Mohon tunggu...
Marwan
Marwan Mohon Tunggu... Penulis - Analis sosial dan politik

Pembelajar abadi yang pernah belajar di FISIP.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di Balik Kasus Trump; Peran George Soros dan Perang Rusia-Ukraina

5 April 2023   13:18 Diperbarui: 5 April 2023   13:32 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin ada yang bertanya, kenapa menyebut George Soros? Mungkin telah banyak yang kenal sosok ini tapi izinkan saya memberikan informasi singkat tentangnya karena ini berkaitan dengan pembahasan dalam artikel ini.

Soros merupakan miliarder globalis yang memiliki kemampuan ekonomi yang bisa mengancam stabilitas ekonomi dan politik suatu negara. 

Dalam krisis moneter 1997-1998, banyak pihak -- salah satunya Mahathir Mohammad, Perdana Menteri Malaysia saat itu -- menuding Soros sebagai penyebab krisis tersebut. 

Pasalnya, melalui perusahaan investasinya, Hedge Fund, dia melakukan aksi spekulasi keuangan yang menyebabkan jatuhnya Mata Uang Baht Thailand. 

Kejatuhan Baht memberikan efek domino ke negara-negara Asia lain termasuk terjadinya krisis moneter di Indonesia yang membuat Presiden Suharto Jatuh dari kekuasaan. 

Pada 1992 juga, Soros pernah "berperang" dengan Bank Sentral Inggris (Bank of England) yang dimenangkan olehnya. Saat itu, Bank Sentral Inggris mengalami kerugiaan yang cukup besar. Peristiwa itu kemudian dikenang sebagai Black Wednesday (Hari Rabu Kelam).

Peran Soros dalam Kasus Trump

Kini Soros sedang berkonflik dengan Trump. Trump menuduh Soroslah yang menjadi salah satu alasan kenapa Jaksa Distrik Manhattan New York, Alvin Bragg membawa kasus yang sedang menimpanya. 

Menurut CNN, Soros melalui yayasannya memberikan dukungan finansial bagi sebuah lembaga non-profit untuk kemudian membantu kampanye Jaksa Bragg pada 2021 agar terpilih menjadi Jaksa Distrik Manhattan tersebut.

Di antara puluhan kasus yang dituduhkan kepada Trump, terdapat kasus yang paling menonjol yang didakwakan terhadap Trump yakni kasus suap terhadap dua perempuan. 

Dua perempuan tersebut menerima uang tutup mulut agar tidak mengakui perselingkuhannya dengan Trump. 

Isu ini awalnya sempat memanas pada kampanye Pilpres Amerika 2016, saat Trump melawan Hillary Clinton Capres dari Partai Demokrat, tetapi isu itu tenggelam diduga karena pihak Trump telah menyuap kedua perempuan tersebut.

Bagi Trump, kasus yang tengah menimpa dirinya ini adalah siasat Partai Demokrat/Joe Biden melakukan persekusi politik terhadapnya. Hukum dipolitisasi untuk menghambat Trump bertarung dalam Pilpres 2024.

Trump VS Globalist di Perang Rusia-Ukraina

Pada Bulan Februari Trump melalui pidato untuk kampanye Pilpres 2024 tahun depan, seperti yang dikonfirmasi oleh Firstpost, mengatakan bahwa para elit globalis Amerika seperti yang berada di Departemen Pertahanan (Pentagon), industri militer dan politisi lainnya sebagai penyebab terjadinya invasi Rusia ke Ukraina. 

Dia mengatakan jika terpilih jadi presiden di 2024, di akan memecat orang-orang tersebut. Trump menyadari, perang bisa dihentikan jika elit-elit ini disingkirkan.

Sementara itu, tanggapan yang berbeda datang dari Soros. Dalam Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Swiss 2022 seperti dirilis oleh berbagai media internasional, Soros mengatakan bahwa untuk menghentikan perang Rusia-Ukraina, Putin harus dikalahkan. Artinya perang harus tetap berjalan dengan terus mempersenjatai Ukraina dan berbagai bantuan lainnya.

Jika dilihat lebih dalam, terdapat perbedaan kedua tokoh ini (baca: Trump dan Soros). 

Trump adalah seorang nasionalis. Karakter Trump tersebut dapat dilihat dari tagline Make America Great Again (MAGA) yang digunakan saat kampanye Pilpres 2016 dan 2020 serta ketika menjadi presiden Amerika (2016-2020). 

Slogan ini pun juga masih digunakan dalam kampanye Pilpres 2024. Dalam penjabarannya, MAGA akan lebih memprioritaskan kepentingan nasional Amerika di atas segalanya. 

Inilah alasan Trump kenapa perang dagang dilancarkan ke China, menyalahkan presiden pendahulunya karena selama ini sering menganakemaskan Eropa, dan menarik diri dari Paris Agreement 2015, sebuah perjanjian penanganan krisis iklim global yang ditandatangani di Paris, Prancis. 

Demikian juga alasan kenapa dia ingin memecat "penjual" perang di kalangan elit politik Amerika karena telah banyak uang dihambur-hamburkan ke Ukraina melalui "bantuan" ekonomi dan militer (senjata). Sementara itu, banyak masalah ekonomi dalam negeri Amerika yang harus diprioritaskan.

Sementara itu, Soros adalah seorang globalis, sama seperti elit-elit yang berada di Pemerintahan dan Industri Keamanan Amerika yang disinggung oleh Trump. Biasanya, mereka lebih memprioritaskan kepentingan ekonomi dan politiknya baik secara individu maupun kelompok. 

Bagi Soros -- seperti telah disinggung sebelumnya -- perang harus tetap dilancarkan dengan dalih bahwa Putin hanya bisa dikalahkan dengan cara ini. Tidak peduli berapa jumlah uang yang harus dikeluarkan Amerika untuk biaya perang di Ukraina. Tidak peduli juga berapa nyawa manusia yang harus berjatuhan. 

Sementara itu, seperti diketahui bahwa di balik perang, ada industri keamanan (militer) yang semakin kaya raya karena produknya seperti senjata dan peralatan militer lainnya menjadi laku keras.

Putin VS Soros

Tahun 2015, Rusia melarang keberadaan yayasan/LSM milik Soros seperti Open Society Foundation dan Open Society Institute Assistance Foundation. Rusia menganggap yayasan tersebut adalah ancaman bagi keamanan negara dan konstitusi. 

Yayasan ini juga beroperasi di Ukraina bahkan membantu Ukraina sejak lepas dari Uni Soviet tahun 1991. Bantuan terhadap Ukraina tersebut bagaimanapun juga ikut berkontribusi pada terjadinya Revolusi Oranye 2004 yang menentang hasil pemilu yang dimenangkan Kandidat Pro-Rusia dan juga kudeta Presiden Viktor Yanukovych yang Pro-Rusia tahun 2014 lalu. 

Bisa dikatakan yayasan Soros di Ukraina memiliki andil untuk menjauhkan negara ini dari Rusia. Bahkan jika ditelusuri lebih jauh, bibit perang Rusia-Ukraina hari ini tersemai sejak Revolusi Oranye 2004 tersebut.

Oleh karena itu, spekulasi hadir bahwa terjeratnya Trump dalam persoalan hukum merupakan upaya kelompok globalis untuk terus menjalankan perang di Ukraina. Pasalnya, jika trump menang maka misi mereka akan terhambat. 

Trump ingin menghentikan perang dengan caranya sendiri yang berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para globalis seperti Soros dan kawan-kawan.
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun