Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Islamic State

21 Maret 2015   09:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:20 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Begitulah ajaran Nabi terus berkembang dan diwariskan turun temurun sampai ke zaman kita sekarang. Walau telah melintasi rentang waktu yang panjang dan luas wilayah budaya yang sangat beragam, namun catatan kitab suci alQuran dan Hadist Nabi tetap dijadikan referensi utama.

AlQuran yang diwahyukan kepada Nabi dengan latar belakang atau sebab yang lokal dan temporer. Begitupun bentuk implementasinya yang lokal dan temporer, dianggap oleh sebagian umatnya, yang merasa paling benar, sebagai bentuk yang universal dan abadi.

Hadist begitu juga. yang sesungguhnya hanyalah bentuk-bentuk praktis yang bersifat lokal dan temporal, sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat Arab ketika itu, oleh kebanyakan umatnya yang merasa paling islam, dianggap juga universal dan abadi.

Padahal sesuatu yang berbentuk, tidak mungkin menjadi universal dan abadi. Akibatnya umat ini terkungkung dalam paradigma keagamaan yang sempit dan terkesan primitip. Menghidupkan kembali ajaran islam, dipahami secara sempit, untuk tidak mengatakan disalahpahami. Yakni, menghidupkan kembali praktek islam awal zaman Nabi, di Arab pada abad ke-7 yang lama dan jauh.

Saat ini, banyak pemilik otoritas umat ini telah menjadi hamba teks keagamaan, yang sesungguhnya lokal dan temporer. Sikap keagamaannya keras, kaku dan simbolis. Mereka lupa bahwa teks, baik yang terucap, maupun yang tertulis, sesungguhnya hanya sebuah simbol dari makna yang berbentuk bahasa.

Akibat lebih lanjut, semua simbol budaya Arab tempat hidup Nabi, yang tentunya Nabi juga menggunakan simbol tersebut, juga dijadikan simbol agama. Islampun sudah menjadi identik dengan Arab. Semua yang berasal dari Arab dianggap sebagai islam. Mereka tidak lagi arif dalam memilih dan memilah. Mereka tidak dapat membedakan lagi antara islam dan Arab.

Padahal, sesungguhnya hakikat kebenaran adalah pesan yang harus digali dan dicari di sebalik simbol bahasa yang berbentuk teks. Para ulama menamakannya nash. Dan, nash alQuran dan hadist tersebut berfungsi sebagai dalil atau petunjuk untuk mendapatkan makna. Kemudian, dari dalil tersebutlah makna dicari dan digali melalui aktifitas penafsiran dan penjelasan (syarah).

Sampai sekarang, telah ada ribuan, bahkan lebih, kitab tafsir dan syarah hadist. Karena kegiatan memberikan penjelasan terhadap alQuran dan hadist tidak pernah berakhir, sampai kapanpun, selagi islam masih dijadikan agama tempat bernaung bagi manusia.

Menyaksikan apa yang sudah dan sedang terjadi di kalangan umat islam sekarang, keteladanan para ulama, yang telah mewariskan ilmu pengetahuan dalam bentuk buku: tafsir, syarah, dlsb, seakan terabaikan. Umat hari ini hanya mencari jalan pintas yang mudah, nash hanya dibaca dan dipahami secara harfiyah. Umat islam digiring untuk menjadi masyarakat yang beroristasi simbolis dan berpaham tekstualis.

Menghidupkan kembali islam dipahami mempraktekkan islam seperti zaman Nabi. Teks atau nash alQuran dan Hadist yang sesungguhnya lokal dan temporer dianggap kebenaran yang abadi dan universal. Metodologi dan metode ilmu-ilmu keagamaan yang mendasari kerangka teoretis dalam berfikir untuk mencari kebenaran sudah semakin terabaikan.

Paham keagamaan yang tekstualis dan orientasi keagamaan yang simbolis mengobarkan semangat keagamaan yang cenderung anarkis. Hasrat kelompok ini untuk menguasai territorial begitu memuncak, dan langkah pragmatis untuk berkuasa telah menjadi pilihan yang diutamakan, dan dijadikan kewajiban yang tidak terhindarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun