Mohon tunggu...
Ahmad Muhammad
Ahmad Muhammad Mohon Tunggu... -

Pengais sisa-sisa kearifan orang2 terdahulu yang hampir punah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Pembunuh

5 Maret 2017   14:57 Diperbarui: 6 Maret 2017   00:00 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Full, mas!”, pinta Eross pada petugas SPBU. Ia keluar dari mobil dan pergi ke toilet sebentar. Selesai buang hajat, ia kembali balik menuju mobilnya. Setelah membayar ke kasir, ia segera menghidupkan mobil dan pelan-pelan meninggalkan SPBU. Tiba-tiba ia dikejutkan sesuatu. Perempuan di dalam mobilnya hilang!. Ia sempat terperanjat. Setelah keluar dari mobil,  Eross balik menghampiri petugas SPBU, hendak menanyakan soal raibnya perempuan itu.

“ Mas, anda tadi melihat perempuan yang ada dalam mobil ?”, tanya Eross.

“ Ooo, perempuan itu. Yang biasa bersama Pak Agus. Tadi saat ditinggal ke toilet, ia keluar dan berpindah ke dalam taksi yang berada di belakangnya”, tukas petugas SPBU itu menjawab pertanyaan Eross. Pak Agus? Bukankah itu ayahnya? Dan taksi itu? Eross benar-benar tampak bodoh. Ia tak menyadari taksi yang dikiranya mogok ternyata tidak dan membuntutinya dari belakang. Iapun dengan perasaan geram berjalan menuju mobilnya. Sebelum masuk mobil, ia mencoba memeriksa bagasi. Eross kaget bukan main. Barang itu masih ada dalam mobil dan tidak dibawa oleh perempuan itu. Perlahan Eross membuka bungkusan dalam karung. Dan, alangkah terkejutnya Eross setelah melihat isi karung itu. Sesosok mayat! Eross tak kuasa memandangnya. Mayat itu tak lain adalah ayahnya sendiri.

Perempuan itu telah membunuh ayahnya, teman selingkuhnya sendiri. Eross tak bisa lagi menggambarkan perasaannya yang tak karuan. Benci, lega, sedih, dendam campur jadi satu. Ia juga khawatir menjadi korban salah tangkap.

Eross hanya pasrah dengan nasib yang akan menimpa dirinya. Ia memang berniat hendak membunuh ayahnya. Dan lelaki itu kini terbujur kaku di depannya. Tewas terbunuh!.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun