"Saya Karsa, Kepala Desa ini. Kenapa kalian tidak mengenal saya?"
"Maaf. Kami bukan asli desa sini, kami hanya singgah sejenak," jawab Jembul.
"Kalau begitu untuk membicarakan hal ini, bagaimana kalau ke rumah saya saja?' Karsa menawari.
"Baik." Wage menjawab.
Akhirnya, Karsa dan empat petarung yang sedari tadi berkumpul di warung  itu mulai meninggalkannya, dan menuju rumah Karsa. Di tengah perjalanan, mereka menjumpai Mat Belor yang sedang memporak-porandakan sebuah pasar. Karsa dan keempat petarung itu hanya diam dan berlalu begitu saja. Karena mereka tahu, kalaupun empat petarung itu ikut turun tangan menghentikan aksi Mat Belor saat itu, mereka keempat-empatnya akan tewas. Jika berhadapan secara fisik, sudah dipastikan  Mat Belor yang akan memenangkannya. Mereka memutuskan untuk berlalu saja dan membiarkan pasar porak-poranda, hingga menunggu nanti siasat apa yang akan mereka gunakan untuk menghadapi Mat Belor.
Setelah sampai di teras rumah Karsa. Keempat petarung itu dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu. Saat mereka duduk dan menunggu Karsa yang tengah masuk ke dalam sebentar, seorang gadis cantik keluar dari bilik. Dia berpakaian rapi, dan memakai kebaya yang nampak anggun.
"Dia anak saya," tiba-tiba Karsa keluar.
"Wah... anak tuan cantik juga ya, pantas saja  Mat Belor mau memerkosanya," kata seorang petarung.
"Kurang ajar!" Karsa agak geram mendengar kalimat itu
"Ini diminum dulu tehnya," gadis ini menyuguhkan teh untuk keempat petarung itu. Nampak salah seorang dari mereka gerogi menerima secangkir teh itu.
"Namanya Sukmawati, dia sebetulnya masih gadis, namun Mat Belor berhasil merenggut keperawanannya."