Perlahan-lahan pada diri perempuan itu telah hinggap rasa benci. Setiap kali malam tiba, ia selalu menyumpahi gelap. Dia membenci rembulan yang tak kunjung hadir dan singgah di pelupuk matanya. Jangankan untuk menemani lelahnya sepanjang malam, sekedar bertamu dan menanyai kabar dirinya pun tak lagi sudi. Dia dilanda kesunyian, kesunyian yang amat dahsyat dan menyakitkan. Â
"Oh bulan! Di manakah engkau?"
"Di manakah pula bintang-bintang?"
"Adakah kalian juga akan meninggalkan aku di sini?, seperti suami dan anakku?"
Tubuh renta perempuan itu menggigil. Nafasnya terasa sesak tertahan di pangkal kerongkongan. Di kejauhan, di dalam hujan yang lebat ia melihat sosok lelaki berjubah putih melambaikan tangan. Setapak demi setapak lelaki itu mendekat dan menghampirinya. Seketika pandangannya memudar, lalu lenyap untuk selama-lamanya.(*)
Bengkalis, 2017
Marzuli Ridwan Al-bantany, penyair dan cerpenisÂ
bermastautin di Bengkalis, Riau. Buku sastra kumpulan puisi tunggal perdananya berjudul "Menakar Cahaya". Sekarang tengah merampungkan sejumlah buku, yaitu buku kumpulan puisi dan cerpenÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H