Keprihatinannya yang besar kepada pendidikan dasar mendorongnya untuk mendirikan suatu sekolah eksperimen di Yogyakarta. Di situ Romo Mangun turun tangan mendidik anak-anak miskin untuk mengenal ilmu dan menemukan hidup itu sendiri sejak masih kanak-kanak. Dia tidak berilusi bahwa mendidik anak-anak dengan pikiran seperti yang diembannya itu bisa dilepaskan dari seluruh lingkungan sosial dan politik di kelilingnya.
Pada dasarnya, Romo Mangun adalah seorang rohaniwan. Akan tetapi agama baginya bukan suatu doktrin. Baginya agama adalah hubungan manusia dengan Sang Khalik, dan kehidupan itu sendiri.Â
Dalam pengertian itu yang paling menentukan baginya bukan religi yang lebih mementingkan organisasi dan formalitas. Organisasi memberikan batas-batas, formalitas memberikan rumusan-rumusan yang pada dasarnya tidak lain dari batas-batas. Akan tetapi religiositas tidak sempit.Â
Religiositas membuka batas, menyatukan. Dalam hubungan itu apa yang dikatakan Kiai Haji Said Aqil Siraj pada Seminar di Istora Senayan 6 September 1998 sangat tepat.Â
Pada seminar bersama Romo Mangun, Kiai Aqil Siraj mengatakan: "Saya seagama dengan Soeharto tetapi kami tidak seiman. Saya berbeda agama dengan Romo Mangun, akan tetapi kami seiman."
Romo Mangun sampai akhir hayatnya, adalah seorang aktivis politik. Naluri berpolitiknya sangat tajam. Atau lebih tepat bila dikatakan bahwa nalurinya sebagai seorang aktivis politik hampir tak tertandingkan. Dia menyatukan semua yang dikatakan di atas di dalam suatu praktik hidup. Apa yang menjadi pandangan sastranya diterjemahkan ke dalam politiknya. Apa yang menjadi pandangannya dalam Pendidikan diterjemahkan ke dalam politiknya. Apa yang menjadi pandangan agamanya diterjemahkan ke dalam politiknya. Bahkan apa yang diyakininya dalam arsitekturnya diterjemahkan ke dalam politiknya.
Romo Mangun tidak pernah bermimpi untuk mencari dan memegang kekuasaan. Tetapi dengan itu dia menjadi kritik kekuasaan yang sangat efektif. Di dalam seluruh peristiwa yang menggemparkan ketika ribuan petani seperti dihanyutkan air Kedungombo, dia praktis tampil berada di balik rakyat biasa yang akan dihancurkan itu dan berbaur dengan mereka untuk membelanya.
Ketika bangunan yang dirancang dan didirikannya, di Kali Code, Yogyakarta, terancam akan digusur pemerintah, dia memberikan protes terbuka dan mengancam akan melakukan mogok makan sampai mati. Yang terjadi kelak adalah seluruh program pemerintah itu dibatalkan.
Aktivitas politik pribadinya sebelumnya ajal merenggutnya, adalah komitmen penuh bagi reformasi. Sebagai reformis sejati semuanya ditarik menjadi karya pribadinya.Â
Dalam salah satu bentuknya dia menulis surat pribadi yang sangat menyentuh kepada Presiden Habibie. Dia mengajak presiden untuk menyelenggarakan suatu pemilihan umum yang ditangani lembaga independen. Namun, dari semuanya adalah keterlibatan pribadinya secara penuh dalam politik Timor Timur.Â
Timor Timur adalah suatu tragedi. Bagi Indonesia sendiri kasus Timor Timur adalah kekeliruan. Dia mendesak presiden agar Indonesia harus berubah pandangan dan menghentikan kekerasan di Timor Timur untuk menjaga muka di depan dunia internasional.