Maka islam yang dipahami, telah dijadikan slogan bagi agenda politik dan aktifitas sosial. Dimana-mana simbolisasi islam begitu mengemuka dan memenuhi ruang publik. Tidak ada lagi institusi yang steril dari agenda islamisasi seperti mereka pahami. Paham islam yang tekstualis telah merasuk ke sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dan, sudah menjadi watak agama, khususnya islam, jika diseret ke politik, maka akan terbentuklah ideologi yang bersifat tertutup, yang menganggap hanya dirinyalah yang benar. Begitupun, ketika agama ditarik ke aktifitas sosial, maka akan terbentuklah gerakan yang diwarnai dengan serba simbol.
Ketika ideologi politik dan gerakan agama menyatu, maka yang terjadi adalah kekerasan atas nama agama. Siapapun yang tidak sepaham dan menghambat ideologi dan gerakan mereka, akan dihakimi sebagai anti islam, yang halal darahnya, walaupun sesama umat islam. Ya. Ideologi dan gerakan islam, telah merusak hakikat islam yang sebenarnya. Karena mereka meyakini bahwa, membunuh yang berbeda paham adalah jihad, dan terbunuh karena memperjuangkan paham, diyakini sebagai syahid.
Fenomena kekerasan atas nama islam mengambil bentuk perjuangan yang berbeda-beda. Tingkat kekerasannya juga berbeda-beda. Ada yang bergerak di tataran pemikiran, ada pula yang berkiprah di wilayah kehidupan praktis, dan ada yang kedua-duanya: pemikiran dan gerakan. Namun, apapun bentuknya dan dimanapun keberadaannya, pada hakikatnya mereka sama. Karena seluruh agenda dan sepak terjang mereka didorong oleh kepentingan ideologis dan bagi mempertahankan gerakan keagamaan mereka.
Lahirnya kelompok islam yang simbolis dan tekstualis, seluruhnya disemangati oleh ideologi dan gerakan. Puncak yang menjadi tujuan perjuangan mereka adalah formalisme islam. Dimana, islam sesuai dengan yang mereka pahami harus diformalkan. Sarana terwujudnya formalisme islam yang mereka cita-citakan menghendaki adanya wilayah yang dikuasai sepenuhnya, yakni negara.
Hari ini, perjuangan besar kelompok tekstualis dan simbolis, telah menampakkan hasil nyata. Ada rumah besar formalitas keagamaan yang sudah terwujud. Rumah besar mereka adalah ISIS. Walaupun mungkin beberapa kelompok dari mereka tidak menerima ISIS dan menganggapnya bukan pemerintahan islam yang dimaksud, tetapi hakikat perjuangan yang akan mereka wujudkan sama, yaitu: berdirinya negara islam dan menjalankan syari'at islam secara formal bernegara.
Sedangkan rumah kecil yang terus berjuang adalah semua kelompok pergerakan islam yang menggunakan slogan syari'at islam. Formalisme islam telah menjadi harga mati bagi mereka, dan telah bersemayam dalam hati dan pikiran dalam bentuk ideologi islam yang tertutup.
Indonesia sebagai negara muslim dengan penduduk islam terbesar adalah lahan yang paling subur untuk tumbuh dan berkembangnya islam ideologis dan gerakan aktifis islam. Kita semua bisa menyaksikan mereka ada dimana-mana. Dan mereka ada di kiri kanan kita. Mungkin juga kita ada di dalamnya.
Ciri untuk mengetahui keberadaannya sangat mudah. Yaitu mereka yang menggunakan simbol-simbol islam, tetapi sebenarnya simbol-simbol Arab. Simbol itulah wujud nyata dari sebuah ideologi yang ada di dalam hati dan pikiran, serta menggerakkan pemiliknya dalam bentuk aktifitas sosial yang simbolis.
Semoga, sebagian umat ini yang menghambakan diri kepada teks abad ke-7, cepat tersadar dan mahu kembali ke rumah besar islam yang benar-benar abadi dan universal. Yang abadi dan universal adalah nilai-nilai ketuhanan yang tidak berbentuk dan belum terwujud. Kitalah umat islam yang membentuknya menjadi nyata sesuai dengan kekinian dan kedisinian manusia.
Nilai-nilai universal islam yang pasti atau dlaruri adalah: (1) menyelamatkan agama, apapun agama dan kepercayaannya. (2) menyelamatkan jiwa, siapapun yang memiliki jiwa. (3) menyelamatkan akal, siapapun orangnya. (4) menyelamatkan keturunan, siapapun dia. (5) menyelamatkan harta dan kehormatan, untuk semua manusia.