Mohon tunggu...
Martharina Situmorang
Martharina Situmorang Mohon Tunggu... Freelancer - Undergraduate law student

Final year law student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Waris Masyarakat Patrilineal dalam Adat Manggarai

25 Februari 2021   19:33 Diperbarui: 25 Februari 2021   19:36 2215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata Kunci: Hak Waris, Patrilineal,

1. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beragam suku bangsa dan bahasa. Budaya dan adat yang berbeda memimbulkan aturan yang berbeda-beda, salah satunya peraturan mengenai ahli waris. Pembagian harta warisan berdasarkan hukum adat berbeda disetiap daerah karena menyesuaikan dengan kondisi, prinsip dan norma yang tertanam dalam diri masyarakat adat itu sendiri. Sehingga hukum waris tidak dapat dipisahkan dari ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia akan mengalami kematian. Dalam hal tersebut, harta kekayaan seseorang yang telah meninggal akan dialihkan kepada ahli waris atau orang yang memiliki hak atas harta kekayaan tersebut dan juga dapat diwariskan sejak pewaris masih hidup.

Ahli waris dalam sistem patrilineal pada asasnya menjadikan laki-laki sebagai penentu garis keturunan atau mengikuti garis keturunan dari ayah. Sehingga yang berhak menjadi ahli waris adalah laki-laki sedangkan perempuan secara ideologisnya bukan merupakan ahli waris. Masyarakat adat di Indonesia yang menganut sistem ini biasa ditemukan pada Suku Batak, Bali, Manggarai, dan lain-lain. Dalam hal ini kemungkinan bagi wanita menjadi ahli waris itu ada namun sangat kecil.

Seperti dalam kasus ini, dimana warisan dari almarhum Bapak Yakobus Go yang belum dibagi waris, namun dalam Hukum Waris Adat Manggarai yang diakui atau berhak menerima warisan, melanjutkan, dan mengelola harta orang tua adalah anak laki-laki (ata one). Kemungkinan anak perempuan untuk menjadi ahli waris atau mendapatkan warisan sangat kecil. Namun pada kenyataannya, tergugat yang merupakan saudari perempuan penggugat ingin memiliki seluruhnya dari objek yang disengketakan tersebut dan saat ini tergugat sudah menguasai tanah dan bangunan yang seharusnya milik penggugat atau anak laki-laki almarhum Bapak Yakobus Go, bersadarkan ahli waris dalam hukum waris adat manggarai. Penggugat telah mengusahakan agar permasalahan sengketa ini diselesaikan semaksimal mungkin secara baik-baik dan kekeluargaan namun perdamaian tersebut tidak dapat dicapai dan permasalahan tidak dapat diselesaikan. Demi menghormati hukum yang berlaku di Indoensia, penggugat memilih untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui jalur hukum.

Melalui anotasi ini, penulis akan membahas 3 (tiga) permasalahan hukum mengenai sengketa ahli waris. Pertama penulis akan membahas tentang hukum waris adat patrilineal dalam masyarakat adat Manggarai. Kedua, jurnal ini akan membahas mengenai penyelesaian sengketa ahli waris yang dapat dijadikan sebagai acuan atau pertimbangan oleh pihak-pihak yang berperkara terhadap kasus sengketa ahli waris. ketiga, di dalam tulisan ini membahas mengenai latar belakang pertimbangan hakim dalam memberikan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1130 K / Pdt / 2017 dan implikasi putusan Mahkamah Agung terhadap pemohon, termohon, dan juga masyarakat terutama masyarakat adat Manggarai.

2. Posisi Kasus

Anotasi putusan ini ditulis berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1130 K / Pdt / 2017 yang dimohonkan oleh Antonius Megor, Bernadeta Mamus, Yulianus Endera Houw, Pius Maximilian Kolbe, dan Paulus Fon untuk melawan saudara perempuannya yaitu, Viktoria Leni, Petronela Ijul, Fransiska Tuet, dan Monika Sofia Dingut. Para pemohon dan termohon dalam kasasi ini sebelumnya sudah berperkara di Pengadilan Negeri Ruteng yang terdaftar dalam Putusan Nomor 7/Pdt.G/2016/PN Rtg dan juga Pengadilan Tinggi Kupang yang telah terdaftar dalam Putusan Nomor 148/PDT./2016/PT KPG. Seluruh putusan tersebut memutus perkara mengenai sengketa ahli waris dengan objek yang disengketakan berupa tanah dan 2(dua) bangunan semi permanen diatasnya.

Musyawarah yang dilakukan oleh para majelis hakim Mahkamah Agung pada hari Senin tanggal 10 Juli 2017, memutuskan bahwa permohonan kasasi oleh Antonius Megor, Bernadeta Mamus, Yulianus Endera Houw, Pius Maximilian Kolbe, dan Paulus Fon sebagai para pemohon kasasi untuk pembatalan Putusan Nomor 148/PDT./2016/PT KPG, ditolak oleh Dr. Nurul Elmiyah, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung sebagai ketua majelis hakim Mahkamah Agung.

2.1 Permohonan dan Pokok Permohonan

Pemohon kasasi dalam perkara sengketa ahli waris ini terdiri dari 5 (lima) orang, yaitu Antonius Megor, Bernadeta Mamus, Yulianus Endera Houw, Pius Maximilian Kolbe, dan Paulus Fon melawan Viktoria Leni, Petronela Ijul, Fransiska Tuet, dan Monika Sofia Dingut yang kedua pihak tersebut merupakan anak kandung dari alm. Yakobus Go. Penggugat sebelumnya sudah sepakat bahwa tanah dan bangunan yang merupakan warisan dari orang tuanya hendak dijual kemudian hasil dari penjualan tersebut akan dibagi rata kepada semua ahli waris atau anak laki-laki (ata one) sesuai dengan hukum waris adat manggarai. Penggugat juga dengan sukarela akan memberikan sebagian dari hasil penjualan tersebut kepada saudara perempuannya (widang). Tetapi tergugat ingin memiliki seluruhnya dari objek yang disengketakan tersebut dan saat ini tergugat sudah menguasai tanah dan bangunan yang seharusnya milik penggugat atau saudara laki-lakinya bersadarkan ahli waris dalam hukum adat manggarai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun