Hong Kong kini menjadi salah satu perhatian dunia dengan demonstrasi yang sudah lebih dari dua bulan belum usai. Demonstrasi yang di lakukan oleh gerakan Pro Demokrasi ini dipicu oleh upaya pemerintah dan anggota parlemen Hong Kong untuk melegalisasi Undang-Undang (UU) ekstradisi. UU ini akan memberikan wewenang kepada pemerintah Hong Kong untuk mengirim pelaku pelanggar hukum di Hong Kong ke China daratan (Mainland China) untuk diadili.
Sementara itu, sistem peradilan di China daratan dinilai tidaklah independen karena dalam kendali Partai Komunis China sebagai satu-satunya partai politik di China daratan. Bahkan melalui mekanisme dalam Partai ini juga presiden ditentukan.
Oleh karena itu, UU ekstradisi ini dinilai sebagai upaya pembungkaman para gerakan pro demokrasi Hong Kong. Atau Upaya memperkuat cengkraman China daratan atas Hong Kong.
Jamak diketahui, Hong Kong adalah bagian dari China setelah diserahkan oleh Inggris di tahun 1997. Namun, penyerahan itu bersyarat. Salah satunya adalah Hong Kong tetap dibiarkan menganut sistem demokrasi yang liberal meskipun pemerintah pusat atau China daratan memberlakukan sistem komunis. Model sistem seperti ini kemudian dikenal dengan "Satu Negara dengan Dua Sistem".
Sebenarnya demonstrasi besar juga pernah terjadi di tahun 2014 yang dikenal dengan "Gerakan Payung". Dikatakan demikian karena saat itu para demonstran menggunakan payung sebagai symbol gerakan. Sayangnya, gerakan itu tidak berlangsung lama karena pemerintah Hong Kong berhasil meredam.
Namun, meskipun demonstrasi itu berhasil dihentikan, tidak berarti semangat perlawanan juga berakhir. Perlawanan itu ibarat api dalam sekam. Terus ada dan malah semakin membara.
Tidak mengherankan, api dalam sekam yang terus dipanaskan dengan perlakuan pemerintah China pusat ke pada Hong Kong sehingga gerakan itu meledak kembali, dengan pemicu adalah UU ekstradisi.
Gerakan kali ini malah lebih besar dibanding tahun 2014. Berbagai upaya pemerintah Hong Kong menghentikan dan taktik intelijen yang dilakukan oleh pemerintah China pusat, namun tidak berhasil menghentikan gerakan ini.Â
Apalagi para demonstran juga punya variasi motode dalam melakukan aksi-aksinya sehingga membuat pemerintah dan pasukan keamanan cukup kewalahan.
Hong Kong yang Akan Datang
Survei yang dilakukan oleh Hong Kong University cukup menggambarkan bagaimana ketidaksetujuan muda-mudi Hong Kong atas perlakukan Pemerintah China daratan.
Survei itu menyebutkan bahwa hanya 3,1% pemuda Hong Kong di bawah 30 tahun yang mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari China daratan. Mayoritas dari mereka menggap diri sebagai orang Hong Kong.Â
Sebenarnya, alasannya cukup gamblang yakni mereka sudah terbiasa hidup dalam iklim sosial politik yang menjunjung tinggi kebebasan dalam naungan demokrasi liberal, dimana salah satunya mereka bebas mengekspresikan pendapat yang kritis kepada pemerintah.
Sebaliknya, sistem komunis tidak terlalu permisif bahkan melarang kebebasan semacam ini.
Kelompok masyarakat yang memiliki ikatan kuat dengan China daratan adalah kaum tua yang perannya kian tergerus. Pada saat yang sama generasi milenial Hong Kong kian mendapatkan ruang dalam peran-peran dalam ekonomi, politik dan kemasyarakat.Â
Terlebih lagi, populasi kaum tua juga akan semakin menurut dalam tahun-tahun mendatang sedangkan genarasi-generasi baru akan lahir. Orang tua genarasi baru ini adalah mereka yang kini menikmati kebebasan atau mereka yang sedang melakukan demonstrasi sekarang ini. Akan sangat sulit dan akan menimbulkan pemberontakan yang massif jika kerang kebabasan ini tiba-tiba ditutup dalam kerangka sistem komunisme China daratan.
Meskipun saat ini cukup pelik menghentikan demonstrasi, pemerintah China daratan mengindikasikan akan menggunakan kekuatan militer untuk menangani demonstrasi tersebut. Itu diperlihatkan melalui video-video peralatan militer dan latihan militer oleh pihak pemerintah China daratan. Bahkan, banyak yang melihat bahwa peristiwa Tiananmen tahun 1989 akan berulang kembali atau Tiananmen Jilid 2.Â
Peristiwa Tiananmen adalah pemberangusan para kelompok pro demokrasi yang tengah melakukan demonstrasi di Lapangan Tiananmen oleh pemerintah China dengan kekuatan militer. Saat itu korban meninggal cukup banyak dan menjadi luka pelanggaran HAM China yang belum selesai.
Perlu juga diketahui, dalam perjanjian penyerahan Hong Kong oleh Inggris ke China daratan termaktub klausul bahwa Hong Kong akan diintergrasikan penuh ke dalam wilayah China daratan di tahun 2047 nanti. Banyak pihak di Inggris melihat bahwa dengan waktu yang cukup lama tersebut maka dengan sendirinya Hong Kong tidak akan bisa lagi diintegrasikan.Â
Alasannya, rakyat Hong Kong akan terlena dengan kebebasan yang telah dimiliki sehingga tidak akan bersedia hidup dalam sistem komunisme yang mengekang kebebasan.Â
Peran Amerika dan Faktor Internasional
Sudah jadi rahasia umum Amerika selalu mendukung gerakan-gerakan demokrasi yang menentang sebuah pemerintahan yang menghambat kepentingannya. Di tengah perang dagang yang lancarkan oleh Presiden Donal Trump, China cukup kerepotan.Â
Meskipun negosiasi antara kedua negara terus diupayakan, namun Trump semakin menggencarkan perang dagang tersebut seperti menaikan tarif impor barang dari China dan upaya menghambat perkembangan perusahan raksasa telekomunikasi China Huawei.
Melihat apa yang terjadi di Hong Kong, Amerika semakin mendapat "peluru" untuk menghantam China. Atas nama demokrasi, Amerika mengambil posisi yang tegas untuk mendukung para demonstrator dan mengecam China atas perlakuannya pada para gerakan pro demokrasi tersebut.Â
Amerika melihat di tengah hambatan ekonomi China akibat perang dagang, mendukung demonstrasi Hong Kong akan membuat China semakin tertekan secara ekonomi dan politik. Apalagi Hong Kong adalah salah satu pusat keuangan terbesar dunia dan berkonstribusi besar pada perekonomian China.
Belakangan, seperti dimuat  di beberapa media internasional, diplomat Amerika di Hong Kong melakukan pertemuan dengan tokoh pro demokrasi Hong Kong. Pertemuan itu dikecam oleh China yang menyebutnya sebagai bagian dari intervensi internasional atas persoalan domestik China.
Namun, Amerika membantah bahwa pertemuan itu sudah rutin dan hal biasa dilakukan. Di kesempatan lain juga, terlihat beberapa demonstran membawa bendera Amerika saat melakukan aksinya.
Hal lain yang masih dipersoalkan China sebagai upaya intervensi Amerika adalah masalah Taiwan. Taiwan yang oleh China dianggap adalah bagian dari China, cukup geram melihat Amerika terus memasok senjata ke negara/wilayah yang menganut sistem demokrasi ini.
Sedangkan di sisi lain, Taiwan tetap bersikeras bahwa dirinya adalah negara yang berdaulat dan bukan bagian dari China.
Faktor Internasional lain adalah sorotan dan tekanan dari berbagai kekuatan-kekuatan dunia termasuk aliansi-aliansi tradisional Amerika. Mereka terus menyaksikan apa yang sedang terjadi di Hong Kong.
Karenanya, China tidak akan secara leluasa menggunakan upaya-upaya yang bisa melanggar HAM di Hong Kong.
Penulis melihat, meskipun nanti demonstasi ini akan berhasil diredam, tidak serta merta akan hilang begitu saja. Selama tuntutan para demonstran tidak dipenuhi, maka gerakan-gerakan semacam ini masih akan terjadi di waktu-waktu mendatang.
Tuntutan pun tidak hanya sekedar penghapus sama sekali usulan UU ekstradisi melainkan sudah meluas pada demokratisasi di banyak sektor, termasuk menginginkan pemilihan Pimpinan Hong Kong secara lebih demokratis tanpa intervensi China daratan.
Selama ini kandidat-kandidat pemimpin Hong Kong dipilih melalui proses seleksi dari Pemerintah China daratan agar nantinya mudah dikendalikan.
Dengan realitas seperti ini, keinginan para kelompok pro demokrasi ini akan sangat sulit dipenuhi oleh pemerintah Hong Kong maupun China daratan.
Belum lagi seperti disinggung sebelumnya bahwa orang-orang yang terlibat dalam demonstrasi ini adalah orang-orang yang sudah nyaman dengan kehidupan bebas di bawah naungan demokrasi.
Ini akan menjadi pekerjaan berat Pemerintah China daratan dalam menangani Hong Kong apalagi mengintegrasikan dalam sistem yang lebih ketat seperti komunisme, yang salah satunya terwujud dalam dalam UU ekstradisi.
~Makassar, 15 Agustus 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H