Mohon tunggu...
semutmerah
semutmerah Mohon Tunggu... Psikolog - Bukan untuk dikritisi, tapi untuk direfleksikan

Serius tapi Santai | Psychedelic/Progressive/Experimental | Memayu Hayuning Bawana

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mendadak Jadi Toleransi

17 November 2017   23:22 Diperbarui: 18 November 2017   00:11 1223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teringat dengan puisi Gusmus berjudul "Amplop-amplop Di Negeri Amplop". Ada kalimat yang menarik : "Amplop-amplop dinegeri amplop mengatur dengan teratur. Hal-hal yang tak teratur menjadi teratur, hal-hal yang teratur menjadi tak teratur." Kalimat ini mungkin bisa dikaitkan dengan konteks "Mendadak Toleransi". Ada banyak acara dan kegiatan-kegiatan yang berlangsung yang bertemakan Toleransi dan Kemanusiaan, tapi ketika diselidiki mendalam acara tersebut adalah untuk menaikan popularitas panitia acara. Ada juga yang setelah diselidiki secara mendalam, acara tersebut disokong dana oleh kegiatan partai politik atau organisasi tertentu yang mempunyai misi tersembunyi, dimana merangkul masyarakat banyak dan setelah acara selesai, pelan tapi pasti visi misi tersembunyinya disuntik kedalam pemikiran masyarakat yang awam. Permainan, sangat permainan.

Kembali Menjadi Manusia Yang Mengedepankan Hati

Ada begitu banyak "isme" bertebaran dan disebarkan oleh mereka yang menyatakan dirinya sebagai "aktivisme", bahkan senang diberi label demikian. Begitu banyak juga teori-teori dari isme-isme tersebut mulai diajarkan baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, kepada pelajar dan masyarakat awam yang bisa dikatakan "sedang dicuci otaknya". Namun tetap saja, teori yang tidak kontekstual dan bertabrakan dengan "perasaaan nurani" tak akan ada gunanya dan selalu akan bisa dipatahkan oleh mereka-mereka yang mengedepankan hati nurani.

Berbicara mengenai toleransi dan kemanusiaan, hal ini harusnya dijiwai dan diberi ruh oleh hati nurani, bukan dengan metode "materialisme" dimana semua-semuanya dijalankan oleh akal namun dampaknya menimbulkan tanda tanya besar di dalam nurani. Semua isme-isme itu adalah bentukan dari akal manusia, tidak murni karena sejarah lahirnya belum tentu memakai hati nurani. Tidak heran banyak kelompok yang ditolak kelompok lain hanya karena metodenya yang tidak memakai hati, walau tujuannya sama, berbuat baik.

Tidak perlu menjadi Sosialisme, Naturalisme, Agamaisme, Feminisme, Anarkisme, dan isme lainnya yang teorinya belum tentu kontekstual dan sesuai. Karena selain diberi akal, manusia juga diberi hati, nurani, kalbu, rasa, dimana peran-peran dari ini semua adalah cinta, kasih sayang, iso rumongso, tepa salira, saling peduli dan saling mengayomi. Ada tidak adanya isme dan teori-teori tersebut, manusia pada dasarnya mahluk yang peka dan tinggi rasa nuraninya, sehingga untuk bertoleransi dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan tidak perlu teori ini itu dan tidak perlu mengkotak-kotakan dirinya jadi bagian dari ini, atau bagian dari itu. Jangan sampai niat tulus pribadi bertoleransi dan berperikemanusiaan, dimanfaatkan oleh mereka-mereka yang ingin organisasinya terkenal maupun ingin menghasilkan uang dari program-program yang mereka buat.

Timur Jakarta, 17 November 2017

Mascuppp

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun