Di sebuah kota kecil, hiduplah serumpun keluarga. Nuansa rumah mereka dipenuhi oleh pernak pernik yang berasal dari mancanegara. Pasutri itu dikaruniai seorang putra dengan perawakan manis belia.
Angga Wijaya, anak yang amat sangat merindukan kasih sang ibu. Berbagai cara selalu ia lakukan, agar mendapat perhatian lebih dari kedua orang tuanya. Dia juga anak yang selalu menjalankan ibadah dengan ikhlas dan sepenuh jiwa.
Gema adzan mulai membentang di belahan dunia, sehingga menyadarkan Angga dari lelap tidurnya. Seorang anak dengan mata sayu mulai mengairi air kesela-sela wajahnya dan bersiap untuk pergi ke masjid. Kadang teringat sang ibu yang selalu sibuk dengan pekerjaannya.
Derap langkah kaki mulai memenuhi suasana syahdu di subuh itu. Sepulang dari masjid, matahari malu-malu mulai menampakkan sinarnya.Â
"Abis darisini ke taman dulu deh," monolog Angga.
Angga bukanlah anak yang mudah berteman, membuat dia menentang siapa saja yang mempermainkannya. Wataknya keras dan terpramennya berlebih.
 Sesampainya di taman, Angga berusaha menghibur diri sambil menduduki ayunan taman. Menikmati angin sepoi-sepoi.
Gerombolan anak-anak sebaya Angga, juga mulai memasuki kawasan taman. Sejatinya sangat senang mengganggu dan mengusik Angga.
"Angga kamu gak punya temen yah? Kayak anak nolep aja pagi-pagi gini duduk sendirian," tanya Rado dengan nada songongnya.
"Iyanih, utututu, kacian anak mami gak punya temen," ejek Kevin.
"Eh kalian tau gak si, orang yang kemaren nilainya remedi mulu" timpal Camella, dengan memanyunkan bibirnya.