Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Bapakku

6 April 2015   06:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:29 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suatu hari, ketika sedang 'bangkit' -istilah yang digunakan untuk mengambil susu getah karet yang ditampung dalam tempurung kelapa, tiba-tiba ada seekor kera turun dari pohon, dan berjalan mendekat. Aku terkejut dan takut. Tanpa pikir, kupungkang dengan tempurung kelapa yang berisi susu getah. Susu getah itupun tertumpah berserak mengenai sebagian bulu di tubuh kera itu.

Seketika itu juga, ia berlari dan memanjat kembali pohon untuk bergabung dengan teman-temannya. Mungkin maksudnya untuk memberi tahu temannya satu koloni, apa yang telah dialami. Atau juga, meminta tolong teman-temannya untuk membersihkan getah yang lengket di bulu-bulunya.

Tetapi kedatangannya dengan bulu terkena tumpahan susu getah, membuat semua teman yang lain berlari menjauh, ketakutan.

Bahkan, ada yang menyerang, saat ia mencoba bergabung kembali. Begitu, begitu dan begitulah berulang terjadinya.

Akhirnya kera yang bulunya berlepotan getah itu kelelahan dan duduk diam di atas pohon, sendirian. Teman-teman satu koloni pergi berlari meninggalkannya.

Kulihat, ia memandang kepergian teman-temannya dengan sedih, sambil memandangi bulu-bulunya yang berubah terkena getah, dan mencoba menghilangkan, mengusap-usap dengan kakinya.

Hari berikutnya, aku masih melihatnya berjalan sendiri di atas pohon karet, di kebun. Kera yang lain tidak terlihat lagi di sekitar kebun itu. Dia tidak selincah sebelumnya, layaknya kera. Mungkin penyesalan yang sangat dalam telah menenggelamkan dirinya dalam kesedihan.

"Kasihan," kata hatiku membatin. Getah yang menempel di bulunya, telah menjadi sebab ia berbeda dengan kera yang lain. Ia menjadi tersisih dan ditinggalkan. Dan, tidak lagi diakui sebagai teman oleh yang lain.

Pada hari ketiga dan seterusnya, aku tidak lagi melihat keberadaannya di sekitar tempat terakhir terlihat. Tidak tahu entah kemana.

Seminggu kemudian, ada tercium bahu kematian yang tidak jauh dari tempat kejadian itu, hanya dalam hitungan tujuh atau delapan jarak pokok getah.

Sambil menyadap karet seperti biasa, kulihat kiri-kanan dan depan-belakang, mencari sumber aroma bangkai itu. Dugaanku pasti kera itu telah mati. Benar. Tubuh kera yang tidak bernyawa itu kutemukan di sela-sela pohon karet, tersuruk.

================

Waktu itu aku di kebun bersama bapak. Lalu bapak memintaku menguburkan, agar yang ada di sekitarnya tidak terganggu dengan bahunya, maupun jasadnya yang dimakan ulat. Aku menurut, karena sebelumnya sudah kupikir untuk melakukan hal yang sama.

Sambil menggali lubang dan dilanjutkan dengan menguburkan, aku berbual kecil dengan bapak. "Bukan hanya kawanan kera, binatang lain juga akan melakukan hal yang sama: menyisihkan teman sendiri, karena berbeda. Bahkan manusia lebih dari itu," kata bapakku saat kuceritakan kejadiannya.

"Binatang hanya menyisihkan temannya, karena berubah secara fisik. Sedangkan manusia yang diberi kelebihan akal, juga akan menyisihkan temannya yang memiliki perbedaan pemikiran," lanjut bapak.

"Tetapi manusia dengan kemampuan pikiran, lebih mudah melakukan penyesuaian, beradaptasi dengan yang berbeda. Biasanya yang kuat akan lebih bertahan, sedangkan yang lemah mengikuti," kataku memberikan respon atas penjelasan bapak tentang manusia yang juga seperti binatang: menyisihkan yang berbeda.

"Tidak semua orang mahu beradaptasi dengan yang lain, yang berbeda pemikiran. Dan, pemikiran itu ibarat software dalam diri, ia yang menggerakkan orang berbuat sesuatu. Kata Budha: Mind is everything, what you think, you become."

Aku diam, menyimak kata-kata bapak sambil berfikir. "Manusia berbeda, karena memiliki pemikiran yang berbeda. Hanya saja, komunitas manusia bersifat terbuka, tidak seperti kera. Manusia memiliki media komunikasi untuk menyampaikan gagasan yang lebih komplek dibandingkan binatang."

Kera akan mati jika tersisih dari koloninya, karena tidak mungkin bergabung dengan koloni lain. Dan kera tidak bisa mengkomunikasikan peristiwa yang dialami.

Sedangkan manusia, jika disisihkan dari komunitasnya, dia dapat bergabung dengan komunitas lain atau membentuk momunitas baru. Kemampuan manusia berkomunikasi dengan bahasa, membuatnya dapat mempertahankan diri dengan mudah, dan dapat pula mengadakan penyesuaian dengan yang berbeda."

Bapak juga menyampaikan penjelasan seperti yang kupikirkan. Sambil mengajakku pulang, karena kerja menguburkan telah selesai, ia mengatakan: "semua manusia melakukan apapun mengikuti pikirannya, dan bersama dalam sebuah komunitas juga karena memiliki kesamaan pemikiran. Pemikiran itu bisa berbentuk tujuan dan harapan."

================

"Menjadi berbeda dengan yang lain, memang tidak mudah. Lebih lagi jika menjadi berbeda dari kelompok masyarakat yang berideologi tertutup, pasti akan disisihkan secara fisik juga, " kata bapak, ketika kami berjalan pulang.

"Bukankah ideologi itu juga pemikiran?"

"Betul. Tetapi tidak mahu menerima gagasan dan konsep pemikiran dari yang selain kelompoknya. Pemikiran dari kelompoknya sudah berbentuk tuntutan konkrit bersifat operational yang keras. Dan, atas nama ideologi, dibenarkan mengorbankan siapapun yang berbeda pemikiran."

"Kita, masyarakat Melayu tidak mengenal ideologi yang menganggap kebenaran hanya satu. Bahkan orang Melayu di kampung kita, walaupun tidak pernah sekolah, pemikirannya sangat terbuka, mudah menerima perbedaan."

"Alhamdu lillah. Secara geografis, wilayah kita terbuka, berada di persimpangan semua peradaban besar. Bahkan, kita adalah pemilik peradaban besar pertama di dunia. Nenek moyang kita keturunan Batara Brahma atau Sri Maharaja Sunda, yang bermukim di Gunung Mahera. Di dalam Kitab al-Kamil fi al-Tarikh‘, Ibnu Athir, menulis bahwa, Bani Jawi itu Sunda, Jawa, Melayu Sumatera, Dan lainnya, adalah keturunan Nabi Ibrahim."

==============

Aku termenung memikirkan pendapat bapak. Tetapi tidak salah juga, karena dari penelitian seorang Profesor Universiti Kebangsaaan Malaysia (UKM), diperoleh data bahwa, di dalam darah DNA Melayu, terdapat 27% Variant Mediteranaen, DNA bangsa-bangsa EURO-Semitik.

Andai kita mahu mengetahui DNA kita sendiri, juga sudah sangat mudah. Beberapa hari yang lalu Dahlan Iskan menulis di halaman facebooknya tentang test DNA. Mudah dan murah. Cukup dengan mengirimkan sampel ludah dalam botol dan kirim ke laboratorium di AS. Tunggu beberapa minggu, sudah dapat diketahui dari unsur DNA mana saja diri kita.

Pendapat bapakku yang berdasarkan cerita turun temurun dengan sumber yang tidak dapat diketahui, ternyata memiliki kesamaan dengan Penemuan Prof. Santos, dalam bukunya yang berjudul Atlantis. Profesor dari Berazil itu meneliti kata Plato, tentang benua yang hilang, yang pernah dihuni oleh masyarakat berperadaban tinggi. Santos meneliti selama tiga puluh tahun dengan sangat konfrehensif. Kesimpulannya, Atlantis itu adalah Indonesia.

================

"Masyarakat Melayu berperadaban terbuka dari dahulu kala," kata bapak mengawali kembali cerita.

"Dan, hanya orang-orang dengan pikiran primitip, yang tidak mahu menerima pikiran berbeda," kataku pula merespon ucapan bapak.

Di sela pembicaraan itu, kusempatkan berfikir, menghubung-hubungkan pendapatnya dengan hasil test DNA profesor dari UKM dan Penemuan profesor Santos dari Brazil.

Namun, seketika itu pula, aku teringat pembunuhan massal tahun 1965. "Bukankah negara kita pernah membunuh sesama sendiri, yang dikenal dengan G30SPKI?" tanyaku.

"Kekuasaan selalu menjadi alat bagi orang-orang yang berkepentingan. Mereka memaksakan kehendaknya. Dan, negara adalah bentuk nyata politik kekuasaan. Bukan hanya kehidupan bernegara, agama juga sama. Ketika sudah dijadikan kendaraan politik, maka pesan agama menjadi ideologi yang tertutup," jawab bapak.

"Pendapat negara dianggap benar dan tidak membuka peluang untuk pikiran berbeda," kataku melanjutkan.

"Karena itulah, bapak tidak setuju politik agama. Karena bisa dipastikan, agama akan menjadi ideologi tertutup. Dan bisa berbuntut mengorbankan sesama penganut agama," kata bapak serius.

"Bukankah saling membunuh sesama sendiri sudah lama terjadi?"

"Ya. Semenjak Nabi wafat, dan belum dikuburkan, umat islam sudah hampir berperang sesama sendiri, di Tsaqifah Bani Saidah, sekitar 500M jaraknya dari tempat Nabi telah terbujur tidak bernyawa," kata bapak tegang memandangku. "Bahkan setelah tiga hari barulah jasad Nabi saw. dikuburkan," lanjutnya.

"Bukankah zaman sudah berubah?"

"Jauh lebih parah dari itu. Yang terjadi di Syria, Irak, Libia dan Yaman saat ini, adalah peristiwa serupa. Mereka perang sesama sendiri. Agama mereka dijadikan alat untuk berkuasa atau untuk mempertahankan kekuasaan. Itulah ujung dari politik agama."

"Ya. Perbedaan kelompok dalam agama dijadikan alasan untuk menyingkirkan, dengan cara membunuh," kataku sambil berjalan memalingkan wajah ke bapak.

"Manusia ternyata lebih jahat dari kera. Karena kera hanya membiarkan yang berbeda, dan kemudian mati dengan sendirinya. Adapun manusia, tangannya sendiri membunuh yang berbeda," kata bapak sambil memandangku, seperti mengingatkan.

Terasa begitu cepat perjalanan pulang hari ini. Belum selesai berbual, sudah sampai di rumah. "Bacalah buku-buku sejarah lama, agar kita lebih dewasa dalam beragama," kata bapak sambil membuka sepatunya dan bersiap untuk segera mandi.

Aku berterima kasih dengan bapak, yang telah memberi pelajaran berharga, karena kematian kera itu. Tetapi hatiku juga merasa sangat berdosa, karena sebab tanganku kera itu mati.

"Ternyata, masih ada golongan manusia yang sama dengan kera, bahkan lebih," kataku membatin, dan kemudian tertawa sendiri. Terbayang wajah-wajah sahabatku yang begitu keras mengatasnamakan agamanya. Dan, hanya mengakui kelompoknya saja yang benar. Sedangkan yang selainnya salah, termasuklah aku.

...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun