(2) Tata cara pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bawaslu.
Undang-Undang menyebutkan, bahwa tim seleksi melakukan tahapan yang harus dilalui oleh calon anggota Bawaslu untuk dapat terpilih. Yaitu Tahapan administrasi, tes tertulis (CAT), tes psikologi, tes kesehatan, tes wawancara, dan fit and proper test (FPT).
Di dalam pasal 565 UU 7/2017, kalimat dapat ditetapkan" dimaknai anggota Panwaslu kabupaten/kota bisa diangkat langsung menjadi anggota Bawaslu Kabupaten/kota sepanjang memenuhi persyaratan (persyaratan diatur pada pasal 117 UU 7/2017). Bila dianalogikan, hal ini sama dengan tenaga honorer K2 pemerintah yang telah lama bekerja kemudian diangkat langsung menjadi PNS dengan melengkapi berkas-berkas persyaratan tanpa mengikuti tes penerimaan CPNS lagi. Enak bukan?
Tetapi kalimat dapat ditetapkan"Â bukan sesuatu yang wajib dilaksanakan oleh Bawaslu. Karena kalimat dapat ditetapkan"Â mengarah pada 2 alternatif untuk Bawaslu bisa: (1) menetapkan anggota Panwaslu yang menjabat saat ini menjadi Anggota Bawaslu Kabupaten/kota, dan (2) tidak menetapkan anggota Panwaslu yang menjabat saat ini menjadi Anggota Bawaslu Kabupaten/kota.
Konsekuensi dari 2 alternatif tersebut adalah, seandainya Bawaslu memilih Alternatif Kesatu (menetapkan), maka Bawaslu  tidak perlu lagi membentuk tim seleksi dan meminta kepada Anggota Panwaslu yang sekarang melengkapi berkas persyaratan untuk kemudian ditetapkan melalui Peraturan Bawaslu (Pasal 565 UU 7/2017). Dan bila ada penambahan kuota anggota Bawaslu di kabupaten/kota, Tim seleksi hanya melakukan seleksi untuk memilih anggota bawaslu tambahan.
Namun bila Bawaslu memilih Alternatif Kedua (Tidak menetapkan), maka Bawaslu wajib melakukan seleksi ulang untuk memilih Anggota Bawaslu kabupaten/kota dengan membentuk tim seleksi. Tetapi perlu diingat bahwa tim seleksi tidak melakukan pembedaan terhadap peserta seleksi, dan semua peserta wajib mengikuti semua tahapan seleksi (Pasal 129 ayat 3 UU 7/2017).
Alternatif Kesatu (menetapkan) maupun Alternatif Kedua (Tidak menetapkan) tidak dipilih oleh Bawaslu. Dan Bawaslu malah mengeluarkan Perbawaslu nomor 10/2018 untuk selanjutnya menjadi pedoman yang dilaksanakan tim seleksi bawaslu kabupaten/kota saat ini. Hal inilah yang menurut penulis sebagai pelanggaran Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 dan juga kode etik penyelenggara pemilu (Peraturan DKPP nomor 2 tahun 2017).
Bawaslu tidak hanya tidak melaksanakan Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 khususnya ketentuan peralihan pasal 565, yang isinya ...dapat ditetapkan menjadi anggota Bawaslu Kabupaten/Kota, akan tetapi juga melanggar ketentuan pada pasal 129 ayat 3 UU 7/2017, karena memberikan keistimewaan kepada peserta existing untuk tidak mengikuti tahapan tes tertulis dan tes wawancara pada saat proses seleksi.
Bawaslu patut juga diduga melanggar kode etik penyelenggara pemilu, utamanya prinsip yang dilanggar antara lain: adil memperlakukan peserta seleksi secara sama; dan Berkepastian Hukum dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang secara tegas diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan dan menaati prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Masih Setengah Hati
"keistimewaan" yang dimiliki oleh existing untuk mengikuti Seleksi anggota Bawaslu Kabupaten/kota, adalah perwujudan sikap Bawaslu yang masih setengah hati dalam melakukan seleksi calon anggota bawaslu kabupaten/kota. Dan bila ditelusuri lebih lanjut  terbitnya Perbawaslu nomor 10 tahun 2018 pada tanggal 5 Maret 2018 pun patut dipertanyakan, karena Perbawaslu sebelumnya yaitu Perbawaslu nomor 19 tahun 2017  baru seumur jagung karena ditetapkan tanggal 22 Desember 2017. Belum genap 3 bulan tetapi sudah diubah kembali oleh Bawaslu.