Mohon tunggu...
Maruasas Sianturi
Maruasas Sianturi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Widyaiswara P4TK bidang bangunan dan listrik Medan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menumbuhkan Sikap Wirausaha dalam Pembelajaran

9 Januari 2017   09:07 Diperbarui: 9 Januari 2017   09:42 4544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Oleh: Maruasas Sianturi

Widyaiswara P4TK Medan

Pendahuluan

Pendidikan kewirausahaan di Indonesia masih kurang memperoleh perhatian yang cukup memadai, baik oleh dunia pendidikan maupun masyarakat. Banyak pendidik yang kurang memperhatikan penumbuhan sikap dan perilaku kewirausahaan sasaran didik, baik di sekolah-sekolah kejuruan, maupun di pendidikan profesional. Orientasi mereka, pada umumnya hanya pada menyiapkan tenaga kerja.

Dari lain, secara historis masyarakat kita memiliki sikap feodal yang diwarisi dari penjajah Belanda, ikut mewarnai orientasi pendidikan kita. Sebagian besar anggota masyarakat mengaharapkan output pendidikan sebagai pekerja, sebab dalam pandangan mereka bahwa pekerja (terutama pegawai negeri) adalah priyayi yang memiliki status social cukup tinggi dan disegani oleh warga masyarakat. Lengkaplah sudah, baik pendidik, institusi pendidikan, maupun masyarakat, memiliki persepsi yang sama terhadap harapan ouput pendidikan.

Sebagai negara sedang berkembang, Indonesia termasuk masih kekurangan wirausahawan. Hal ini dapat dipahami, kerena kondisi pendidikan di Indonesia masih belum menunjang kebutuhan pembangunan sektor ekonomi. Perhatikan, hamper seluruh sekolah masih didominasi oleh pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran yang konvensional. Mengapa hal itu dapat terjadi? Di satu sisi institusi pendidikan dan masyarakat kurang mendukung pertumbuhan wirausahawan. Di sisi lain, banyak kebijakan pemerintah yang tidak dapat mendorong semangat kerja masyarakat, misalkan kebijakan harga maksimum beras, maupun subsidi yang berlebihan yang tidak mendidik perilaku ekonomi masyarakat.

Sejalan dengan kurangnya wirausahawan di negara kita, pada kesempatan ini kita akan mencoba untuk menemukan model hipotetis yang mungkin dapat diterapkan pada program pendidikan bisnis melalui pembelajaran yang menumbuhkan sekaligus mengembangkan sikap positif terhadap wirausahawan, dengan harapan bahwa di kemudian hari banyak tumbuh wirausahawan baru yang dapat mendukung program pembangunan ekonomi di Indonesia. Dengan catatan, bahwa kebijakan pemerintah diasumsikan dapat menunjang kebijakan pendidikan wirausahawan. Sebagai negara sedang berkembang, Indonesia termasuk masih kekurangan wirausahawan.

Hal ini dapat dipahami, kerena kondisi pendidikan di Indonesia masih belum menunjang kebutuhan pembangunan sektor ekonomi. Perhatikan, hampir seluruh sekolah masih didominasi oleh pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran yang konvensional. Mengapa hal itu dapat terjadi? Di satu sisi institusi pendidikan dan masyarakat kurang mendukung pertumbuhan wirausahawan. Di sisi lain, banyak kebijakan pemerintah yang tidak dapat mendorong semangat kerja masyarakat, misalkan kebijakan harga maksimum beras, maupun subsidi yang berlebihan yang tidak mendidik perilaku ekonomi masyarakat.

Sejalan dengan kurangnya wirausahawan di negara kita, pada kesempatan ini kita akan mencoba untuk menemukan model hipotetis yang mungkin dapat diterapkan pada program pendidikan bisnis melalui pembelajaran yang menumbuhkan sekaligus mengembangkan sikap positif terhadap wirausahawan, dengan harapan bahwa di kemudian hari banyak tumbuh wirausahawan baru yang dapat mendukung program pembangunan ekonomi di Indonesia. Dengan catatan, bahwa kebijakan pemerintah diasumsikan dapat menunjang kebijakan pendidikan wirausahawan.

  • SIKAP DAN PERILAKU

1. Pengertian sikap dan perilaku

Banyak sosiolog dan psikolog memberi batasan bahwa sikap merupakan kecenderungan individu untuk merespon dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan sosial. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar, posotitif atau negatif terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya (Howard dan Kendler, 1974; Gerungan, 2000). Gagne (1974) mengatakan bahwa sikap merupakan suatu keadaan internal (internal state) yang mempengaruhi pilihan tidakan individu terhadap beberapa obyek, pribadi, dan peristiwa. Masih banyak lagi definisi sikap yang lain, sebenarnya agak berlainan, akan tetapi keragaman pengertian tersebut disebabkan oleh sudut pandang dari penulis yang berbeda.

Namun demikian, jika dicermati hampir semua batasan sikap memiliki kesamaan padang, bahwa sikap merupakan suatu keadaan internal atau keadaan yang masih ada dalam dari manusia. Keadaan internal tersebut berupa keyakinan yang diperoleh dari proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan yang mereka dapatkan, sebagaimana pendapat Piaget’s tentang proses perkembangan kognitif manusia. Keyakinan diri inilah yang mempengaruhi respon pribadi terhadap obyek dan lingkungan sosialnya. Jika kita yakin bahwa mencuri adalah perbuatan tercela, maka ada kecenderungan dalam diri kita untuk menghindar dari perbuatan mencuri atau menghidar terhadap lingkungan pencuri. Jika seseorang meyakini bahwa dermawan itu baik, maka mereka merespon positif terhadap para dermawan, dan bahkan mungkin ia akan menjadi dermawan.

Sekilas, di atas terlihat bahwa antara sikap dan perilaku ada kesamaan. Oleh karena itu, psikolog sosial, seperti Morgan dan King, Howard dan Kendler, serta Krech dkk., mengatakan bahwa antara sikap dan perilaku adalah konsisten. Apakah selalu bahwa sikap konsisten dengan perilaku? Seharusnya, sikap adalah konsisten dengan perilaku, akan tetapi karena banyaknya faktor yang mempengaruhi perilaku, maka dapat juga sikap tidak konsisten dengan perilaku.

Dalam keadaan yang demikian terjadi adanya desonansi nilai. Para psikolog, di antaranya Morgan dan King, Howard dan Kendler, Krech, Crutchfield dan Ballachey, mengatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan hereditas. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku adalah beragam, di antaranya pendidikan, nilai dan budaya masyarakat, politik, dan sebagainya. Sedang faktor hereditas merupakan faktor bawaan seseorang yang berupa karunia pencipta alam semesta yang telah ada dalam diri manusia sejak lahir, yang banyak ditentukan oleh faktor genetik. Kedua factor secara bersama-sama mempengaruhi perilaku manusia. Jika kita ingin menumbuhkan sikap, kita harus memadukan faktor bawaan berupa bakat dan factor lingkungan pendidikan dan belajar. Pandangan ini sejalan dengan hokum konvergensi perkembangan yang menyeimbangkan antara faktor bawaan dengan faktor lingkungan, tanpa mengorbankan satu faktorpun.

Jika seorang pendidik menginginkan menumbuhkan sikap sasaran didik,  seharusnya mengetahui bakat yang ada pada sasaran didik, keinginan sasaran didik, nilai dan pengetahuan yang seharusnya didapat sasaran didik, serta lingkungan lain yang kondusif bagi penumbuhan sikap mereka, termasuk lingkungan politik. Keadaan ini sulit dilakukan, tetapi harus diusahakan. Jika kita ingin pendidikan berkembang dan bermanfaat bagi masyarakat, maka kita tidak boleh diam. Apapun hasilnya, pendidik harus berusaha melakukan inovasi proses pendidikan. Perlu disadari, bahwa segala sesuatu membutuhkan proses yang cukup panjang untuk mencapai suatu keberhasilan.

Sebagaimana diketahui oleh umum, bahwa sistem pendidikan kita masih bersandar pada prinsip, teori, dan konsep behavioristik. Konsep dan teori terbut jika diaplikasikan dalam pendididikan kejuruan dan profesi, sudah tidak relevan lagi.

Model pendidikan klasikal, seperti yang sekarang ini banyak diterapkan, berangkat dari konsep behavioristik, sulit untuk menumbuhkan sikap wirausaha. Pada masa pembangunan, seperti terjadi di negara kita pada saat ini, sangat membutuhkan tenaga wirausahawan untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan demikian, manakala kita masih mempertahankan model pendidikan behavioristik, tidak akan mampu menumbuhkan wirausahawan yang menjadi pelaku pembangunan ekonomi nasional yang handal. Dengan demikian, perubahan sistem dan model pendidikan, khususnya dalam pendidikan bisnis, perlu dilakukan, yang mengarah pada pembelajaran kewirausahaan.

2.   Menumbuhkan dan Mengembangkan Sikap

Bagaiman sikap dapat ditumbuhkan? Seperti di atas dijelaskan, bahwa sikap dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui proses belajar. Dalam proses belajar tidak terlepas dari proses komunikasi dimana terjadi proses transfer pengetahuan dan nilai. Jika sikap merupakan hasil belajar, maka kunci utama belajar sikap terletak pada proses kognisi dalam belajar siswa. Menurut Bloom, serendah apapun tingkatan proses kognisi siswa dapat mempengaruhi sikap (Munandar, 2002). Namun demikian, tingkatan kognisi yang rendah mungkin saja dapat mempengaruhi sikap, tetapi sangat lemah pengaruhnya dan sikap cenderung labil.

Proses kognisi yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap secara signifikan, sejalan dengan taksonomi kognisi Bloom, adalah pada taraf analisis, sintesis, dan evaluasi. Pada taraf inilah memungkinkan sasaran didik memperoleh nilai-nilai kehidupan yang dapat menumbuhkan keyakinan yang merupakan kunci utama untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap. Melalui proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan, pengalaman, dan nilai ke dalam otak sasaran didik, seperti pendapat Pieget, pada gilirannya akan menjadi referensi dalam menanggapi obyek atau subyek di lingkungannya.

Pertanyaan yang muncul, apakah semua informasi dapat mempengaruhi sikap?

Tidak semua informasi dapat mempengaruhi sikap. Informasi yang dapat mempengaruhi sikap sangat tergantung pada isi, sumber, dan media informasi yang bersangkutan. Dilihat dari segi isi informasi, bahwa informasi yang menumbuhkan dan mengembangkan sikap adalah berisi pesan yang bersifat persuasif. Dalam pengertian, pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi haruslah memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keyakinan sasaran didik, meskipun sebenarnya keyakinan tersebut akan didapat siswa sendiri melalui proses belajar. Seperti telah disebutkan di atas, bahwa untuk dapat memberikan pesan yang persuasif kepada sasaran didik haruslah dibawa pada obyek telaah melalui proses penganalisaan, pensintesisan, serta penilaian, yang dilakukan sasaran didik untuk memperoleh keyakinan. Langkah ini akan dapat berhasil manakala dilaksanaan secara individual, dan dibawa ke model belajar sambil bekerja yang selaras dengan motivasi, minat dan bakat sasaran didik.

Dengan demikian, proses belajar-mengajar klasikal, misalkan dengan ceramah, efektivitasdalam menumbuhkan sikap perlu dipertanyakan. Sumber informasi sangat berpengaruh pada penumbuhan sikap. Di samping informasi dari buku teks, mungkin juga dari fakta empirik, guru atau pendidik juga merupakan sumber belajar. Kualitas sumber informasi sangat berpengaruh pada penumbuhan keyakinan siswa. Karena itu kualitas informasi sangat menentukan perolehan pengalaman yang memandai, yang dibutuhkan untuk mengembangkan cakrawala pandang. Demikian juga fakta empirik, harus diberikan. Fakta empiric merupakan informasi sekaligus bahan belajar yang sangat berharga yang dapat dipelajari, dianalisis oleh siswa untuk memperoleh pengalaman dan untuk menambah keyakinan mereka. Di samping itu, guru juga memiliki peranan yang kuat dalam menumbuhkan sikap, karena gurulah yang berkomunikasi langsung dan sekaligus merupakan preferensi bagi siswa. Oleh karena itu, kualitas guru, baik dilihat dari kemampuan, keluasan wawasan, pengusaaan pengetahuan teoritis dan praktis diperlukan. Di sinilah peran guru sebagai fasilitator, inovator, motivator, dapat dimainkan. Dengan demikian, dalam model belajar yang diharapkan di sini membutuhkan keragaman sumber informasi.

Dengan sumber informasi yang beragam siswa dapat menentukan pilihan yang sesuai dengan minat, motivasi, serta bakat mereka. Dengan cara inilah, siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan dan informasi yang akan mereka gunakan untuk

penganalisaan situasi dan fakta untuk mendapatkan nilai-nilai yang bermanfaat

bagi hidupnya. Selanjutnya, tentang media, bahwa tidak setiap media informasi dapat mempengaruhi sikap siswa. Karena itu adalah mutlak bagi guru untuk mencari buku teks maupun sejenisnya yang dapat mempengaruhi keyakinan siswa. Banyak buku teks yang isinya terlihat diam dan menjemukan. Tidak menumbuhkan gairah keingin tahuan, dan tidak dapat mempersuai pembaca. Isi buku teks hanyalah suatu onggokan konsep dan teori yang boleh dikata, kurang ada manfaatnya bagi kehidupan. Oleh karena itu, media informasi haruslah di cari oleh guru yang benar-benar bisa menumbuhkan gairah keingin tahuan siswa dan bersifat persuasif. Dengan demikian, di samping buku teks, media informasi lain harus dicari.

Banyak buku-buku fiksi, biografi (misalkan cash-flow Quadrant, chicken shop, Business Combat), cerita persaingan Pepsi-Colla dengan Coca-Colla, Raja Komputer AS Bill Gates, bagaimana perusahaan multinasional dapat mempengaruhi perekonomian dunia, dan sebagainya. Mungkin juga hasil-hasil penelitian yang dipublikasikan dalam internet, jurnal ilmiah, dan sebagainya dapat dimanfaatkan. Kreativitas guru dalam menumbuhkan keyakinanan siswa sehingga sikap dapat dibentuk seperti yang harapan siswa sangatlah dibutuhkan, terlebihlebih lagi jika dikaitkan dengan usaha untuk menumbuhkan motivasi dan keinginan yang kuat untuk berkembang, ulet, berani mengambil risiko, selalu mengansipasi perubahan, dan sebagainya.

Orientasi guru tidak lagi berorientasi pada apa yang diharapkan guru, penumpukan konsep dan materi yang berlebihan yang tidak ada manfaatnya bagi hidup, tetapi harus beorientasi pada apa yang siswa harapkan dan pengetahuan yang benar-benar bermanfaat bagi hidup siswa pada masa mendatang. Dengan cara inilah kemungkinan besar pendidikan dapat membawa ouputnya yang benar-benar memiliki keunggulan, inovatif, jika terjun dalam dunia kerja.

B. PROSES PENDIDIKAN WIRAUSAHAWAN

Proses pendidikan tidak lepas dengan peroses pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu usaha untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi belajar siswa (Gagne dan Briggs, 1974). Dari batasan ini tampak bahwa proses dalam belajar dan pembelajaran sasaran utamanya adalah pada proses belajar sasaran didik atau siswa. Demikian juga dalam Quantum Learning, maupun Revolusi Cara Belajar, dalam pendidikan harus mengutamakan belajar siswa secara aktif. Dari berbagai pendapat di atas terlihat bahwa seharusnya dalam proses belajar dan pembelajaran yang memiliki peran aktif adalah siswa, bukan guru. Guru sebagai fasilitator berperan untuk menciptakan suasana dan lingkungan sekitar yang dapat menunjang belajar siswa sesuai dengan minat, bakat, dan kebutuhannya.

