Farid hanya bengong mendengar keputusan gila Eross. Ia ingin mencegahnya. Tapi ia tak tau bagaimana caranya. Handphonenya masih menempel di pipi, tapi suara Eross dari seberang sana tak didengarnya lagi. Rupanya telpon udah ditutup. Tiba-tiba dering telpon kembali berbunyi. Kali ini dari Tante Rosa, Ibu Eross.
“ Halo, benar ini dengan Farid?”
“ Benar. Eross sudah pulang dua jam lalu”, jawab Farid. Ia tak kuasa menjelaskan apa yang sebenarnya akan terjadi.
“ Kok belum sampai rumah?”, tanya Tante Rosa curiga.
Farid tak menjawab. Ia tak tau harus mengatakan apa pada Tante Rosa. Ia matikan handphone dan melebur di antara teman-teman kerjanya.
Sementara itu, Eross telah mempersiapkan senjata laras panjangnya plus beberapa peluru dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil. Pelan-pelan ia mulai meninggalkan kawasan itu menuju rumah.
Malam sepi tanpa bintang-bintang, seperti tau apa yang akan terjadi malam itu. Bulanpun tak mau menampakkan diri dan bersembunyi di balik awan yang murung, ikut bersedih. Dengan kecepatan 80 km/jam, Eross melaju dengan gesit di jalanan yang sudah nampak lengang menjelang fajar. Tiba-tiba Eross mendadak berhenti saat melihat seorang perempuan menyetop lajunya. Sepertinya taksi yang ditumpangi perempuan itu mogok. Tapi ia ragu hendak memberi tumpangan, sementara waktu berkejaran dengan degup jantungnya yang tak sabar lagi hendak menghabisi ayahnya.
“Mas, bisa minta tolong beri tumpangan?, pinta perempuan itu setelah mendekat sambil menundukkan kepalanya .
“ Mau kemana?”, tanya Eross sambil mengamati perempuan itu lewat sorot matanya yang genit menggoda. Ia terpana sesaat. Terlalu cantik perempuan itu untuk disia-siakan, pikir Eross sambil tak hentinya memandangi perempuan itu. Ia tak kuasa menolak ketika perempuan itu masuk ke mobilnya dan menyuruh sopir taksi memindahkan barangnya ke bagasi mobil VWnya. Celaka! Apa jadinya kalau sopir taksi itu tau ada senjata di dalam bagasi? Pikir Eross. Dari kaca spion, Eross mengamati sopir taksi itu mengangkat sebuah karung dan memasukkannya ke dalam bagasi. Apa yang dibawa perempuan ini? Ah, peduli amat. Kecantikan perempuan di dalam mobilnya telah membius dan membuat ia melupakan sejenak, apa yang sedang ia pikirkan malam itu.
“ Ke arah Senen”, pinta perempuan itu sambil rebahan di jok belakang. Nampaknya perempuan itu begitu lelah hingga dalam hitungan detik sudah pulas tertidur. Eross segera melaju dengan kecepatan sedang. Maklum, mobil tua. Walau cukup terawat baik, mobil itu tidak bisa sembarangan mengemudikannya. Sesekali Eross melirik perempuan itu dari kaca spion. Hemm, Eross hanya bergumam menyaksikan keelokan perempuan yang sedang tertidur pulas di dalam mobilnya.
Saat mendekati SPBU, Eross membelokkan mobilnya, mengisi BBM yang seharian terkuras tinggal beberapa tetes.