Tepat setelah beberapa menit, Rado siuman. Dia ditenangkan dan dibiarkan istirahat selama 1 jam. Sebelum akhirnya seluruh orang mulai menghujaminya pertanyaan.
"Kepada saudara Rado, mohon dijawab dengan jujur, apa yang terjadi diantara kalian sehingga terjadi tindak kriminak ini!" tegas polisi kepada Rado.
"Ayo jawab jujur nak, kamu gak salah kan, jangan bohong," ucap ibu Rado penuh harap.
Rado sangat ketakutan, ketakutan karena semua yang telah dia perbuat. Namun, dia harus berkata jujur supaya tidak ada beban dalam dirinya, dan sebagian karena takut ditimpali sanksi. Dia mulai menceritakan bagaimana tragedi yang terjadi secara detail.
Lalu, Angga hanya bisa duduk terdiam dan pasrah. Disisi lain, dia juga merasa bahagia kerena mendapat sedikit perhatian dari ibunya.
"Saya bilang kalo Angga juga gak dapat perhatian dari orang tuanya pak, mungkin itu yang paling nyakitin diantara perkataan kami pak, sekali lagi saya minta maaf," ujar Rado dengan jujur, namun suasananya sangat tegang.
Bagaikan angin topan yang menghadang, ibu Angga tertegun dan runtuhlah sudah seluruh pertahanannya. Air mata luruh membasahi pipinya. Reflek ia memeluk dan meminta maaf kepada Angga.
Ibu Angga sadar akan kesalahannya selama ini. Akhirnya kedua ibu itu pun saling bermaafan dan diikuti kedua anak mereka.
"Maafin aku ya Angga, gak seharunya aku ngehina kamu kayak tadi," tutur Rado.
"Iya aku juga minta maaf seharunya aku gak langsung tinju kamu," sesal Angga.
Angga pun pulang ke rumah dan menemukan sebuah rasa baru. Rasa dimana ibunya mulai memperhatikannya, menanyainya, dan menyiapkan waktu yang lebih banyak untuk bersama dengan Angga. Anak hebat itupun, tumbuh dengan kasih dan sayng ibunya.