Dengan kata lain, dalam berbagai referensi yang sekarang sedang ramai dibicarakan, adalah proses pembejaran individual, atau individual learning. Mengapa demikian? Siswa memiliki minat, bakat, dan kebutuhan yang berbeda. Sudah seharusnya faktor ini diperhatikan dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, model pembelajaran klasikal sudah tidak cocok lagi. Pembelajaran harus terfokus pada belajar individual. Dalam pendidikan wirausahawan ada beberapa langkah penting yang perlu untuk dilakukan:

  • Mengetahui Minat, Motivasi, dan Tujuan Belajar Siswa

Proses pendidikan harus memiliki pengertian bahwa kita melayani keinginan dan kebutuhan siswa. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran harus memiliki karakteristik untuk melayani keinginan dan kebutuhan siswa, bukan transformasi pengetahuan menurut selera sekolah maupun pendidik. Jika materi yang dipelajari siswa relevan dengan minat, motivasi, dan tujuan belajar mereka, maka akan dapat menumbuhkan gairah belajar, kreativitas berfikir, dan karya siswa. Meskipun hasil belajar bukan merupakan sasaran utama pendidikan, sasaran dari langkah pertama adalah hasil belajar siswa, yakni dapat menjadi pribadi yang mereka inginkan.

  • Mengetahui Kesiapan Siswa Baik Mental dan Pengetahuan

Kesiapan ini perlu diketahui untuk dasar penentuan strategi maupun material yang bobot dan relevansinya sesuai dengan kesiapan yang ada pada diri siswa. Dengan demikian, kita dapat memberikan dorongan dan rangsangan belajar sesuai dengan potensi yang ada di dalam diri siswa. Menurut konsepsi ini, seharusnya penyelesaian pendidikan oleh setiap individu siswa tidak selalu dapat bersamaan, tergantung pada kemampuan dan kesungguhan belajar mereka.

  • Mengetahui Bakat Siswa

Bakat perlu diketahui. Anak berbakat menurut Utami Munandar adalah mereka yang diidentifikasi sebagai anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan yang unggul (Munandar, 2002). Bakat seseorang amat bervariasi, oleh karena itu perlu dicari agar dapat dikembangkan dan bermanfaat dalam kehidupan. Dengan mengawinkan bakat dan pengetahuan yang akan dipelajari siswa, akan lebih mendorong siswa untuk belajar lebih giat sehingga optimasi hasil belajar siswa dapat dicapai.

Selanjutnya, pengetahuan tentang minat, motivasi atau tujuan belajar, bakat, dan kesiapan siswa sangat membantu pendidik untuk merancang materi dan strategi belajar dan pembejaran. Sebagai catatan, jika minat, motivasi, tujuan belajar, dan kemampuan siswa diketahui secara individual, dimungkinkan diciptakan kelas yang homogen. Penciptaan kelas homogen ini penting untuk memudahkan penciptaan suasana, prasarana, dan perlakuan dalam proses pembalajaran. Akan tetapi, jika kelas heterogen akan menimbulkan sedikit kendala dalam proses pembelajaran.

  • Menentukan Strategi Belajar dan Pembelajaran

Penentuan strategi pembelajaran, jika kita sepakat dengan asumsi bahwa potensi, kebutuhan, dan minat belajar setiap individu berbeda, maka strategi yang tepat adalah mengutamakan pada belajar mandiri, meskipun model tutorial yang jugamdibutuhkan. Tutorial dibutuhkan hanya untuk memberikan kerangka dasar pemikiran dan pengetahuan dasar yang dibutuhkan siswa. Selanjutnya, penggunaan metode inkuri dan discoveri, serta pemecahan masalah lebih diutamakan. Hal ini dapat untuk menumbuhkan sikap ulet, tekun, terbiasa mencari solusi, berani mengambil risiko, mengetahui dunia nyata yang serba tidak menentu, terbiasa menghadapi perubahan dan menemukan peluang dari perubahan tersebut, dan sebagainya, yang kesemuanya dibutuhkan bagi seorang wirausahawan. Dengan demikian model pembelajaran yang ditawarkan dalam makalah ini, bahwa siswa lebih banyak dihadapkan pada permasalahan baik teoritis maupun faktual agar mereka mencari solusi yang paling meskipun risiko cukup besar. Risiko yang besar sering memberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Kiat-kiat hidup semacam ini yang harus ditanamkan kepada sasaran didik untuk menumbuhkan sikap positif terhadap wirausahawan.

Keyword: Guru dan siswa harus ada kesepakatan terlebih dahulu mengenai keinginan, minat, motivasi, sekolah siswa dan bakat yang ada pada diri siswa.    

Berdasarkan kesepakatan ini, selanjutnya guru merumuskan pengalaman belajar apa yang seharusnya ada pada diri siswa, material yang harus dipelajari, strtegi pembelajaran yang menumbuhkan gairah belajar siswa. Dapat terlihat, bahwa harus mampu mencari materi belajar yang berupa masalah, baik teoritis maupun faktual, untuk dipecahkan oleh siswa. Tugas guru lebih banyak sebagai fasilitator (mentor), mengawasi, dan mengarahkan belajar siswa.

Pembahasan permasalahan harus diarahkan kepada pengambilan keputusan yang berupa solusi masalah, kesimpulan dan langkah yang harus diambil. Dengan cara demikian pengalaman belajar siswa lebih banyak manfaat bagi pemenuhan minat, dan kebutuhan belajar mereka. Suatu hal yang perlu diketahui, bahwa semua permasalahan yang dihadapkan kepada siswa harus dapat menumbuhkan ciri-ciri wirausahawan dalam diri dan perilaku kognisi mereka. Harapan yang ingin dicapai adalah: pengetahuan siswa mendalam, pengetahuan siswa ada manfaatnya bagi hidup, menumbuhkan keyakinan dan percaya diri, mampu melihat permasalahan kini dan masa depan, mampu melihat peluang-peluang yang dapat mereka manfaatkan, mampu menciptakan hal-hal yang baru.

Tujuan akhir dari harapan ini adalah membentuk sikap positif terhadap entrepeneur. Dalam proses belajar dan pembelajaran, Harus banyak menekankan pada proses belajar mandiri. Tujuan belajar mandiri, setidak-tidaknya berfungsi untuk: menumbuhkan kreativitas berfikir, menumbuhkan kepercayaan diri, member keterampilan memecahkan permasalahan dan mengambil keputusan, membiasakan menemukan peluang pada masa depan, meskipun penuh ketidak pastian, menumbuhkan jiwa inovatif, menumbuhkan sikap berani menanggung risiko. Keseluruhan watak pribadi ini harus ada dalam diri siswa. Watak-watak tersebut yang dibutuhkan untuk menumbuhkan seorang wirausahawan.

Keyword : Interaksi dalam proses pembelajaran terjadi secara timbal balik.

Interkasi ini diarahkan untuk memecahkan permasalahan baik teoritis maupun praktis, yang kemudian diambil kesimpulan serta penentuan langkah yang perlu diambil. Proses pemecahan masalah dapat pula dilakukan siswa secara individual. Selanjutnya model belajar yang diharapkan dalam proses belajar dan pembelajaran di atas dapat diperiksa secara visualisasi sehingga terlihat bahwa sumber permasalahan yang dihadapkan siswa berupa pengetahuan teoritis, pengamatan bisnis praktis, dan praktek berbisnis. Masalah yang didapat siswa atau yang diberikan guru, harus dipecahkan, dicarikan solusinya, dan dicari kemungkinan peluang yang dapat dimanfaatkan. Pemecahan masalah dapat

dilakukan sendiri oleh siswa, diskusi dengan siswa lain, atau bersama-sama guru. Kesemua keputusan hasil diskusi selalu diarahkan kepada persoalan praktis bisnis, dan penumbuhan ciri-ciri serta tujuan pendidikan wirausahawan. Dalam berbagai hasil penelitian, bahwa keputusan yang diambil siswa sebaiknya beragam untuk mendapatkan pengalaman belajar yang bervariasi dan padat, serta memperoleh keputusan yang paling tepat diantara alternatif yang mereka kemukakan.

C. METODE YANG DAPAT DIPERGUNAKAN DALAM PROSES PEMBELAJARAN

Banyak metode pembelajaran yang dapat dipergunakan dalam pendidikan wirausahawan. Pada prinsipnya, dalam berbagai temuan bahwa metode pembelajaran harus beragam, dan tidak membatasi ruang bagi siswa untuk berkreasi baik dalam bentuk ide, dan perilaku. Karena dalam model pembelajaran yang dimaksudkan juga memberikan kebebasan guru untuk merumuskan metode pembelajaran sendiri, maka sebenarnya tidak ada suatu metode baku yang dapat kita tawarkan. Guru diberi kebebasan berkreasi dalam mendesain proses pembelajaran. Hanya yang terpenting diperhatikan oleh guru dalam mendesain proses pembelajaran adalah:

  • Menghindari pengumpulan pengetahuan yang tidak ada manfaatnya bagi hidup sasaran didik;
  • Mengarahkan belajar siswa untuk mendapatkan pengalaman belajar yang bermanfaat bagi hidup mereka, dengan memanfaatkan pengetahuan yang ia dapatkan;
  • Tidak membatasi ruang yang dapat dimanfaatkan siswa untuk berfikir kreatif;
  • Belajar siswa hendaknya tetap mengarah pada pemecahan problematic kehidupan, baik yang disampaikan guru maupun yang mereka temukan sendiri;
  • Mempergunakan media, sumber informasi, dan metode pembelajaran yang bervariasi;
  • Menciptakan suana lingkungan belajar yang menyenangkan dan dapat memotivasi belajar siswa.

Dengan demikian, sebenarnya tidak ada kunci yang bersifat deterministik bagi aktivitas guru untuk mendesain proses pembelajaran. Banyak model-model pembelajaran yang telah diciptakan dalam berbegai penelitian yang mungkin dapat diadopsi. Akan tetapi, itupun tidak merupakan suatu keharusan. Terdapat beberapa stretegi pembelajaran yang dapat dikembangkan oleh guru. Artinya, bahwa strategi pembelajaran merupakan kemungkinan strategi yang dapat diterapkan, akan tetapi jangan dianggap sebagai resep yang sudah pasti. Kreativitas guru untuk mengembangkan dan menyempurnakan strategi pembelajaran masih dibutuhkan. Dalam kesempatan ini penulis hanya mampu

untuk memberikan gambaran kasar tentang strategi umum, sekali lagi, yang sudah barang tentu belum operasional. Operasionalisasi dari strategi yang dirumuskan membutuhkan waktu banyak, dan mungkin menurut prinsip konstruktivis tetap tidak dibenarkan adanya standar strategi pembelajaran yang baku.

Penutup

Sikap dapat tumbuh selama manusia hidup. Sepanjang hidupnya, manusia belajar tidak pernah berhenti. Proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan, dan pengalaman, berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam proses yang panjang inilah nilai-nilai hidup didapatkan oleh manusia, yang kemungkinan besar akan dapat menumbuhkan sikap mereka terhadap subyek atau obyek. Periode kritis penumbuhan seseorang terjadi pada usia 12 tahun sampai 30 tahun (Sear dalam Morgan dan King, 1975).

Jika pendapat Sear ini dianut, maka penumbuhan sikap yang paling tepat ketika usia Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sampai dengan Perguruan Tinggi (PT), setelah itu sikap akan tumbuh melalui belajar dan pengalaman pribadi masing-masing. Perlu dipahami, bahwa dalam hidup belajar lebih banyak ditentukan oleh diri sendiri dari pada di bangku sekolah. Namun demikian, sudah menjadi kewajiban bagi sekolah untuk menumbuhkan sikap dasar yang bermanfaat bagi hidup sasaran didik. Selanjutnya, di luar bangku sekolah, sikap akan dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan.

Lebih lanjut Sear mengatakan, bahwa setelah usia 30 tahun sikap relative permanen sehingga sulit berubah (dalam Morgan dan King, 1975). Dari sini terlihat betapa pentingnya peletakan sikap dasar di sekolah, mengingat bahwa usia pembentukan sikap dasar ketika siswa ada pada SLTP sampai dengan PT.

Oleh karena itu, jika kita sadar akan tanggung sebagai pendidik, dan menyadari usia yang memungkinkan sikap dapat ditumbuhkan, maka sudah seharusnya kita tidak menyia-nyiakan waktu tersebut untuk menumbuhkan sikap dasar siswa yang benar-benar ada manfaatnya bagi hidupnya maupun bagi bangsa dan negara.

Refrensi:

Gagne, Robert M., dan Leslie J. Briggs, 1974. Principles of Instructional Design. New York : Holt,

Rinehart and Winston, Inc.

Gerungan, WA., 2000. Psikologi Sosial.Bandung : Refika Aditama.

Munandar, Utami. 2002. Kreativitas dan Kebermaknaan: Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif

dan Bakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Morgan, Clifford T, dan Ricahrd A. King, 1975. Introduction to Psychology. New York : McGraw-Hill

Book Company

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun