Kemajuan teknologi mencipta berbagai inovasi dalam pemenuhan kebutuhan barang dan jasa. Arus produksi, distribusi dan konsumsi terangkai menjadi kepraktisan dalam balutan teknologi digital. Karenanya, transaksi jual beli dalam genggaman memanjakan konsumen tanpa batasan ruang dan waktu. Sementara toko online dan e-commerce bermunculan, disertai meriahnya promosi, potongan harga, dan ragam daya tarik lainnya yang memicu minat konsumsi meninggi. Ditengah tawaran kemudahan dan keuntungan itu, kesadaran konsumen akan hak dan tanggung jawabnya diuji untuk tetap cerdas di era tanpa berbelanja batas. Â Â
Membaca data Sensus Ekonomi 2016, perkembangan usaha perdagangan berbasis online (e-commerce) di Indonesia menujukan pertumbuhan signifikan sebesar 17 persen dalam kurun waktu 2006-2016. Dengan pertumbuhan itu, jumlah usaha yang berkecimpung dalam perdagangan berbasis online menembus angka 26,2 juta. Pertumbuhan ini antara lain disebabkan perkembangan teknologi digital yang semakin canggih sehingga memicu tumbuhnya sektor usaha melalui perdagangan digital.
Tak terpungkiri, pemanfaatan teknologi digital menjelma sebagai sumberdaya modal yang berperan penting sebagai sarana jual beli yang murah, cepat dan efisien sehingga dapat menekan biaya dan meningkatkan keuntungan bagi sektor usaha. Hal ini terlihat dari geliat usaha toko-toko online dan e-commerce dalam berbagai bidang penjualan produk barang maupun jasa.
Era digital benar-benar berhasil memberikan solusi terhadap kendala "bagaimana dan dimana" memulai sebuah usaha. Para produsen dan distributor menemukan cara efektif mempromosikan produknya, menciptakan jaringan pemasaran dan melakukan transaksi dari kemudahan aktivitas online.
Perdagangan era digital mempercepat bertemunya permintaan konsumen dengan penawaran yang diberikan oleh para penjual barang dan jasa. Hal ini dapat berlangsung secara cepat, kapan saja dan dimana saja, karena konsumen dapat selalu mengakses dan memenuhi kebutuhannya terhadap barang dan jasa via digital. Pilihan produk pun semakin variatif dari segi jenis maupun harga. Sehingga konsumen leluasa menjatuhkan pilihan produk mana yang paling sesuai dengan kebutuhannya.
Bagi penjual, kemudahan ini menjadi keuntungan tersendiri sebab produsen barang dan jasa dapat mengembangkan penjualannya melalui spesifikasi ataupun diversifikasi produk sesuai dengan kebutuhan pembeli. Bertemunya kebutuhan dan keinginan konsumen dengan produk barang dan jasa yang dijual yang semakin mudah ini, tentu semakin berpengaruh pada minat belanja konsumen.
Bisa jadi pola konsumsi masyarakat saat ini dapat dikelompokan menjadi tiga jenis tipe konsumsi, yaitu pembelian karena adanya kebutuhan, pembelian karena didorong oleh keinginan, dan pembelian yang dilakukan masyarakat yang muncul tiba-tiba sebagai kegiatan waktu luang (leisure activities). Maka agar tidak menjadi konsumtif, masyarakat perlu bijak dan cerdas dalam menentukan motif pembelian dalam era kemudahan belanja saat ini.
Sebelum era penetrasi teknologi digital masuk kedalam aktifitas usaha dan perdagangan, konsumen harus mengeluarkan tenaga dan biaya untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan. Dulu, konsumen harus datang ke toko, pusat perbelanjaan atau kepasar untuk mencari, mengetahui harga, dan melakukan transaksi pembelian.
Tetapi kini, semua aktifitas itu sudah lazim dilakukan hanya melalui genggaman, secara online dan berbagai aplikasi digital melalui sarana ponsel maupun perangkat komputer. Masyarakat dapat dengan mudah melakukan pencarian di toko-toko online maupun e-commerce,memilih produk, memilih harga terbaik untuk barang yang sama, kemudian melakukan pembayaran.
Terlebih saat ini hampir semua perdagangan online sudah didukung dan diintegrasikan dengan sistem pembayaran digital. Sehingga aktifitas pemesanan, pembelian dan pembayaran, mudah dilakukan secara praktis. Dengan peraktik itu, era digital telah merubah sebagian besar pola perdagangan dimasyarakat.
Jika dulu konsumen yang datang untuk mendapatkan barang maupun jasa, kini alurnya konsumen cukup menunggu produk yang telah dibeli diantarkan sampai ketangan konsumen. Apalagi di era digital saat ini konsumen benar-benar dimanjakan layaknya raja karena dapat menentukan jenis barang, spesifikasi, kurir pengiriman bahkan hingga menentukan kecepatan pengiriman.
Dibalik segala kemudahannya, aktivitas jual beli secara digital sebenarnya mensyaratkan upaya besar oleh penjual dan konsumen agar perdagangan dapat berjalan baik sesuai dengan hak dan kewajiban konsumen. Ditahap awal misalnya, penjual harus menyediakan informasi berupa katalog barang lengkap dengan berbagai deskripsi dan spesifikasinya.
Tidak hanya itu, penjual juga harus terus mengupdate ketersediaan barang yang ditawarkan secara digital. Informasi lain yang wajib diketahui konsumen adalah harga jual, info tentang promo/potongan harga jika ada, biaya kirim dan garansi terhadap barang atau jasa yang ditawarkan. Penjual pun perlu siap terbuka setiap saat untuk menjawab berbagai pertanyaan dari konsumen terkait produk yang akan dibeli.
Semua informasi ini sangat penting sebagai hak konsumen mendapatkan barang secara baik, tepat dan aman. Sebaliknya, dari sisi konsumen, upaya yang dilakukan juga tidak kalah banyak untuk dapat mewujudkan itu. Konsumen harus teliti dalam memilih barang, membaca petunjuk informasi tentang deskripsi dan spesifikasi, memperhatikan ketentuan transaksi dan memilih pengiriman dan metode pembayaran yang sesuai.
Jika hal itu tidak dilakukan, berpotensi akan menyebabkan keluhan-keluhan mendasar yang menyebaban kendala dan ketidakpuasan kedua belah pihak dalam proses transaksi.
Hal mendasar yang perlu menjadi perhatian dalam pelaksanaan aktifitas perdagangan secara digital adalah pelaksanaannya yang sangat bergantung pada itikad, komitmen dan kepercayaan yang dibangun antar penjual dan pembeli. Artinya transaksi jual beli di era digital saat ini merupakan aktifitas yang saling melengkapi.
Hal yang menjadi hak penjual merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh konsumen. Begitupun sebaliknya, hal yang menjadi hak konsumen wajib disediakan dan dipenuhi sebaik-baiknya oleh penjual produk barang dan jasa. Oleh sebab itu dalam rangka mewujudkan iklim jual beli berbasis digital secara sehat, kedua belah pihak perlu menyadari dan menunaikan apa yang menjadi kewajibannya masing-masing.
Meskipun konsumen diibaratkan sebagai raja, namun di era digital saat ini diharapkan peran aktif konsumen cerdas. Sehingga tidak hanya bisa menuntut untuk mendapatkan produk dan dilayani dengan baik oleh penjual, tetapi juga secara cerdas dan bijak memahami hak dan tanggung jawabnya sebagai konsumen. Keduanya harus saling mewujudkan aktifitas jual beli yang benar, jujur dan tidak diskriminatif. Hal ini harus dipahami sebagai bagian dari edukasi dan pembinaan dalam membentuk masyarakat sebagai konsumen cerdas dalam berbelanja.
Kemudahan belanja di era digital  mengandung konsekuensi penyelenggaraan terhadap hak dan kewajiban konsumen yang semakin kompleks. Begitu juga dengan upaya perlindungan konsumen dalam transaksi jual beli online. Sebab dalam kebiasaan jual beli secara konvensional dimana konsumen datang langsung untuk membeli barang, proses pemilihan barang dilakukan langsung ditempat.
Ada banyak keleluasaan yang menguntungkan dari proses tersebut, yakni konsumen dapat  memastikan pilihan barang, melihat spesifikasi dan deskripsinya, sampai dengan menguji coba fungsionalitas barang melalui layanan tatap muka yang secara langsung diberikan penjual. Dari situ konsumen mendapatkan jaminan terkait aspek-aspek keaslian, standar kualitas, kecacatan/kerusakan, kelengkapan dan kegunaannya sebelum membeli.
Akan tetapi dalam era digital, tidak semua fungsi tersebut dapat dilakukan. Konsumen sangat bergantung pada gambar, deskripsi produk, uraian spesifikasi dan harga yang dicantumkan secara online oleh penjual. Oleh sebab itu konsumen harus cerdas dalam meneliti dan mendapatkan informasi barang yang akan dibeli.
Di era digital, konsumen ditantang menjadi cerdas, mandiri, dan proaktif dalam memilih barang yang akan dibeli. Bahkan sebelum masuk lebih jauh dalam pilihan menentukan barang mana yang akan dibeli, masyarakat harus mengidentifikasi toko online atau e-commerce mana saja yang terpercaya, menyediakan barang asli sesuai standar nasional, dan memberikan harga penawaran terbaik.
Setelah yakin betul, barulah calon konsumen menentukan hal-hal lebih mendetail yang perlu diperhatikan selanjutnya. Diantaranya yaitu meneliti gambar yang ditayangkan secara online apakah sesuai dengan ekspektasi dan diyakini benar sesuai aslinya. Kemudian dilanjutkan membaca deskripsi dan spesifikasi secara teliti. Tidak berhenti sampai disitu, sebagai konsumen perlu menanyakan ketersediaan stok barang apakah masih tersedia atau tidak.
Sebab sebagian toko online dan e-commerce tidak mencantumkan jumlah ketersediaan barang dan keterangan ketika barang telah laku terjual. Setelah semua dirasa yakin, barulah pembelian dilakukan dengan memilih jenis jasa pengiriman dan metode pembayaran. Pada toko online yang menyediakan pilihan jasa pengiriman, pemilihan tersebut juga perlu dilakukan secara teliti. Sebab hal ini terkait dengan besaran biaya kirim dan cepat lambatnya barang dapat diterima oleh konsumen.
Beberapa tahapan dalam melakukan transaksi di era digital tersebut perlu benar-benar diperhatikan oleh calon pembeli untuk melindungi kepentingannya sebagi konsumen serta mendapatkan kepastian, kenyamanan dan keamanan barang. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya masalah-masalah yang belakangan sering terjadi dalam transaksi perdagangan digital. Utamanya adalah untuk menghindari adanya penipuan baik dari aspek harga, ketersediaan barang serta kualitasnya.
Disamping itu, hal lain yang juga menjadi masalah antara lain kesamaan kualitas barang dengan spesifikasi, ketersediaan stok barang, daya tanggap penjual, kemudahan pembayaran, pengemasan, dan kecepatan pengiriman. Seringkali pada jual beli online,konsumen mendapatkan kualitas barang yang rendah tidak sesuai dengan spesifikasinya dan jumlah barang yang kurang dari pesanan. Selain itu konsumen kerap berurusan pula pengemasan yang tidak layak sehingga menyebabkan barang yang diterima rusak atau cacat.
Tantangan selanjutnya adalah layanan pengembalian barang. Yang sering terjadi, penjual tidak menerima adanya pengembalian barang rusak/cacat karena merasa kesalahan bukan dipihaknya melainkan pada jasa pengiriman. Hal ini menambah deretan resiko yang harus ditanggung konsumen terkait pengiriman barang disamping ketidakpastian waktu dan lamanya pengiriman barang sampai ditangan oleh konsumen.
Kesemua permasalahan itu dapat dihindari  jika masyarakat mampu menjadi konsumen cerdas yang teliti pada berbagai aspek sebelum melakukan transaksi online
Upaya memenuhi hak dan kewajiban konsumen di era digital merupakan hal yang sangat kompleks. Hal itu selain membutuhkan adanya kesadaran dan gerakan proaktif dari masyarakat selaku konsumen untuk menerapkan prinsip-prinsip konsumen cerdas, diperlukan pula keterlibatan para pihak yang terlibat dalam sistem perdagangan digital untuk menciptakan iklim perdagangan yang sehat.
Perdagangan online melibatkan banyak pihak sebagai rantai perdagangan dan transaksi jual beli mulai dari produsen, distributor, jasa pengiriman, asuransi, ritel, jasa keuangan serta konsumen itu sendiri. Semuanya memainkan peran dan menjalankan tugasnya masing-masing untuk memberikan kemudahan serta jaminan setiap transaksi produk barang atau jasa dapat diterima oleh konsumen secara baik, tepat dan aman.
Semua pihak terlibat perlu secara terus menerus informatif, jujur dan terbuka sebagai langkah memajukan sektor usaha melalui perdagangan digital sekaligus berkontribusi bagi meningkatnya budaya belanja secara cerdas di masyarakat digital.
Disamping langkah pemerintah terus berupaya mendidik dan membina masyakat menjadi konsumen cerdas, pemerintah perlu siap dengan mengembangkan layanan perlindungan konsumen untuk menampung berbagai keluhan dan pengaduan konsumen di era digital. Sistem tersebut juga harus didukung dengan sistem penanganan pengaduan oleh pemerintah yang mampu mengarahkan secara tepat keluhan dan penanganannya pada pihak yang bertanggungjawab diantara para pihak terlibat.
Konsumen cerdas merupakan konsumen yang kritis terhadap pilihan barang dan jasa yang akan dibeli, sekaligus kritis terhadap mekanisme sistem perdagangan yang dibangun berbasis online. Oleh sebab itu disamping penguatan dan sosialisasi ke masyarakat terkait peran Lembaga Perlindungan Konsumen di era digital, pemerintah juga perlu secara benar mengatur proses bisnis dalam perdagangan digital.
Diantaranya yang perlu dicermati misalnya perang tarif, diskon dan promosi antar e-commerce; standar tarif dan biaya pengiriman barang secara nasional; dan yang paling menggelitik adalah standar dan mekanisme pengelolaan dana masyarakat yang terakumulasi dari sisa potongan harga atau akumulasi nominal kode unik yang diberikan setiap transaksi belanja online.
Sebab kebanyakan potongan-potongan harga maupun selisih nominal kode unik yang telah dibayarkan konsumen mengendap secara kontinyu menjadi saldo digital pada aplikasi masing-masing toko online atau e-commerce setiap adanya transaksi.
Menjadi Konsumen Cerdas
Era perdagangan digital mau tidak mau mendorong masyarakat untuk lebih memahami hak dan tanggung jawabnya, memahami alur proses transaksi jual beli online dan memahami mekanisme layanan keluhan dan pengaduan konsumen. Kemampuan itu dapat lahir melalui pembiasaan dan pembelajaran secara langsung melalui praktik.
Sebab pada hakikatnya, berbelanja adalah aktifitas alamiah yang muncul dari upaya masyarakat mencari pemenuhan kebutuhan. Oleh sebab itu menjadikan masyarakat menjadi konsumen cerdas di era perdagangan digital merupakan sebuah langkah pembiasaan karena adanya perubahan perilaku dan kebaruan dalam melakukan transaksi dari konvensional ke digital.
Syarat utamanya tetap sama yakni adanya itikad baik konsumen dan kesadaran dalam menerapkan prinsip berbelanja secara teliti, hati-hati, aman dan sesuai dengan kebutuhan. Prinsip tersebut menjadi fondasi awal untuk menjadi konsumen cerdas dalam menghadapi era belanja tanpa batas. Hal ini berselaras pula dengan program sosialisasi yang dikampanyekan oleh pemerintah melalui program Konsumen Cerdas lewat http://harkonas.id/koncer.php
Saat ini ada kencenderungan era belanja digital telah memicu peningkatan budaya konsumtif dimasyarakat. Menurut data riset E-Commerce Rewind Indonesia tahun 2017 yang diselenggarakan oleh iPrice, terjadi lonjakan besar dalam aktivitas belanja online masyarakat Indonesia dalam beberapa momen kampanye belanja online.
Hal ini terlihat pada waktu tertentu dimana berbagai toko online gencar memberikan promo dan potongan harga seperti ketika menjelang hari raya lebaran, Single Day 11.11 dan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 12.12 setiap tahunnya. Lonjakan ini menandakan bahwa promo dan potongan harga yang diberikan dalam belanja online disatu sisi memudahkan konsumen mendapatkan barang sesuai dengan kebutuhannya.
Disisi lain hal ini memicu adanya dorongan dan minat berbelanja berbagai macam barang diluar kebutuhannya. Indikasi ini bila tidak disikapi dengan bijak justru akan membentuk perilaku konsumtif di masyarakat.
Dibalik berbagai promo, potongan harga, dan variasi barang yang ditawarkan melalui kemudahan perdagangan digital, masyarakat harus tetap sadar dan peduli terhadap spesifikasi dan kualitas barang yang akan dibeli. Kemudahan belanja online bukan berarti membuat konsumen abai terhadap ketelitian memeriksa dan membaca deskripsi barang beserta spesifikasinya secara lengkap.
Konsumen di era digital memiliki hak bertanya dan dijawab secara baik yang harus digunakan untuk menggali informasi yang dirasa kurang jelas terkait barang yang akan dibeli. Informasi penting lain yang tidak kalah penting adalah mencari tahu apakah barang yang akan dibeli sudah memiliki atau sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Dengan adanya SNI pada produk lebih memberikan jaminan kepastian atas kesehatan, kemanan dan keselamatan konsumen, bahkan lingkungannya. Oleh sebab itu masyarakat sebagai konsumen harus memastikan produk yang akan dibelinya telah memenuhi SNI. Hal ini diperlukan untuk mengurangi resiko-resiko yang dapat menimbulkan kerugian akibat pemakaian produk yang tidak terstandar.
Memperhatikan produk-produk berstandar SNI sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Sebab dalam era perdagangan digital, arus jual beli barang dan jasa dapat dilakukan darimana saja dan kapan saja. Produk-produk yang diperjualbelikan tidak hanya berasal dari produk dalam negeri tetapi juga produk-produk luar negeri.
Terkadang banyak produk yang masuk dan diperdagangkan secara online di Indonesia tanpa melalui standarisasi yang baik sehingga cenderung akan merugikan konsumen. Era digital adalah kesempatan untuk memasarkan dan mengkonsumsi berbagai produk ciptaan anak bangsa. Dalam banyak hal saat ini produk dalam negeri sudah setara bahkan lebih baik kualitasnya dibandingkan produk luar negeri.
Oleh sebab itu, masyarakat sebagai konsumen harus dapat melihat berbagai keuntungan yang dapat diraih dengan membeli produk-produk dalam negeri. Selain dapat memastikan kualitasnya, dengan membeli produk asli Indonesia, masyarakat akan membantu perkembangan sektor usaha dan perdagangan yang nasional.
Peningkatan konsumsi terhadap produk dalam negeri melalui belanja online akan memberikan dampak positif secara berantai mulai dari penyedia bahan baku, produsen, distributor, pelaku usaha skala mikro, kecil dan menengah, jasa pengiriman baik tingkat lokal maupun nasional, yang semuanya merupakan bagian dari pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pada akhirnya aktivitas berbelanja di era digital merupakan sebuah pilihan. Pilihan untuk membeli atas dasar kebutuhan, atas dasar keinginan, atau justru atas dasar ketertarikan spontan yang muncul karena terpicu ketika melihat-lihat berbagai katalog toko online atau e-commerce. Masyarakat era digital diharapkan mampu untuk membedakan dorongan diantara ketiganya.
Saat ini alasan masyarakat dalam melakukan belanja online sangat mungkin terdorong oleh berbagai katalog, penawaran dan promosi yang diberikan berbagai toko online dan e-commerce dapat memicu adanya keinginan dan ketertarikan berbelanja secara terus menerus. Apalagi kesemua itu dapat dilakukan dengan mudah hanya melalui genggaman.Â
Oleh sebab itu perlu ditanamkan kesadaran perilaku dimasyarakat agar lebih mendahulukan pengeluaran konsumsi yang bersifat kebutuhan dibanding keinginan ataupun ketertarikan visual yang dapat menyebabkan berkembangnya perilaku konsumtif dimasyarakat. Era digital diharapkan menjadi sarana yang mempermudah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Bukan justru menjadi ajang pemborosan melalui rutinitas belanja online yang jauh dari pemenuhan kebutuhannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H