Mohon tunggu...
Ahmad Muhammad
Ahmad Muhammad Mohon Tunggu... -

Pengais sisa-sisa kearifan orang2 terdahulu yang hampir punah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lampu Teplok

18 Maret 2017   22:25 Diperbarui: 18 Maret 2017   22:36 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: davidhahasudungan.blogspot.co.id

Dalam suasana yang mencekam dan penuh haru, salah seorang jamaah mendekati Kyai Jamil dan menyerahkan lampu teplok yang masih terselamatkan meski kaca semprongnya telah pecah. Dipandanginya benda yang selama ini menjadi simbol penerang dalam hidupnya. Sambil mengelus-elus benda itu, Kyai Jamil berujar,

Sedulur-sedulur kabeh, besok pagi kita tetap mengaji sebagaimana biasa. Nanti yang ngaji bergantian, saya sama Kang Mahfud.”

“Alhamdulillah”, sahut para jamaah lega mendengar pernyataan guru ngajinya itu. Mereka kemudian saling berpelukan haru. Tak ketinggalan Kang Mahfud, yang tak mampu menyembunyikan keharuannya, memeluk karibnya erat-erat sambil menangis sesunggukan.  Seperti ada oase kebahagiaan yang kembali membasahi rohani mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun