Umay Shahab (20 tahun) melalui film Kukira Kau Rumah telah berhasil mencuri gelar sutradara termuda yang dulunya menjadi milik Bayu Skak (28 tahun). Film yang diadaptasikan dari lagu Amigdala ini sangat menarik bagi Anda yang tertarik dengan isu kesehatan mental.
Film ini juga diperankan oleh beberapa aktor/aktris ternama lohh, kayak Prilly Latuconsina, Shenina Cinnamon, Jourdy Pranata, dan masih banyak lagi (Ence Bagus, Ananta Rispo, dll). Secara keseluruhan, film ini layak untuk Anda saskikan di bioksop keyasangan lah ya!
Berkisah tentang percintaan dalam kehidupan kampus, Pram dan Niskala bertemu dalam kondisi yang complicated banget. Di satu sisi, Niskala yang telah didiagnosis memiliki Bipolar Disorder semakin dikekang oleh orang tuanya yang menurut Kamus Bahasa Jaksel tuh strict parents.
Tidak hanya itu, Niskala kecil yang diceritakan memiliki mood swing tinggi hanya memiliki beberapa teman saja, yaitu Dinda (yang diperankan oleh Shenina Cinnamon - si pemeran utama film Penyalin Cahaya itu lhoo!) dan Oktavianus (Anus - panggilannya). Kedua temannya itulah yang menjadi saksi perjalanan hidup serta gangguan kesehatan mental yang diidapnya.
Di sisi lain, hal yang menurut Saya menarik adalah cerita Pram. Seorang cowok indie yang punya bakat terpendam dalam menyanyi (bahkan membuat lagu!), akan tetapi sedikit yang menghiraukannya. Hanya Niskala yang akhirnya bisa membuat Pram bangkit untuk kembali menulis lagu.
Pram memiliki konflik tersendiri dalam kehidupannya. Mempunyai segalanya dalam bentuk harta belum tentu dapat memenuhi kebahagiaan seseorang. Terminologi money can't buy happiness cukup kental dalam diri Pram. Tinggal sendirian di rumah yang terbilang mewah menimbulkan sebuah pertanyaan bagi para penonton. Pertanyaan tersebut perlahan terjawab seiring dengan berjalannya film.
Harapan yang diletakkan Pram kepada Niskala semakin besar seiring berjalannya waktu. Mereka berdua kian dekat walaupun belum sepenuhnya mengerti perihal sisi gelap yang dimiliki oleh keduanya.
Pencarian jati diri masing-masing tokoh dikisahkan melalui sebuah lagu dan lirik-lirik khas Amigdala yang vibes-nya bikin overthinking, ceunah. Baik Pram maupun Niskala berharap dapat menyembuhkan penderitaannya masing-masing dengan cara tersebut - yaitu bernyanyi.
Seperti yang dikatakan oleh Muhammad Sabilurrosyad, konklusi yang mengejutkan dari film ini berusaha mengangkat persoalan lain yang ternyata lebih besar di balik gangguan mental yang diidap oleh Niskala - yakni kesendirian.
Sebagaimana manusia itu makhluk sosial, manusia tetap memerlukan kehadiran orang lain. Pada kasus ini, Pram nggak punya support system yang bisa denger keluh-kesah dia. Ayahnya udah nggak ada, sedangkan ibunya sibuk bekerja. Alhasil, teori Durkheim lah yang bekerja di sini (buat Anda yang tau, maaf ya spoiler sedikit).