Hutang Luar Negeri Pemerintah Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun dan lebih mengkhawatirkan lagi karena sebagian besar dalam bentuk mata uang dolar AS. Bisa dibayangkan kalau dolar AS semakin kuat, maka otomatis nilai utang itu akan semakin besar dan beban bunga juga turut membengkak. Hal ini tentu saja pertanda awan gelap akan menggelayuti masa depan Indonesia karena selain akan terus menggelayuti APBN, juga semakin menurunkan harkat diri bangsa karena pemerintah akan semakin mudah disetir oleh pihak asing yang memberikan pinjaman tersebut.
Tahun Jumlah Hutang Pembayaran Bunga
2008 Rp. 1.636,74 Triliun Rp. 88,43 Triliun
2009 Rp. 1.590,66 Triliun Rp. 93,78 Triliun
2010 Rp. 1.681,66 Triliun Rp. 88,38 Triliun
2011 Rp. 1.808,95 Triliun Rp. 93,20 Triliun
2012 Rp. 1.975,42 Triliun Rp. 99,94 Triliun
2013 Rp. 1.979,75 Triliun Rp. 113,24 Triliun
Terkait dengan rencana pemerintah untuk menarik dana dari masyarakat melalui selisih harga BBM dengan harga keekonomian dengan "payung hukum" Dana Ketahanan Energi, maka hal tersebut sebenarnya langkah yang positif, hanya saja akan lebih baik jika dana tersebut dialokasikan untuk menambah "daya" bayar pemerintah dalam mencicil hutang luar negeri, sehingga diharapkan semakin mempercepat pelunasan hutang luar negeri tersebut. Ibarat "bom waktu", hutang luar negeri tersebut harus secepatnya dijinakkan sebelum benar-benar meledak dan menyebabkan negara kita menjadi bangkrut.
Saat ini harga keekonomian Premium sebesar Rp6.950 per liter dari sebelumnya Rp7.300 per liter. Namun, karena dipungut dana ketahanan energi sebesar Rp200 per liter, maka harga Premium dibanderol Rp7.150 per liter. Demikian juga dengan Harga Keekonomian Solar kini sebesar Rp5.650 per liter dari sebelumnya Rp6.700 per liter. Namun karena dipungut dana ketahanan energi sebesar Rp300 per liter, maka harga Solar menjadi Rp5.950 per liter. Menurut hitung-hitungan penulis, dana yang sebaiknya dialokasikan untuk membayar hutang luar negeri Pemerintah Indonesia tersebut, sejatinya akan lebih besar lagi jika harga BBM tidak usah saja diturunkan, sehingga pungutan BBM jenis Premium menjadi Rp. 350 dan BBM jenis Solar menjadi Rp. 1050.
Alasan bahwa lebih baik tidak usah menurunkan harga BBM adalah karena penurunan tersebut menurut beberapa pihak akan sedikit sekali pengaruhnya, contohnya seperti dikutip dari situs okezone pernyataan dari Organisasi Gabungan Angkutan Darat (Organda) yang menilai, penurunan BBM sebesar Rp150 per liter untuk Premium dan Rp750 per liter untuk Solar tidak memiliki arti apa-apa karena tidak akan mempengaruhi perhitungan tarif angkutan umum. Senada dengan Marwan Batubara masih dikutip dari situs yang sama, mengatakan bahwa "Angkutan umum biasanya enggan untuk menurunkan tarif apabila pemerintah tidak menurunkan harga BBM dengan persentase yang besar", lebih lanjut Pengamat Energi ini menambahkan “Kalau tidak berdampak pada penurunan barang dan jasa akan percuma. Apalagi kalau penurunannya cuma sedikit. Masyarakat berharap penurunannya akan dirasakan dengan turunnya harga kebutuhan barang pokok dan transportasi”.