Dari Tim Muhaqqiq kitab Al-Mathalibul Aliyah mengatakan: dan dengan demikian maka hadits yang seperti hadits Anas yang menunjukkan berdiam diri di tempat shalat setelah shalat fajar sampai terbit matahari mengingat Allah, (statusnya) tidak kurang dari hasan lighairihi (Al-Mathalibul Aliyah dengan Tahqiqi juz 4 hal 259)
Syaikh Abdul Aziz bin Baz juga mengatakan: "hadits ini memiliki jalur-jalur "la ba'tsa biha" (yang tidak mengapa), dengan demikian dianggap wilayah "hasan li ghairihi". (Majmu' Fatawa Bin Baz juz 25 hal 171).
Makna Hadits
Makna hadits dari Anas di atas, melaksanakan shalat dua raka'at dengan pendahuluan yaitu: shalat Subuh berjama'ah -- dalam salah satu hadits syahid mengatakan di masjid -- dan tidak beranjak dari tempatnya, dengan melakukan dzikir sampai terbit matahari. Setelah  tinggi matahari sekitar satu tombak ---atau sekitar 15 menit semenjak terbit matahari--- melaksanakan shalat dua raka'at. Para ulama menyebutnya dengan shalat Isyraq, sebagian kita menyebutnya shalat Syuruq. Artinya shalat yang dilaksanakan sesaat setelah matahari terbit.
Pahala seperti pahala haji dan Umrah diraih oleh orang yang melaksanakan shalat dua raka'at -- salah satu riwayat di masjid -- berdasar hadits hasan lighairihi atau hasan seperti yang dikatakan oleh At-Tirmidzi dan Al-Albani -- yang di awali dengan shalat Shubuh berjama'ah dilanjutkan dengan dzikir, dan tidak beranjak dari tempatnya sampai melaksanakan shalat dua raka'at tersebut.Â
Dalam hadits Muslim no 670, para sahabat berbincang-bincang dengan Rasulullah saw sampai terbit matahari. Dan di antara perbincangannya tentang masa lalu jahiliyyah, sehingga mereka tertawa dan Rasulullah saw tersenyum. Tanpa menyebutkan shalat dua raka'at dan balasannya.
Hukum Shalat Isyraq
Para ulama sepakat tentang adanya shalat Isyraq, shalat dua raka'at sesaat -- sekitar 15 menit -- setelah matahari terbit. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang status shalat tersebut, apakah merupakan bagian dari shalat Dhuha atau shalat tersendiri yang bukan bagian dari shalat Dhuha.
Imam Al-Ghazali : Shalat Isyraq Berbeda dengan Shalat Dhuha
Hujjatul Islam imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya' Ulumiddin memahami dua shalat tesebut berbeda. Dan pendapat yang mengatakan berbeda antara kedua shalat tersebut sepertinya dinisbatkan kepada beliau.
Beliau mengatakan: "Dan bahwasanya yang utama shalat dua raka'at saat matahari, yaitu apabila matahari sudah terbentang dan tinggi sekitar setengah tombak. Dan shalat empat, enam, atau delapan raka'at apabila anak unta atau lembu yang sudah disapih merasa kepanasan dan kaki terkena matahari tersebab panas matahari".