tuhan untuk bersuara dan menampakkan diri, Jibril bertugas menyampaikan dan juga mengajarkan alQuran kepada nabi Muhammad saw secara makna dan lafaz. Maksudnya, substansi makna dan redaksi bahasa menjadi satu paket yang utuh. Malaikat Jibril meyampaikan keduanya secara utuh dalam satu waktu yang bersamaan. Redaksi bahasa Kalam Tuhan itu, hari ini dikenal dengan teks alQuran yang dibaca dan dipelajari.

Berdasarkan riwayat kehadirannya, alQuran berbeda dengan wahyu Tuhan yang lain. Dan kita mengetahui bahwa, nabi Muhammad saw juga menerima wahyu yang selain alQuran. Pesan Tuhan selain alquran, yang disampaikan kepada nabi saw secara langsung, atau tanpa perantara malaikat Jibril, dikenal dengan hadist qudsi. Dengan kata lain, hadist qudsi adalah Kalam Tuhan yang bukan alQuran. Walaupun hakikat makna seutuhnya datang dari Tuhan, tetapi redaksi bahasa sepenuhnya dikontruksi oleh nabi. Nabi memiliki otoritas untuk menyampaikannya dengan menggunakan kata dan susunan kalimat atau redaksi bahasa yang dibuat sendiri. Redaksi bahasa yang digunakan nabi, tentunya tidak sedikitpun menghilangkan makna atau pesan Tuhan yang substansial.

Sementara alQuran, baik makna maupun pilihan kata dan susunan kalimatnya telah ditetapkan Tuhan. Jibril mengawasi dengan sungguh-sungguh setiap kata dari alQuran yang terucap dari lisan nabi Muhammad. Sebagai seorang manusia, terkadang nabi Muhammad ingin cepat atau tergesa-gesa mengucapkan redaksi bahasa alQuran, tetapi Tuhan akan menegurnya melalui malaikat Jibril. Tuhan menginginkan alQuran itu benar-benar sempurna dipahami nabi Muhammad saw, baik makna maupun redaksi bahasanya.

Jelaslah bahwa, baik makna maupun pilihan kata dan susunan kalimat alQuran sepenuhnya menjadi hak prerogatif Tuhan, nabi Muhammad hanya bertugas sebagai penyampai kepada manusia, sebagaimana malaikat Jibril yang berperan hanya sebagai penyampai kepada nabi.

Proses pewahyuan alQuran dirasakan nabi Muhammad sangat berat. Proses melarutkan dan menamkan pesan Tuhan dalam bentuk makna ke dalam hati dan jiwa membuat tubuh nabi berkeringat, meskipun berada di musim dingin. Tubuh nabi juga bergetar, meskipun dalam suasana yang tenang. Para sahabat dan isteri nabi ikut menyaksikan kondisi fisik yang dialami nabi ketika proses pewahyuan alQuran berlangsung. Berat beban yang dialami nabi Muhammad ketika pewahyuan alQuran dapat dimaklumi, karena yang ditransfer ke diri nabi bukan hanya makna yang tidak berbentuk, melainkan juga kata-kata yang berbentuk bahasa.

Kemudian, nabi menyampaikan makna atau pesan Tuhan melalui ucapan, atau bahasa lisan, sesuai dengan yang diterimanya dari Tuhan via malaikat Jibril. Dan untuk mendokumentasikan Kalam Tuhan yang diucapkannya secara lisan, diangkatlah beberapa orang juru tulis. Juru tulis bertugas merekam wahyu alQuran yang terucapkan ke dalam bentuk tulisan. Nabi melakukan pencatatan wahyu dengan tujuan agar alQuran tidak terlupakan. Teks kitab suci atau tulisan wahyu menjadi sangat penting, karena sifatnya lebih tahan terhadap perubahan, dibandingkan dengan ingatan manusia.

Bahasa Arab dipilih sendiri oleh Tuhan sebagai media bagi wahyu alQuran. Keputusan Tuhan memilih bahasa Arab sebagai media merupakan keharusan, agar pesan yang disampaikan kepada nabi mudah dipahami, juga memudahkan bagi nabi menyampaikan pesan Tuhan itu kepada masyarakatnya yang juga berbahasa Arab. Karena nabi Muhammad saw terlahir dari masyarakat dan budaya Arab. Begitu juga masyarakat yang dituju oleh wahyu saat turunnya adalah masyarakat Arab. Maka penggunaan bahasa Arab sebagai media bagi wahyu, tidak murni bersifat ilahiyah. Bahasa Arab digunakan wahyu karena, kepada masyarakat Arablah wahyu pertama ditujukan, dan turunnya wahyu juga karena dilatar-belakangi kondisi sosial masyarakat Arab tempat turunnya wahyu.

Sekali lagi harus diingat bahwa, bahasa Arab yang dijadikan media oleh Tuhan untuk menyampaikan alQuran, bukanlah bahasa Tuhan, melainkan bahasa yang dipilih oleh Tuhan. Pilihan itu satu yang tidak dapat dihindari oleh wahyu, karena masyarakat yang menjadi sasaran pertama wahyu, adalah masyarakat berbahasa Arab. Dengan demikian, bahasa Arab, seperti juga bahasa-bahasa manusia lainnya, adalah budaya umat manusia. Ia adalah produk akal budi manusia untuk berkomunikasi, dan berfungsi untuk saling berbagi pesan antar aggota masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun