Mohon tunggu...
Martina PuspitaSari
Martina PuspitaSari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Administrasi Publik

Tetap semangat...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Sosiologis tentang Ketimpangan Gender (Sociological Theories of Gender Inequality)

11 Januari 2022   10:48 Diperbarui: 11 Januari 2022   11:27 5710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

2. Gelombang kedua, adanya akses yang setara ke pendidikan dan pekerjaan. Dalam hal ini, munculnya gerakan perempuan dalam reformasi adanya kesetaraan kesempatan, melarang pelecehan dan pemerkosaan dalam pernikahan, serta kesadaran publik tentang adanya praktik diskriminasi gender di masyarakat.

3. Gelombang ketiga, yang fokusnya pada keberagaman. Gelombang ini, adalah gelombang yang mengkritik gelombang kesatu dan gelombang kedua. Karena, meminggirkan perhatian kepada perempuan kulit berwana, lesbian, serta perempuan dalam kelas kerja. Dapat disimpulkan bahwa gelombang ini lebih peduli dan tidak membatasi globalisasi dan tentang identitas pribadinya yang memperjuangkan hak-haknya.

  • Gender, Seksualitas, dan Kesempatan Hidup (Gender, Sexuality, and Life Chances )  

1. Keluarga

     Keluarga merupakan salah satu bentuk proses sosialisasi dan juga sebagai tempat kita di besarkan oleh kedua orang tua hingga menemukan jati diri. Di dalam keluarga juga kita dapat melihat bahwa gender akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari kita. Perbedaan gender laki-laki dan perempuan juga dapat mempengaruhi bagaimana kelanjutan keluarganya atau pun kehidupannya masing-masing. Dalam bukunya Kerry Ferirs & Jill Stein mengatakan bahwa perceraian yang terjadi di dalam keluarga juga lebih sering terjadi pada wanita karena tercatat dalam bukunya bahwa wanita 11% dan pria 9%. Perceraian juga akan terasa lebih berat bagi wanita yang memiliki anak di bandingkan pria. Wanita yang mengalami perceraian juga akan lebih mengutamakan peran pengasuhkan bagi anaknya sehingga mengalami penderitaan secara financial, sehingga banyak wanita yang bercerai berada pada garis kemiskinan. Wanita berkontribusi pada pendapatan rumah tangga dengan bekerja di luar rumah dan menemukan bahwa mereka masih bertanggung jawab untuk menjadi pengasuh utama keluarga. Di tempat kerja, ini menciptakan masalah. Waktu yang diambil dari pekerjaan untuk merawat anak-anak yang sakit dipandang sebagai waktu yang tidak produktif, dan wanita yang mengambil waktu seperti itu dapat menghadapi diskriminasi (Wharton dan Blair-Loy 2002). Dan kebanyakan wanita, ketika mereka meninggalkan pekerjaan, masih menghadapi pekerjaan rumah tangga di rumah. Maka dari itu, sebagai wanita harus bisa menjalankan dua kewajiban utama, yang keduanya adalah bekerja untuk menghidupkan keluarganya. Lain hal jika suatu keluarga tidak mengalami perceraian maka peran ayah (laki-laki) lah yang seharusnya bekerja. 

2. Kesehatan

     Lebih dari 325 juta orang Amerika bahkan beberapa negara-negara di dunia lebih dari setengah nya adalah perempuan. Salah satu alasannya adalah perempuam hidup lebih lama. Perempuan yang lahir pada tahun 2015 di harapkan untuk hidup rata-rata 81,2 tahun, sedangkan laki-laki diharapkan untuk hidup 76,3 tahun (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit 2017). Penelitian oleh Pengendalian dan Pencegahan (CDC) menunjukkan bahwa pria berusia dua puluh hingga dua puluh empat tahun tiga kali lebih mungkin meninggal akibat kecelakaan, hampir lima kali lebih mungkin untuk bunuh diri, dan hampir tujuh kali lebih mungkin untuk dibunuh (CDC 2016). Namun, akhir-akhir ini, lebih banyak perempuan yang terlibat dalam perilaku yang berhubungan dengan stres setiap bekerja di luar rumah, merokok, minum-minum an, dll. Mungkin terkait, minoritas seksual cenderung merokok, minum, dan menggunakan obat-obatan terlarang, dan mereka menderita tingkat penyakit mental yang lebih tinggi (Penyalahgunaan Zat dan Administrasi Layanan Kesehatan Mental 2016).

Dengan kata lain, perempuan mungkin lebih cenderung melaporkan gejala tersebut, sedangkan pria mungkin mengabaikannya atau mungkin merasakan stigma yang lebih besar dalam melaporkannya (Byrne 1981; Martin et al. 2013). Data sistematis tentang harapan hidup individu.Lebih dari 325 juta orang Amerika bahkan beberapa negara-negara di dunia lebih dari setengah nya adalah perempuan. Salah satu alasannya adalah perempuam hidup lebih lama. Perempuan yang lahir pada tahun 2015 di harapkan untuk hidup rata-rata 81,2 tahun, sedangkan laki-laki diharapkan untuk hidup 76,3 tahun (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit 2017). Penelitian oleh Pengendalian dan Pencegahan (CDC) menunjukkan bahwa pria berusia dua puluh hingga dua puluh empat tahun tiga kali lebih mungkin meninggal akibat kecelakaan, hampir lima kali lebih mungkin untuk bunuh diri, dan hampir tujuh kali lebih mungkin untuk dibunuh (CDC 2016).

Namun, akhir-akhir ini, lebih banyak perempjan yang terlibat dalam perilaku yang berhubungan dengan stres setiap bekerja di luar rumah, merokok, minum-minum an, dll. Mungkin terkait, minoritas seksual cenderung merokok, minum, dan menggunakan obat-obatan terlarang, dan mereka menderita tingkat penyakit mental yang lebih tinggi (Penyalahgunaan Zat dan Administrasi Layanan Kesehatan Mental 2016).Dengan kata lain, perempuan mungkin lebih cenderung melaporkan gejala tersebut, sedangkan pria mungkin mengabaikannya atau mungkin merasakan stigma yang lebih besar dalam melaporkannya (Byrne 1981; Martin et al. 2013).Data sistematis tentang harapan hidup individu LGBTQ belum tersedia, tetapi penelitian awal menunjukkan bahwa gaya mungkin juga berimplikasi pada kesehatan, tetapi hanya untul mereka yang tinggal di daerah yang kurang toleran.Satu studi menemukan bahwa "hidup dalam komunitas dengan tingkat prasangka anti-gay yang tinggi" dikaitkan dnegan "perbedaan harapan hidup sekitar 12 tahun".Beberapa dari penurunan harapan hidup ini dapat dikaitkan dengan masalah seperti bunuh diri dan pembunuhan yang mungkin juga disebabkan oleh prasangka. Selain itu, orang dewasa LGBTQ cenderung tidak memiliki asuransi kesehatan dan juga cenderung tidak memiliki dokter pribadi.

3. Pendidikan

     Sejak tahun 90-an dalam perguruan tinggi jumlah wanita semakin lebih banyak disbanding laki-laki. Tahun-tahun berikutnya pun makin banyak wanita yang mendapatkan gelar lebih tinggi dibanding pria. Tetapi pria berpenghasilan lebih tinggi disetiap tingkat pendidikan, seperti wanita harus mendapat gelar PhD untuk mendapat penghasilan setara dengan pria gelar sarjana. Perbedaan upah tersebut membuat ketidaksetaraan gender tidak mungkin untuk diabaikan.Pendidikan di individu LGBTQ menunjukan hal yang lebih rumit, sesuai penelitian bahwa remaja LGBTQ empat kali lebih mungkin untuk mencoba bunuh diri. Karena banyak siswa LGBTQ yang mengalami pelecehan seksual di sekolah, baik dilecehkan secara verbal dan fisik.

Dalam sekolah juga perbedaan yang paling utama cara guru baik perempuan atau laki-laki berinteraksi dengan siswanya. Menurut Smith guru cenderung memberi perhatian kepada laki-laki, seperti anak laki-laki menerima waktu intruksional dan lebih sering dipanggil, serta guru lebih memberikan pujian dan pertanyaan yang menantang kepada laki-laki. Hal tersebut terjadi memungkinkan penyebabnya karena laki-laki cenderung yang membuat guru marah dan berperilaku buruk.  Berlawanan dengan hal tersebut, perempuan yang justru cenderung mendapatkan nilai tinggi. Tetapi prestasi perempuan sering diabaikan, bahkan media menggambarkannya dengan kesenjangan gender bahwa terdapat krisis bagi anak laki-laki. Perempuan didorong untuk kerja keras, untuk fokus pada keterampilan dan kegiatan sosial daripada kekuatan otak. Masa remaja perempuan mulai tidak nyaman untuk berkompetisi dengan laki-laki dan kehilangan rasa harga diri akademis.Selain sosialisasi peran gender, dalam buku teks Pendidikan masih mengandung seksis dan stereotrip gender. Dalam struktur sosial sekolah juga perempuan diposisikan lebih rendah, sedangakan laki-laki diposisikan lebih atas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun