Mohon tunggu...
Marshel Leonard Nanlohy
Marshel Leonard Nanlohy Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Finding God In All Things

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Membedah Perspektif Pram dalam Film "Kukira Kau Rumah"

20 Februari 2022   00:09 Diperbarui: 20 Februari 2022   00:29 7411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover film 'Kukira Kau Rumah'/Sumber foto:MD Entertainment via  https://www.suara.com

Umay Shahab (20 tahun) melalui film Kukira Kau Rumah telah berhasil mencuri gelar sutradara termuda yang dulunya menjadi milik Bayu Skak (28 tahun). Film yang diadaptasikan dari lagu Amigdala ini sangat menarik bagi Anda yang tertarik dengan isu kesehatan mental.

Film ini juga diperankan oleh beberapa aktor/aktris ternama lohh, kayak Prilly Latuconsina, Shenina Cinnamon, Jourdy Pranata, dan masih banyak lagi (Ence Bagus, Ananta Rispo, dll). Secara keseluruhan, film ini layak untuk Anda saskikan di bioksop keyasangan lah ya!

Berkisah tentang percintaan dalam kehidupan kampus, Pram dan Niskala bertemu dalam kondisi yang complicated  banget. Di satu sisi, Niskala yang telah didiagnosis memiliki Bipolar Disorder semakin dikekang oleh orang tuanya yang menurut Kamus Bahasa Jaksel tuh strict parents.

Tidak hanya itu, Niskala kecil yang diceritakan memiliki mood swing tinggi hanya memiliki beberapa teman saja, yaitu Dinda (yang diperankan oleh Shenina Cinnamon - si pemeran utama film Penyalin Cahaya itu lhoo!) dan Oktavianus (Anus - panggilannya). Kedua temannya itulah yang menjadi saksi perjalanan hidup serta gangguan kesehatan mental yang diidapnya.

Di sisi lain, hal yang menurut Saya menarik adalah cerita Pram. Seorang cowok indie yang punya bakat terpendam dalam menyanyi (bahkan membuat lagu!), akan tetapi sedikit yang menghiraukannya. Hanya Niskala yang akhirnya bisa membuat Pram bangkit untuk kembali menulis lagu.

Pram memiliki konflik tersendiri dalam kehidupannya. Mempunyai segalanya dalam bentuk harta belum tentu dapat memenuhi kebahagiaan seseorang. Terminologi money can't buy happiness cukup kental dalam diri Pram. Tinggal sendirian di rumah yang terbilang mewah menimbulkan sebuah pertanyaan bagi para penonton. Pertanyaan tersebut perlahan terjawab seiring dengan berjalannya film.

Harapan yang diletakkan Pram kepada Niskala semakin besar seiring berjalannya waktu. Mereka berdua kian dekat walaupun belum sepenuhnya mengerti perihal sisi gelap yang dimiliki oleh keduanya.

Pencarian jati diri masing-masing tokoh dikisahkan melalui sebuah lagu dan lirik-lirik khas Amigdala yang vibes-nya bikin overthinking, ceunah. Baik Pram maupun Niskala berharap dapat menyembuhkan penderitaannya masing-masing dengan cara tersebut - yaitu bernyanyi.

Seperti yang dikatakan oleh Muhammad Sabilurrosyad, konklusi yang mengejutkan dari film ini berusaha mengangkat persoalan lain yang ternyata lebih besar di balik gangguan mental yang diidap oleh Niskala - yakni kesendirian.

Sebagaimana manusia itu makhluk sosial, manusia tetap memerlukan kehadiran orang lain. Pada kasus ini, Pram nggak punya support system yang bisa denger keluh-kesah dia. Ayahnya udah nggak ada, sedangkan ibunya sibuk bekerja. Alhasil, teori Durkheim lah yang bekerja di sini (buat Anda yang tau, maaf ya spoiler sedikit).

Sebagaimana sosiologi mempelajari fakta sosial, Durkheim menjelaskan bahwa fakta sosial itu dapat berupa cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang memperlihatkan ciri tertentu yang berada di luar kesadaran individu. Dalam hal ini, Pram yang dikendalikan oleh kesedihannya itu melakukan tindakan-tindakan di luar kesadarannya.

Kalo dari tipe yang dipaparkan sama Emile Durkheim, tindakan Pram pada ujung film ini cenderung mengarah kepada tindakan yang altruistik. 

Mengapa demikian? Hal ini tentu diakibatkan oleh kekosongan pada diri Pram. Tindakan altruistik sendiri diartikan sebagai tindakan yang terjadi akibat integrasi sosial yang terlalu cepat. Gampangnya, tindakan Pram ini persis kayak lirik lagu Saudade oleh Kunto Aji, biarlah akuu dikutuk, dan engkau yang dirayakaan~~.

Akhir kata, saya ingin mengutip kata-kata manis dan bikin nyesek yang ada dalam bukunya Bernard Batubara. Judulnya aja mirip banget sama premis dari Kukira Kau Rumah, yakni "Jatuh Cinta adalah Cara Terbaik untuk Bunuh Diri":

"Kebanyakan orang lebih senang menceritakan sisi manis dari cinta. Sedikit sekali yang mampu berterus terang mengakui dan mengisahkan sisi gelapnya. Padahal, meski tidak diinginkan, selalu ada keresahan yang tersembunyi dalam cinta..

Bukankah kisah cinta selalu begitu? Di balik hangat pelukan dan panasnya rindu antara dua orang, selalu tersimpan bagian muram dan tak nyaman. Sementara, setiap orang menginginkan cinta yang tenang-tenang saja.

Aku tidak bersepakat dengan banyak hal, kau tahu. Kecuali, kalau kau bilang bahwa jatuh cinta adalah cara terbaik untuk bunuh diri. Untuk hal itu, aku setuju. Masih beranikah kau untuk jatuh cinta?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun