Artinya, mengelola limbah tekstil bukan hanya baik untuk lingkungan, tetapi juga membantu menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan.Â
Sampah Tekstil di IndonesiaÂ
Di Indonesia, industri tekstil juga menghadapi berbagai tantangan. Beberapa tahun terakhir, terjadi kasus seperti:
- Hancurnya ekonomi Pasar Tanah Abang, salah satu pusat perdagangan pakaian terbesar di Indonesia.Â
- Tutupnya pabrik SRITEX di Solo, pabrik tekstil legendaris yang pernah berjaya.Â
- Banjir produk tekstil impor dengan harga murah, yang membuat produk lokal sulit bersaing.Â
- Problematika impor sampah tekstil, yang menambah beban lingkungan.
Sederet fakta ini menunjukkan bahwa persoalan limbah tekstil di Indonesia tidak bisa dianggap remeh.
Industri tekstil lokal membutuhkan dukungan kebijakan yang kuat untuk melindungi pasar domestik sekaligus mendorong pengelolaan limbah yang lebih bertanggung jawab.Â
Melirik Cara Negara Maju Mengelola Sampah TekstilÂ
Pada dasarnya, negara-negara maju juga belum benar-benar mampu mengolah limbah tekstil dengan efektif.Â
Hal ini tercermin dalam publikasi parlemen Eropa yang mencatat rata-rata orang Eropa menggunakan hampir 26 kilogram tekstil dan membuang sekitar 11 kilogram setiap tahun.Â
Pakaian bekas yang tak terkelola diekspor ke luar UE, dan sebagian lainya dibakar atau dibuang ke tempat pembuangan akhir. Meski demikian, telah muncul berbagai cara untuk mengatasi limbah tekstil.Â
Seperti yang dilakukan oleh sebuah perusahaan Swedia yang mengembangkan fasilitas daur ulang limbah tekstil yang efektif, yang diyakini sebagai yang pertama di dunia (voaindonesia.com, 2023).Â
Perusahaan ini bernama Swedish Innovation Platform for Textile Sorting (SIPTEX) yang dapat memilah hingga 4,5 ton limbah tekstil per jam dengan memanfaatkan cahaya inframerah.Â
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya