Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Islamic State

21 Maret 2015   09:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:20 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Proses pewahyuan pertama begitu berat dirasakan Nabi. Dan, melalui proses pewahyuan itu, AlQuran yang tidak berwujud di sisi Tuhan, telah berbentuk menjadi kalam (ucapan/kata-kata). Kalam adalah simbol dari makna yang berbentuk bahasa. Jibril mengkomunikasikan pesan Tuhan dengan bahasa yang dipahami oleh Nabi. Karena Nabi terlahir dalam lingkungan budaya Arab, maka unsur budaya Arab inilah yang menjadi media untuk menyampaikan pesan Tuhan.

Telah menjadi kesepakatan para ahli alQuran, bahwa Budaya Arab (bahasa) menjadi media pertama wahyu diucapkan dan kemudian dituliskan. Untuk menjaga otentisitas wahyu, dan agar terhindar dari kepentingan manusia, maka disepakati oleh ulama agar alQuran tetap menggunakan bahasa asli, ketika pertama kali diturunkan, yakni bahasa Arab. Lebih spesifik lagi, dengan dialek khas yang digunakan Nabi sehari-hari, yakni dialek Quraisy. Karena Nabi terlahir dari suku Quraisy.

Peristiwa pewahyuan merupakan momentum pendeklarasian proses, dari universalitas yang tidak berbentuk, menjadi lokalitas yang berbentuk. Begitupun, dari alam keabadian Tuhan, menuju alam kesementaraan manusia. Bentuk nyata yang bersifat lokal dan temporer, merupakan keharusan bagi alQuran. Karena manusia yang membutuhkan kalam Tuhan adalah mahluk Tuhan yang mengambil ruang dan waktu. Maka alQuran yang diwahyukan mestilah juga meruang waktu.

Beragam peristiwa yang menjadi latar belakang turunnya ayat alQuran adalah peristiwa yang juga bersifat lokal dan temporer. Yaitu di negeri Arab pada masa kenabian. Begitu juga bentuk-bentuk amaliyah praktis dalam alQuran, semuanya mereferensi sesuatu yang sepenuhnya lokal dan temporer, yaitu peristiwa yang terjadi dalam lingkungan masyarakat dan budaya Arab pada abad ke-7. Di tempat dan ketika Nabi saw. menerima dan menyampaikan pesan wahyu tersebut.

Nabi Muhammad berkewajiban menyampaikan pesan-pesan Tuhan dalam alQuran agar dapat amalkan oleh umatnya. Umat yang berhadapan langsung dengan Nabi ketika itu adalah masyarakat Arab. Maka, tidak dapat dihindari bahwa: cara, pola dan paradigma yang digunakan Nabi agar pesan Tuhan itu terpahami tentunya menggunakan cara, pola dan paradigma masyarakat dan budaya Arab. Bisa berupa ucapan, perbuatan, diam dan cita-cita.

Sehingga ketika Aisyah, isteri Nabi ditanya tentang perilaku Nabi (akhlaq), ia menjawab, semua perilaku Nabi adalah alQuran. Nabi adalah alQuran yang hidup. Dengan demikian maka perkataan, perbuatan dan apapun yang dilakukan Nabi adalah bentuk-bentuk nyata dari implementasi alQuran dalam budaya lokal ketika itu, yaitu masyarakat Arab abad ke-7.

Dalam lingkup masyarakat dan budaya lokal Arab dan dalam rentang waktu yang terbatas, Nabi saw. mempraktekkan atau mengambil bentuk nyata ajaran alQuran tersebut. Praktek ajaran alQuran oleh Nabi saw. dan generasi awal atau Sahabatnya, terus diikuti oleh generasi berikutnya yang dikenal dengan Tabi’in. Kemudian diikuti oleh generasi setelahnya yang dikenal dengan istilah Tabi’ Tabi’in.

Setelah generasi Tabi' Tabi'in (lebih satu abad), barulah praktek kehidupan Nabi saw. dan generasi awal yang hidup bersama Nabi, ditulis dan dikodifikasi, untuk diteladani. Praktek kehidupan Nabi ini dicatat oleh para ahli dengan teliti, meskipun tidak pernah disepakati. Catatan praktek kehidupan Nabi dan masyarakatnya, dikenal dengan istilah Hadist Nabi atau Sunnah Nabawiyah.

Generasi berikutnya melanjutkan tradisi keagamaan dengan tetap berpegang kepada kitab alQuran dan kitab Hadist yang telah dikodifikasi tersebut.

Untuk menjaga agar agama yang dibawa Nabi saw. tetap berada dalam jalur yang lurus dan benar, maka otoritas agama menyepakati bahwa alQuran dan Hadist adalah dua sumber primer ajaran agama. AlQuran menempati posisi puncak, sedangkan Hadist Nabi di posisi kedua.

Walaupun Hadist Nabi menempati posisi di bawah alQuran, namun praktek kehidupan Nabi dan generasi awal yang hidup bersama Nabi ini memiliki materi yang sangat berlimpah. Setiap sisi kehidupan Nabi ada tercatat dalam Hadist. Para ahli hadist telah mengumpulkan sisa-sisa ingatan tentang Nabi, yang telah berserakan. Bahkan terbiarkan selama lebih satu abad.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun