Mohon tunggu...
Martin Karakabu
Martin Karakabu Mohon Tunggu... Guru Kampung yang Tertarik pada Dunia Bloging dan Menyukai Kegiatan di Luar Lapangan -

https://www.karakabu.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kematian Anak Asli Papua dan Cara Menangani KLB di Asmat, Papua

5 Februari 2018   08:49 Diperbarui: 5 Februari 2018   17:54 1354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru dan siswi SMP Negeri 1 Fef Papua Barat/sumber foto: www.gubanesia.com

 

Solusi Menangani Kasus Gisi Buruk di Papua

Menangani masalah sosial di Papua memang cukup rumit. Saya katakan seperti ini berdasarkan penglihatan dan pengalaman saya selama 27 tahun berada di propinsi paling timur Indonesia itu, baru tahun 2013 pindah ke Jakarta.

Solusi jangka pendek memang memberikan perhatian medis, bantuan dokter, dan lain sebagainya sebagai bentuk solidaritas dan tanggung jawab negara sudah benar. Tetapi itu bukan solusi yang tepat. 

Apalagi seperti yang ditawarkan oleh presiden Jokowi soal relokasi warga. Dikutip dari tabloid Jubi; menurut saya itu hanya akan menimbulkan masalah baru karena masyarakat Papua (sebagain besar), pola hidupnya sangat dekat dengan alam (baca: hutan). Solusi yang diberikan bapak Presiden untuk jangka pendek  dan langkah antisipasi itu adalah hal yang baik. Tetapi untuk jangka panjang "tuan dan nyonya yang terhormat" ini solusinya:

  • Membangun Sarana dan Prasarana

Program pembangunan jalan trans Papua dan tol laut oleh Presiden Jokowidodo menurut saya sangat menjawab kebutuhan masyarakat Papua; karena itulah masalah utama di propinsi paling timur Indonesia itu bukan KLB. Jauhnya akses dengan kota dan minimnya sarana transportasi menjadi kendala terbesar bagi masyarakat lokal, maupun guru dan petugas medis yang bertugas di wilayah pedalaman Papua. Jika ini dibiarkan maka kasus seperti KLB di Asmat pasti akan terjadi lagi di belahan wilayah Papua yang lain.

Mengapa?

Jawabannya karena minimnya (bahkan tidak ada) petugas medis yang datang atau menetap di daerah-daerah terpencil seperti Fef dan sekitarnya karena fasilitas sangat tidak mendukung.

Bersama anak-anak Fef Papua Barat saat penulis bertugas di wilayah tersebut./Sumber foto: www.martinkarakabu.org
Bersama anak-anak Fef Papua Barat saat penulis bertugas di wilayah tersebut./Sumber foto: www.martinkarakabu.org
Fef adalah sebuah tempat terpencil di pedalaman Papua Barat. Kekuatan fisik dan mental yang prima adalah keharusan untuk menjangkau tempat tersebut. Jika dari Sorong, Papua Barat maka harus menempuh perjalanan laut sekitar 8 jam menuju Sousopor, ibu kota kabupaten.Tak lupa, masih ada perjalanan darat menggunakan mobil pick up dabel garden. Kemudian yang terekstrim yaitu menerjang hutan belantara Papua Barat dengan berbagai aral melintang.

Butuh waktu sekitar 12 jam untuk mencapai distrik Fef jika cuaca sedang baik. Kalau musim hujan, maka butuh waktu 1 atau 2 hari untuk sampai di tempat tujuan karena jalanan yang dilalui pasti tidak bersahabat, tanah liat bercampur lumpur sungguh menyulitkan pengemudi. Apabila terjadi situasi seperti ini maka dapat dipastikan penumpang dan pengemudi harus bermalam di jalan.

Kalaupun bernasib baik maka sampai di tempat tujuan akan disambut dengan kegelapan yang pekat dan gulita sebab daerah tersebut belum ada listrik. Mall? Tak usah dibayangkan sebab satupun tidak ada. Sinyal HP? Kalau ada satu bar berarti keajaiban. Disini yang tersisa hanya kabut tebal yang menyelimuti hutan perawan di wilayah tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun