Bukan untuk menunjukkan betapa inteleknya kita, melainkan untuk membangun dan mengembangkan keintelektualan kita. Bukan untuk sombong dan merasa menang sendiri, tapi untuk rendah hati dan terbuka.
Dalam obrolan-obrolan tersebut hendaknya diisi dengan masalah. Mendapati suatu masalah, menganalisanya, mencari pemecahan dan solusi, kemudian menetapkan langkah seperti apa yang akan diambil. Atau paling tidak sampai ke solusi. Sehingga apa yang sebelumnya tidak nampak, dapat menjadi nampak.
Kampus sudah sewajarnya menjadi ruang terbuka, bagi berlangsungnya dialektika. Tidak hanya di kelas, perpustakaan, atau sekretariat organisasi. Melainkan di kantin; taman; HIK, burjo, dan angkringan area kampus; serta tempat-tempat lain yang sering dipandang "rendah".
Yang membuat dialog menjadi rendah bukanlah tempat, waktu, dan dengan siapa kita melakukannya. Melainkan terletak pada konten.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H