Nama Setya Novanto (dalam tulisan ini akan lebih banyak menggunakan nama Setnov) mungkin tidak asing lagi bagi publik se-antero negeri ini. Tingkat popularitasnya meroket menjelang akhir tahun 2015. Mungkin, jika pilpres dilaksanakan pada akhir tahun 2015 itu, bisa jadi Setnov akan memenangi pilpres dan menjadi Presiden Republik Indonesia. Sekali lagi, bisa jadi.
Bayangkan, semua media ramai-ramai memberitakan dia sepanjang Oktober hingga Desember. Bahkan, beberapa televisi sampai membuat "Breaking News" mengupas soal sepak terjang politisi yang terpilih dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur itu. Saat itu, siapa yang tidak kenal dengan sosok Setnov.
Dia adalah aktor utama dalam sinetron "Papa Minta Saham" yang tayang dibeberapa televisi nasional serta ditulis oleh semua media online dan cetak. Mungkin, MURI perlu memberikan penghargaan kepada Setnov sebagai politisi paling populer sepanjang tahun 2015.
Namun, -ibarat lirik lagu melayu- sayang seribu kali sayang, popularitas Setnov bukan karena prestasinya memimpin DPR. Melainkan karena perilaku buruknya sebagai pimpinan DPR.
Kita tahu bersama, bagaimana akal bulus Setnov ingin merampok saham Freeport bersama koleganya M. Riza Chalid. Beruntung, ada yang merekam seluruh cerita akal bulus itu, hingga diketahui oleh publik. Meski begitu, sudah ada bukti kuat saja, Setnov selalu berkilah tidak bersalah di media. Kini, cerita soal rencana rampok merampok saham Freeport itu sedang diselidiki Kejaksaan. Kita berharap ada titik terangnya segera. Semoga Kejaksaan tidak masuk angin.
Beberapa bulan sebelum cerita akal bulus soal Freeport itu terbongkar, nama Setnov juga sudah mulai populer di masyarakat. Musababnya, apalagi kalau bukan soal pertemuannya dengan calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Celakanya, Setnov justru ikut kampanye Donald Trump di Amerika Serikat. Kira-kira, berapa juta dolar yang didapat Setnov dengan hadir di acara kampanye Donald Trump itu ya? Hanya dia dan Donald Trump yang tahu.
Nama Setnov memang cukup terkenal dalam dunia langgar melanggar etika dan hukum. Dibanyak kasus korupsi, nama Setnov selalau disebut. Penyebutan nama Setnov dalam pusara korupsi bahkan sudah terjadi sejak tahun 1999. Itu tahun pertama Setnov jadi anggota DPR.
Kasus yang terjadi tahun 1999 itu adalah Pengalihan hak piutang (cassie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang diduga merugikan negara Rp 904,64 miliar. Kasus ini meletup setelah Bank Bali mentransfer Rp 500 miliar lebih kepada PT Era Giat Prima, milik Setnov, Djoko S. Tjandra, dan Cahyadi Kumala. Namun, kasus ini kemudian mendapatkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dari kejaksaan pada 18 Juni 2003.
Pada tahun 2003, Setnov bersama Idrus Marham, diduga sengaja memindahkan 60 ribu ton beras yang diimpor Inkud dari Vietnam, dan menyebabkan kerugian negara Rp 122,5 miliar. Keduanya dilaporkan pada Februari-Desember 2003 telah memindahkan dari gudang pabean ke gudang nonpabean. Padahal bea masuk dan pajak beras itu belum dibayar. Lagi-lagi Setnov lolos dari lubang jarum karena hanya diperiksa sekali oleh Kejaksaan Agung tahun 2006.
Nama Setnov juga disebut-sebut dalam kasus penyelundupan limba beracun (B-3) di Palau Galang, Batam pada tahun 2006. Setnov disebut berperan sebagai negosiator dengan eksportir limbah di Singapura.
Dua kasus terakhir yang disebut melibatkan Setnov adalah korupsi PON Riau tahun 2012 dan korupsi pengadaan e- KTP tahun 2013. Dari seluruh kasus hukum itu, hebatnya Setnov selalu gagal dimasukkan ke hotel prodeo.