Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Muridku

28 Januari 2015   03:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:15 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alangkah terkejutnya saya melihatnya. Tetapi saya tahan untuk tetap tenang, dan saya pura-pura tidak tahu apa yang saya lihat dengan mata kepala saya: sepatu yang sudah berlobang, koyak-koyak. Mungkin tapak kaki sepatu itu juga sudah koyak. Iwan menggunakan kaos kaki dari plastik hitam, agar lobang-lobang di sepatu itu sedikit tersembunyikan.

Itulah penyebab yang pasti dan utama Iwan tidak pernah bersepatu ketika main sepak bola dan juga tidak mahu ketika diminta maju ke depan.

=============

Beberapa hari sebelumnya, ada pengumuman. Guru yang rabun dimintai surat keterangan dari dokter mata, akan dibantu uang untuk membeli kaca mata. Saya termasuk guru yang dinyatakan rabun oleh dokter specialis mata. Dalam hati, saya berjanji, apabila uang itu benar dapat, akan saya berikan kepada Iwan, untuk membeli sepatu, dan keperluan sekolahnya.

Sebagai guru dan juga orang tua, saya sangat memahami. Pemkab Bengkalis, hanya membebaskan uang sekolah untuk semua anak didik. Tetapi persoalan anak pergi ke sekolah bukan hanya uang sekolah. Anak membutuhkan banyak hal untuk sekolah. Buku, sepatu, baju, uang jajan dan lain-lain, termasuk kegiatan ekstra. Semua butuh uang yang jumlahnya melebihi uang sekolah.

"Semoga niat baik saya terkabul," do'aku dalam hati, setengah berbisik.

Tiga hari setelah itu, uang bantuan kaca mata sudah sampai. Segera saya ambil dan berikan kepada Iwan untuk membeli sepatu dan keperluan sekolah yang lain, seluruhnya. Saya tidak membeli kaca mata seperti harusnya. Biarlah. Mata saya masih bisa untuk membaca. Rabun saya belum terlalu berat. Belum menganggu kerja saya andaikan pun tidak berkaca mata.

Mata berkaca-kaca menahan titik air di kelopak mata yang menggenang, melihat Iwan memakai sepatu ke sekolah dan bersepatu ketika bermain bola.

Mulai saat itu pula, mata saya menjadi semakin terang. Pernah suatu kali saya memeriksakannya ke dokter spesialis mata, jawabnya, "mata bapak masih normal." Alhamdulilah, puji Tuhan, sampai sekarang saya belum berkaca mata untuk bekerja dan membaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun