Puas membuat Mahmudin, kang Tinus enyah dari tempat itu dan kembali ke warung tadi. Sepanjang perjalanan ia terus menggerutu, dan merasa puas sekali menghabisi Mahmudin. "Mampus kau ustaz tengik," pikirnya. Ia sampai ke warung, dicarinya Rawis ke dalam rumah pemilik warung. Ia tak ada di sana.
"Kemana Rawis?" tanya kang Tinus kepada pemilik warung.
"Sudah dibawa pergi."
"Kemana?" kang Tinus penasaran.
"Ke Balai Warga, ada peluru di perutnya."
"Peluru?" seolah tak percaya, mata kang Tinus melotot.
"Iya, sepertinya ia kena tembak, beruntung ia seorang dukun. Kemungkinan ia gagal mengeluarkan peluru dari ususnya. Perempuan itu hanya bisa menahan rasa sakit dengan ramuan-ramuan."
"Kenapa tak bawa ke klinik?" wajah kang Tinus cemas.
"Sukmanya sudah lepas dari raganya."
"Apa maksudmu?" wajah kang Tinus berkaca-kaca.
"Apa kamu tuli? Meninggal kang, perempuan itu meninggal. Warga sedang berkumpul di sana sebelum prosesi pemakaman."