Ada yang menarik dengan pembentukan bawaslu Kabupaten/kota yang akan dimulai proses seleksinya sehabis lebaran 2018 ini. Utamanya, Pembentukan bawaslu kabupaten/kota adalah amanat UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Bila pengawas pemilu di kabupaten/kota sebelum Undang-Undang nomor 7/2017 masih bersifat sementara/Adhoc, maka pembentukan Bawaslu kabupaten/kota kali ini akan memilih anggota Bawaslu dengan masa jabatan 5 tahun.
Berbeda dengan seleksi-seleksi Bawaslu dan penyelenggara pemilu lainnya, seleksi calon anggota Bawaslu kabupaten/kota muncul stigma anak tiri-anak kandung diantara calon peserta. Di dalam pedoman pembentukan Bawaslu kabupaten/kota yang dikeluarkan oleh Bawaslu, ada perbedaan perlakuan Bawaslu terhadap peserta seleksi. Yaitu pendaftar baru, existing dan PAW.
Pendaftar baru, yaitu masyarakat yang mendaftarkan diri sebagai calon Bawaslu Kabupaten/kota yang kategorinya bukan existing dan bukan PAW. Existing yaitu Panwaslu Kabupaten/kota yang saat ini sedang menjabat  (diseleksi berdasarkan UU 15 tahun 2011 yang sifatnya adhoc). PAW yaitu Pengganti antar Waktu bagi Existing yang juga diseleksi berdasarkan UU 15 tahun 2011.
Pendaftar baru dan PAW akan mengikuti tahapan tes yang memungkinkan gugur disetiap tahapan: yaitu seleksi Administrasi, tes tertulis CAT dan Tes Psikologi, Tes Kesehatan dan Tes Wawancara, dan uji Kelayakan dan Kepatutan (FPT). Lain halnya dengan Existing, yang akan mengikuti tahapan: Seleksi Administrasi, Evaluasi Kinerja dan Tes Psikologi, Tes Kesehatan, dan Uji Kelayakan dan Kepatutan (FPT) hingga usai tanpa ada sistem gugur.
Perbedaan perlakuan, secara nyata terlihat dari keistimewaan yang dimiliki Peserta dari Existing. Mereka mengurus bahan administrasi, tetapi tidak mengikuti tes tertulis dan tes wawancara yang dilakukan oleh tim seleksi seperti pendaftar baru dan PAW.
Keistimewaan Existing ini memiliki landasan hukumnya yakni Perbawaslu 10 tahun 2018 tentang perubahan atas peraturan badan pengawas pemilihan umum nomor 19 tahun 2017  tentang pembentukan, pemberhentian, dan penggantian antar waktu badan pengawas  pemilihan umum provinsi, badan pengawas pemilihan umum kabupaten/kota, panitia pengawas  pemilihan umum kecamatan, panitia pengawas pemilihan umum kelurahan/desa, panitia pengawas  pemilihan umum luar negeri, dan pengawas tempat pemungutan suara.
Salah satu isi Perbawaslu 10/2018 adalah pasal 37 ayat 3 dan 4 yaitu sebagai berikut:
(3) Hasil seleksi Panwaslu Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum tidak mengikuti tes tertulis dan tes wawancara yang dilakukan oleh Tim Seleksi.
(4) Bagi Panwaslu Kabupaten/Kota sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) dilakukan evaluasi melalui uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi.
Melanggar Undang-Undang dan Kode Etik
Praktis Perbawaslu 10/2018 menjadi surat sakti tim seleksi untuk melakukan pembedaan terhadap peserta seleksi Bawaslu Kabupaten/kota, yang aturan ini menurut penulis rentan dan melanggar UU nomor 7 tahun 2017. Lebih jauh lagi Bawaslu patut diduga melanggar Kode etik Penyelenggara Pemilu (Peraturan DKPP nomor 2 tahun 2017).
Menurut Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan umum pada pasal 128, 129, 130 dan 131 secara jelas menyebutkan tentang seleksi anggota Bawaslu Kabupaten/kota, sebagai berikut:
Pasal 128,
(1) Bawaslu membentuk tim seleksi untuk menyeleksi calon anggota bawaslu kabupaten/kota.
(2) Sekretariat Bawaslu Provinsi membantu tim seleksi yang dibentuk oleh Bawaslu untuk menyeleksi calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota pada setiap kabupaten/kota.Â
(3) Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5 (lima) orang yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan tokoh masyarakat yang memiliki integritas.
(4) Anggota tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berpendidikan paling rendah strata 1 (S-1) dan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun.Â
(5) Anggota tim seleksi dilarang mencalonkan diri sebagai calon anggota Bawaslu Kabupaten/ Kota.
(6) Tim seleksi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang sekretaris merangkap anggota, dan anggota.
(7) Pembentukan tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Bawaslu dalam waktu paling lama 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya keanggotaan Bawaslu Kabupaten/ Kota.
(8) Tata cara pembentukan tim seleksi dan tata cara penyeleksian calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu.
(9) Penetapan anggota tim seleksi oleh Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan melalui rapat pleno Bawaslu.
Pasal 129,
(1) Tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 melaksanakan tugasnya secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, tim seleksi dapat dibantu oleh atau berkoordinasi dengan lembaga yang memiliki kompetensi di bidang yang diperlukan.
(3) Untuk memilih calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota, tim seleksi melakukan tahapan kegiatan:
   a. mengumumkan pendaftaran calon anggota Bawaslu Kabupaten/ Kota melalui media massa lokal;Â
   b. menerima pendaftaran bakal calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota;Â
   c. melakukan penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota;Â
   d. mengumumkan hasil penelitian administrasi bakal calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota;Â
   e. melakukan seleksi tertulis dengan materi utama tentang pengetahuan dan kesetiaan terhadap Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal lka serta pengetahuan mengenai Pemilu, ketatanegaraan, dan kepartaian;Â
   f. melakukan tes psikologi;Â
   g. mengumumkan melalui media massa lokal daftar nama bakal calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota yang lulus seleksi tertulis dan tes psikologi untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat;Â
   h. melakukan tes kesehatan dan wawancara dengan materi Penyelenggaraan Pemilu dan melakukan klarifikasi atas tanggapan dan masukan masyarakat;Â
   i. menetapkan nama calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota sebanyak 2 (dua) kali jumlah calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota yang berakhir mesa jabatannya dalam rapat pleno; danÂ
   j. menyampaikan nama calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota sebanyak 2 (dua) kali jumlah calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota yang berakhir masa jabatannya kepada Bawaslu.
(4) Tim seleksi melaksanakan tahapan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara objektif dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah tim seleksi terbentuk.
Pasal 130Â
(1) Tim seleksi mengajukan nama calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota sebanyak 2 (dua) kali jumlah calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota yang berakhir masa jabatannya kepada Bawaslu.Â
(2) Nama calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad serta diajukan dengan disertai salinen berkas administrasi.Â
Pasal 131Â
(1) Bawaslu menetapkan sejumlah nama calon anggota Bawaslu Kabupaten/Kota berdasarkan urutan peringkat teratas sesuai dengan jumlah anggota Bawaslu Kabupaten/Kota yang berakhir masa jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (1) sebagai calon anggota Bawaslu Kabupaten/kota terpilih.Â
Dan ada pula Ketentuan Peralihan Pasal 565 UU 7/2017, berbunyi:
(1) Hasil seleksi berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum dapat ditetapkan menjadi anggota Bawaslu Kabupaten/Kota sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.Â
(2) Tata cara pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bawaslu.
Undang-Undang menyebutkan, bahwa tim seleksi melakukan tahapan yang harus dilalui oleh calon anggota Bawaslu untuk dapat terpilih. Yaitu Tahapan administrasi, tes tertulis (CAT), tes psikologi, tes kesehatan, tes wawancara, dan fit and proper test (FPT).
Di dalam pasal 565 UU 7/2017, kalimat dapat ditetapkan" dimaknai anggota Panwaslu kabupaten/kota bisa diangkat langsung menjadi anggota Bawaslu Kabupaten/kota sepanjang memenuhi persyaratan (persyaratan diatur pada pasal 117 UU 7/2017). Bila dianalogikan, hal ini sama dengan tenaga honorer K2 pemerintah yang telah lama bekerja kemudian diangkat langsung menjadi PNS dengan melengkapi berkas-berkas persyaratan tanpa mengikuti tes penerimaan CPNS lagi. Enak bukan?
Tetapi kalimat dapat ditetapkan"Â bukan sesuatu yang wajib dilaksanakan oleh Bawaslu. Karena kalimat dapat ditetapkan"Â mengarah pada 2 alternatif untuk Bawaslu bisa: (1) menetapkan anggota Panwaslu yang menjabat saat ini menjadi Anggota Bawaslu Kabupaten/kota, dan (2) tidak menetapkan anggota Panwaslu yang menjabat saat ini menjadi Anggota Bawaslu Kabupaten/kota.
Konsekuensi dari 2 alternatif tersebut adalah, seandainya Bawaslu memilih Alternatif Kesatu (menetapkan), maka Bawaslu  tidak perlu lagi membentuk tim seleksi dan meminta kepada Anggota Panwaslu yang sekarang melengkapi berkas persyaratan untuk kemudian ditetapkan melalui Peraturan Bawaslu (Pasal 565 UU 7/2017). Dan bila ada penambahan kuota anggota Bawaslu di kabupaten/kota, Tim seleksi hanya melakukan seleksi untuk memilih anggota bawaslu tambahan.
Namun bila Bawaslu memilih Alternatif Kedua (Tidak menetapkan), maka Bawaslu wajib melakukan seleksi ulang untuk memilih Anggota Bawaslu kabupaten/kota dengan membentuk tim seleksi. Tetapi perlu diingat bahwa tim seleksi tidak melakukan pembedaan terhadap peserta seleksi, dan semua peserta wajib mengikuti semua tahapan seleksi (Pasal 129 ayat 3 UU 7/2017).
Alternatif Kesatu (menetapkan) maupun Alternatif Kedua (Tidak menetapkan) tidak dipilih oleh Bawaslu. Dan Bawaslu malah mengeluarkan Perbawaslu nomor 10/2018 untuk selanjutnya menjadi pedoman yang dilaksanakan tim seleksi bawaslu kabupaten/kota saat ini. Hal inilah yang menurut penulis sebagai pelanggaran Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 dan juga kode etik penyelenggara pemilu (Peraturan DKPP nomor 2 tahun 2017).
Bawaslu tidak hanya tidak melaksanakan Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 khususnya ketentuan peralihan pasal 565, yang isinya ...dapat ditetapkan menjadi anggota Bawaslu Kabupaten/Kota, akan tetapi juga melanggar ketentuan pada pasal 129 ayat 3 UU 7/2017, karena memberikan keistimewaan kepada peserta existing untuk tidak mengikuti tahapan tes tertulis dan tes wawancara pada saat proses seleksi.
Bawaslu patut juga diduga melanggar kode etik penyelenggara pemilu, utamanya prinsip yang dilanggar antara lain: adil memperlakukan peserta seleksi secara sama; dan Berkepastian Hukum dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang secara tegas diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan dan menaati prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Masih Setengah Hati
"keistimewaan" yang dimiliki oleh existing untuk mengikuti Seleksi anggota Bawaslu Kabupaten/kota, adalah perwujudan sikap Bawaslu yang masih setengah hati dalam melakukan seleksi calon anggota bawaslu kabupaten/kota. Dan bila ditelusuri lebih lanjut  terbitnya Perbawaslu nomor 10 tahun 2018 pada tanggal 5 Maret 2018 pun patut dipertanyakan, karena Perbawaslu sebelumnya yaitu Perbawaslu nomor 19 tahun 2017  baru seumur jagung karena ditetapkan tanggal 22 Desember 2017. Belum genap 3 bulan tetapi sudah diubah kembali oleh Bawaslu.
Bagi pendaftar baru dan PAW, keistimewaan yang dimiliki oleh existing akan mengurangi tingkat kepercayaan terhadap hasil akhir seleksi, karena bisa jadi seleksi ini hanya sebagai formalitas untuk memuluskan Anggota Panwaslu Kabupaten/kota yang masih menjabat dan peluang pendaftar baru dan PAW untuk dipilih pun sangat kecil. terlebih rangkaian seleksi yang mereka lalui lebih berat dari existing yang menunggu di tahapan akhir yaitu Uji Kelayakan dan Kepatutan (FPT).
Sedangkan bagi existing (anggota Panwaslu yang sedang menjabat), keistimewaan ini dianggap basa-basi untuk mendepak mereka di akhir seleksi. perasaan was-was muncul karena melalui seleksi ini mereka bisa saja digantikan dengan orang baru. dan harapan tahun lalu seolah-olah dijanjikan akan ditetapkan menjadi anggota Bawaslu kabupaten/kota, pupus sudah. Ini diumpamakan, sudah lama pacaran tapi belum juga dikenalkan ke orang tua, akhirnya nikahnya dengan orang lain"
Pertanyaan yang muncul, Apa indikator yang menjadi pedoman Seleksi anggota Bawaslu kabupaten/kota sehingga Bawaslu tetap mempertahankan existing atau memilih orang baru untuk duduk menjadi anggota Bawaslu Kabupaten/kota? Bagaimana struktur anggota Bawaslu Kabupaten/kota nantinya? Apakah dipilih dari semua existing? Apakah dipilih dari pendaftar baru dan PAW? Atau kah kombinasi dari Pendaftar baru, PAW dan existing? Hanya Bawaslu yang tahu.
Akhir kata, bahwa keadilan pemilu dapat tercipta dimulai dengan memilih pengawas pemilu yang berintegritas dan profesional. Dan Seleksi Bawaslu Kabupaten/kota kali ini seharusnya menjadi langkah awal mewujudkannya. Untuk itu Bawaslu diharapkan melakukan seleksi dengan ADIL tanpa ada keistimewaan diantara peserta. Salam Awas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H