“ Iya, tapi kan aneh kalau pulang dari pesantren cuma jadi kernet”, balas Samsul memrotes.
“ Yang seperti itu berarti ilmunya sia-sia”, imbuh Pak Agus membela Samsul.
“ Ukuran manfaat atau tidak, nggak bisa dilihat dari pekerjaan seseorang. Kalian tau, kan? Bagaimana Kang Mahfud sehari-hari. Kalian juga lihat anak istrinya. Di kampung ini nggak ada keluarga yang paling ideal dan harmonis seperti keluarga Kang Mahfud”, jelas Mas Yanto panjang lebar.
Semua diam. Tak ada yang protes. Mereka maklum. keluarga Kang Mahfud memang paling harmonis, bahkan bila dibanding dengan teman sejawatnya, Kyai Jamil.
Obrolan merekapun berakhir menjelang pukul delapan.
000
Tidak biasanya Kyai Jamil meliburkan pengajiannya. Banyak jamaah yang datang dari jauh kecelik. Ia sudah ditunggu tamu di rumahnya sejak habis subuh. Sepertinya orang penting. Dari mobil yang dikendarai dan penampilan sang tamu, jelas bukan tamu sembarangan. Baru kali ini ia mau menerima tamu pada jam-jam ngaji. Mungkin tamu itu sangat istimewa bagi Kyai Jamil.
Ternyata tidak hanya sekali tamu itu datang. Tamu asing itu datang hampir tiap hari pada jam yang sama. Dan anehnya, Kyai Jamil lebih mengorbankan jamaah ngajinya daripada menyuruh sang tamu menunggu sampai pengajian kelar.
Perubahan mulai benar-benar nampak ketika Kyai Jamil mengumumkan pada jamaah majlis taklimnya, bahwa jadwal ngaji dirubah tidak tiap hari, tapi setiap selapan hari atau 35 hari sekali menurut hitungan pasaran jawa. Perubahan tersebut tak ayal membuat banyak jamaah yang kaget. Mereka juga kecewa dengan perubahan yang terjadi pada diri sang kyai. Orang-orang terdekat beliau yang selama ini nguri-uri kegiatan majlis taklim juga turut menyayangkan tindakan Kyai Jamil.
“ Aneh. Mengapa Kyai Jamil tiba-tiba berubah seperti itu?”, tanya salah seorang jamaah yang datang dari jauh, setelah mendengar cerita dari Cak Sidik saat nongkrong di warungnya.
“ Orang di sekitar sini saja tidak tau penyebab perubahan itu. Nggak ada yang berani tanya sama beliau”, jelas Cak Sidik membalas pertanyaan orang itu.