Mohon tunggu...
Mas Abim
Mas Abim Mohon Tunggu... -

KUN FAYAKUN.... PROF. NURDIN ABDULLAH FOR THE NEXT PRESIDENT RI 2019. IN SHA ALLAH... AAMIIN...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ayo Urunan Bayar Hutang LN Pemerintah Indonesia

4 Januari 2016   21:12 Diperbarui: 4 Januari 2016   21:37 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hutang Luar Negeri Pemerintah Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun dan lebih mengkhawatirkan lagi karena sebagian besar dalam bentuk mata uang dolar AS. Bisa dibayangkan kalau dolar AS semakin kuat, maka otomatis nilai utang itu akan semakin besar dan beban bunga juga turut membengkak. Hal ini tentu saja pertanda awan gelap akan menggelayuti masa depan Indonesia karena selain akan terus menggelayuti APBN, juga semakin menurunkan harkat diri bangsa karena pemerintah akan semakin mudah disetir oleh pihak asing yang memberikan pinjaman tersebut.

Tahun       Jumlah Hutang         Pembayaran Bunga

  2008      Rp. 1.636,74 Triliun          Rp. 88,43 Triliun

  2009      Rp. 1.590,66 Triliun          Rp. 93,78 Triliun

  2010      Rp. 1.681,66 Triliun          Rp. 88,38 Triliun

  2011      Rp. 1.808,95 Triliun          Rp. 93,20 Triliun

  2012      Rp. 1.975,42 Triliun          Rp. 99,94 Triliun

  2013      Rp. 1.979,75 Triliun          Rp. 113,24 Triliun

Terkait dengan rencana pemerintah untuk menarik dana dari masyarakat melalui selisih harga BBM dengan harga keekonomian dengan "payung hukum" Dana Ketahanan Energi, maka hal tersebut sebenarnya langkah yang positif, hanya saja akan lebih baik jika dana tersebut dialokasikan untuk menambah "daya" bayar pemerintah dalam mencicil hutang luar negeri, sehingga diharapkan semakin mempercepat pelunasan hutang luar negeri tersebut. Ibarat "bom waktu", hutang luar negeri tersebut harus secepatnya dijinakkan sebelum benar-benar meledak dan menyebabkan negara kita menjadi bangkrut.

Saat ini harga keekonomian Premium sebesar Rp6.950 per liter dari sebelumnya Rp7.300 per liter. Namun, karena dipungut dana ketahanan energi sebesar Rp200 per liter, maka harga Premium dibanderol Rp7.150 per liter. Demikian juga dengan Harga Keekonomian Solar kini sebesar Rp5.650 per liter dari sebelumnya Rp6.700 per liter. Namun karena dipungut dana ketahanan energi sebesar Rp300 per liter, maka harga Solar menjadi Rp5.950 per liter. Menurut hitung-hitungan penulis, dana yang sebaiknya dialokasikan untuk membayar hutang luar negeri Pemerintah Indonesia tersebut, sejatinya akan lebih besar lagi jika harga BBM tidak usah saja diturunkan, sehingga pungutan BBM jenis Premium menjadi Rp. 350 dan BBM jenis Solar menjadi Rp. 1050.

Alasan bahwa lebih baik tidak usah menurunkan harga BBM adalah karena penurunan tersebut menurut beberapa pihak akan sedikit sekali pengaruhnya, contohnya seperti dikutip dari situs okezone pernyataan dari Organisasi Gabungan Angkutan Darat (Organda) yang menilai, penurunan BBM sebesar Rp150 per liter untuk Premium dan Rp750 per liter untuk Solar tidak memiliki arti apa-apa karena tidak akan mempengaruhi perhitungan tarif angkutan umum. Senada dengan Marwan Batubara masih dikutip dari situs yang sama, mengatakan bahwa "Angkutan umum biasanya enggan untuk menurunkan tarif apabila pemerintah tidak menurunkan harga BBM dengan persentase yang besar", lebih lanjut Pengamat Energi ini menambahkan “Kalau tidak berdampak pada penurunan barang dan jasa akan percuma. Apalagi kalau penurunannya cuma sedikit. Masyarakat berharap penurunannya akan dirasakan dengan turunnya harga kebutuhan barang pokok dan transportasi”.

Hal yang sudah lumrah terjadi, harga-harga barang tidak terkecuali harga kebutuhan pokok dan transportasi, biasanya jika sudah terlanjur naik maka sulit sekali untuk turun, berbeda jika terjadi kenaikan harga BBM, maka pedagang cepat sekali merespon dengan menaikkan harga dagangannya dengan alasan harga BBM naik. Tapi jika harga turun mereka tetap keukeh tidak menurunkan harga barangnya dengan berbagai macam alasan: masih stok lama lah, ongkos angkutan yg tetap lah dan lain sebagainya.

Hmmm... Bayangkan jika dikalkulasi kebutuhan BBM dalam setahun 1.294.000 barel dengan 1 barel sebanyak 159 liter, maka jika dikali 365 hari, kemudian dikali dana pungutan premium sebesar Rp350 tiap liternya untuk premium dan Rp. 1050 tiap liternya untuk solar, ditambah lagi hasil dari pencabutan subsidi BBM yang sudah "dinikmati" pemerintah selama ini, ditambah lagi penghematan yang diperoleh Pertamina sebesar lebih dari US$ 1 per liter sejak pengadaan BBM dan minyak tidak lagi dilakukan melalui PES, anak usaha Petral yang beroperasi di Singapura. Maka percepatan pelunasan hutang luar negeri yang menggrogoti kekayaan alam Indonesia tapi memperkaya pihak asing itu bukan MUSTAHIL akan SEGERA terwujud. Apalagi dilansir dari beberapa situs berita yang dapat dipercaya, bahwa diperkirakan tren penurunan harga minyak mentah dunia akan terus berlanjut hingga beberapa tahun mendatang, hal ini tentu saja memperpanjang durasi pemerintah dalam memanfaatkan momen ini.

Jika sudah begini kenyataannya, apa salahnya jika kita bergotong royong memikul beban hutang negara tersebut, supaya tidak lagi dirasakan oleh anak cucu kita, toh kita sudah menyesuaikan diri dengan harga premium saat ini dan sudah terbiasa, ini semua untuk kita juga, semoga jika hutang negara kita sudah lunas, APBN kita tidak perlu lagi terbebani bunga yang segunung itu.

Demikian usul dari salah seorang warga negara Indonesia yang tidak ingin anak cucunya kelak, kehilangan kebanggaan terhadap bangsanya karena tidak ada lagi yang bisa dibanggakan, sebabnya Negerinya sudah digadai oleh Pemimpinnya dengan terus menerus berhutang sehingga tidak mungkin lagi bisa terbayar, karena kekayaan negerinya sudah habis untuk membayar bunga rentenir asing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun