Mohon tunggu...
Marthinus Selitubun
Marthinus Selitubun Mohon Tunggu... Penulis - Hanya seorang hamba

Seorang warga dari Keuskupan Agats Asmat, Papua. Mencoba menginspirasi orang-orang terdekat lewat doa dan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dosa Favorit

2 Desember 2019   21:07 Diperbarui: 4 Desember 2019   16:56 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ruang pengakuan itu terlihat sempit. Dari bagian luar bisa terlihat dengan Don Gilberto sedang mendengarkan pengakuan dosa dari Paolo, seorang anggota misdinar. Don adalah sebutan khusus untuk pastor diosesan dalam bahasa Italia. Anak-anak lain pun terlihat duduk di jejeran bangku depan, menantikan giliran mereka masing-masing. Tidak ada tawa khas anak-anak pada saat itu. Beberapa orang tua ikut menemani anak-anaknya di bangku bagian belakang.

Saya pun ikut duduk di belakang barisan orang tua. Ketenangan di dalam gereja San Francesco di Sulmona ini, membawa saya pada kenangan akan sebuah ruang pengakuan di sebuah kampung terpencil di Keuskupan Agats, Papua. 

* * *

Di hari itu, saya dan anggota dewan pastoral paroki sedang mempersiapkan upacara penerimaan komuni pertama. Kami pun bersepakat bahwa Pak Rufus, seorang anggota dewan pastoral tertua di desa ini, untuk mempersiapkan program pendampingan katekse untuk anak-anak. 

Ada sekitar tiga puluh anak dilatih dan dipersiapan secara khusus, termasuk menghafalkan doa-doa dasar,  misalnya Tanda Salib, doa Salam Maria, doa Bapa Kami, doa Kemuliaan, dan beberapa doa penting lainnya. Beberapa hari  sebelum upacara penerimaan komuni pertama dilaksanakan, anak-anak dituntun untuk mensimulasi bagaimana dia menerima sakramen rekonsiliasi atau pengakuan dosa.


Tepat pada jam empat sore lonceng gereja dibunyikan hari itu. Gedung gereja yang kecil ini pun dipenuhi oleh anak-anak. Bahkan tidak sedikit orang tua yang berdiri di bagian belakang gereja, untuk menyaksikan dan mendukung perkembangan anaknya. Tak lama kemudian acara pun di mulai. Satu per satu anak maju bagian depan, berdiri di depan panti imam, dan mulai berlatih melafalkan ritus sakramen ini. Anak yang pertama maju kedepan panti imam, dan mulai berkata: 


“Pastor, berkatilah saya orang berdosa ini”, anak ini mulai berbicara.

“Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, Amin”, pendamping terlihat mengajak si anak membuat tanda salib dan melanjutkan.

”Jadi anak-anak, jangan lupa, waktu pastor memberkati, buatlah juga tanda salib pada dirimu. Sudah mengerti ?,” tanya pak Rufus.

”Sudah”, sahut anak-anak serempak. 

Kemudian, si anak yang pertama mulai melanjutkan pengakuannya, 

“Ini pengakuan saya yang pertama. Dosa-dosa saya adalah saya malas ke sekolah, saya marah mama, saya curi sagu dan kelapa. Pastor, saya menyesal atas dosa-dosa saya, dan dengan hormat saya mohon ampun dan denda atas dosa-dosa saya,”

“Anak-anak, setelah itu dengarkan nasihat dan denda dosa atau penitensi yang diberikan. Lalu, dilanjutkan dengan doa tobat. Sekarang, ucapkan doa tobat”, kata pak Rufus mengajak si anak untuk melafalkan doa tobat,

“Allah yang Maharahim
Aku menyesal atas dosa-dosaku
sebab patut aku Engkau hukum,
terutama sebab aku telah menghina Engkau
yang Mahamurah dan Mahabaik bagiku.
Aku benci atas segala dosaku
dan berjanji dengan pertolongan rahmatMu
hendak memperbaiki hidupku
dan tidak akan berbuat dosa lagi.
Allah ampunilah aku orang berdosa ini.
Amin.”

Terdengar suara tepuk tangan yang meriah dari anak-anak yang mendukung temannya karena telah berhasil dalam latihannya. Anak yang berikutnya pun terlihat semangat dan berhasil. Saya pun senang dengan perkembangan dan semangat anak-anak ini. 

Ketika anak keempat selesai berlatih, saya tersadar karena rumusan dosa dari keempat anak ini sama. Dosa-dosa saya adalah saya malas ke sekolah, saya marah mama, saya curi sagu dan kelapa. Awalnya saya kagum karena Pak Rufus telah mendampingi anak-anak dengan baik selama sebulan penuh. Tetapi di penghujung pertemuan hari itu, saya merasa ada hal yang harus saya perbaiki dalam kegiatan ini. Hal yang dilupakan adalah bahwa dosa merupakan kesalahan yang menghancurkan hubungan dengan Tuhan, bukan hafalan. 

Arti Dosa

Ketiga dosa favorit yang diucapkan dalam proses latihan diatas, tentu merupakan sebuah rumusan kalimat hafalan, sekalipun hal itu mungkin juga ada benarnya. Anak-anak ini pun tahu, bahwa mereka sedang menghafalkan hal yang sangat penting tetapi tidak memahami baik arti dosa sebenarnya. Nah, apakah sebenarnya dosa itu?  

Secara umum, dosa merujuk pada pilihan bebas yang merusak dan memutuskan hubungan kita dengan Allah dan dengan orang lain. Dalam Katekismus Gereja Katolik, dosa bersifat individual, yang bisa dikategorikan dalam dosa ringan dan berat. Kedua jenis dosa ini masing-masing melukai komponen inti manusia sendiri, yaitu melemahkan kemampuan manusia untuk mencintai Tuhan dan untuk mencintai orang lain. Dengan hal ini, kita menciptakan luka dan bahkan menghancurkan kapasitas kita untuk mencinta. 

Dengan cara ini pula, secara sadar kita menyerang Allah dan diri kita sebagai gambar dan citra Allah. Serangan ini pula akan membahayakan diri kita sendiri, persekutuan kita, baik sekarang maupun dalam kekekalan. 

Sebagai manusia, kita pun menginginkan hubungan-hubungan yang baik dan saling memberi diri dalam relasi kita. Entah sadar atau tidak, dalam hidup berkomunitas, kita dengan mudah terjerumus ke dalam dosa melalui pikiran, perkataan, tindakan yang diambil dan tidak diambil. Hal ini tentu menghalangi hubungan yang otentik dan saling memberi sendiri. Singkatmya, dosa adalah pemutusan hubungan karena ucapan, pikiran, dan tindakan kita. Dosa yang saya lakukan menyebabkan putusnya jaringan hubungan saya. Hal ini menyebabkan luka bagi diriku sendiri, bagi orang lain, dan mungkin bahkan bagi Tuhan. Rahmat Tuhan, sebagai cinta tak berbatas  yang menyembuhkan, dan memberdayakan, membawa kita keluar dari kedalaman dosa dan masuk ke dalam diri sejati kita. Tuhan mengingatkan kita siapa kita dan bagaimana cara mencintai. 

Dalam tatanan hidup yang lebih luas, dosa pun terjadi pada tingkat sosial atau struktural. Dosa bersama atau struktural lebih berbahaya tetapi juga berdampak pada kemampuan kita untuk mencintai citra Allah lainnya di dalam komunitas kita. Kita sering tidak menyadari bahwa kita pun turut berpartisipasi dalam dosa struktural. 

Sebagai contoh, seseorang mungkin tidak menyembunyikan sikap atau tindakan rasis, dan tetap bekerja sama dengan dosa rasisme struktural. Di kesempatan lain kita juga bisa melihat sekelompok orang dikondisikan untuk melakukan tindakan bullying berjamaah lewat media sosial. Hal yang sama bisa berlaku juga untuk jaringan perdagangan manusia. Di sisi lainnya, kita juga cenderung membiarkan ketidakadilan terjadi, atau bahkan kita secara sadar atau tidak sadar ikut mengkebiri hak-hak dasar orang lain sebagai manusia. Parahnya, dosa pada tingkat sosial ini lebih cenderung dibiarkan terbuka, dan dapat diakses melalui media sosial dengan mudah.

Pentingnya Sakramen Tobat

Entah disadari atau tidak, dosa dapat kita kategorikan sebagai suatu penyakit sangat berbahaya bagi jiwa dan raga. Nah, sebagai solusinya salah satu tindakan yang bisa menyembuhkannya adalah dengan menerima sakramen pengakuan dosa. Sebagai umat Katolik, kita tahu bahwa di dalam Sakramen Pembaptisan, dosa asal dan seluruh dosa yang kita lakukan sebelum kita dibaptis telah dihapuskan. Akan tetapi sebagai manusia, kita dapat jatuh lagi ke dalam dosa setelah pembaptisan. Dosa berat yang kita lakukan setelah Pembaptisan hanya dapat diampuni dengan menerima Sakramen Tobat, atau yang lebih dikenal dengan Sakramen Pengampunan Dosa.

Sebagai umat beriman kita percaya, bahwa di dalam Sakramen inilah, kita juga berjumpa dengan Yesus sebagai penyembuh ulung, yang hadir dalam diri seorang imam atau pastor.  Hal sederhana dan utama yang harus kita siapkan dalam proses pengampunan ini adalah kerendahan hati dan penyesalan, agar kita dipulihkan dan disembuhkan.

Semoga kita di sembuhkan dari Dosa

Setelah dikoreksi dan ditekankan tentang pentingnya menerima sakramen pengakuan dosa kepada anak-anak calon komuni pertama ini,  saya merasakan perbedaan yang cukup signifikan, dimana mereka menjadi lebih terbuka dan jujur dalam pengakuannya.  Keseragaman dalam hal dosa-dosa tidak saya dengar pada saat perayaan sakramen tobat. Masing-masing anak dengan datang ke bilik pengakuan lalu dengan lancar mengakui kesalahan-kesalahanya. Mereka sungguh memanfaatkan ruang waktu yang diberikan untuk merefleksikan sejauh mana tindakan yang dibuatnya, yang telah melukai hati Tuhan dan sesama.

Dari peristiwa ini saya belajar untuk lebih rendah hati dan terus memperbaharui relasi dengan Tuhan dan umat dalam pelayanan.  Marilah, jangan takut ke ruang pengakuan, karena Tuhan ingin menyelamatkan kita dari dosa-dosa favorit kita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun