Mohon tunggu...
Mark Zayyan
Mark Zayyan Mohon Tunggu... -

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengambil Sudut Pandang Berbeda dari Kasus Audrey

14 April 2019   10:10 Diperbarui: 14 April 2019   10:44 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Instagram/@its.chlsy

Indonesia kembali heboh di bulan ini, kali ini bukan politik yng menjadi beritanya, melainkan sebuah kasus penganiayaan fisik seorang siswi oleh beberapa kenalan sebayanya di Pontianak, Kalimantan Barat. Kasusnya begitu viral di jagad maya negeri ini, sehingga kasus perundungan fisik pelaku berubah menjadi perundungan di dunia maya terhadap para pelaku. 

Berbagai macam opini bertebaran, sebagian besar mengutuk para pelaku dan meminta hukuman berat terhadap para pelaku, tapi ada juga yang menyalahkan korban. 

Ketika sesuatu hal viral di jagad maya, hoaks pun keluar dari sarangnya, dan menjadi sesuatu yang tak terelakkan bahwa ia memangsa orang banyak yang semakin menambah kekisruhan di masyarakat. Walau perdebatan demi perdebatan terus berlanjut. 

Kita tidak akan membahas kasus tersebut secara mendetail di tulisan ini. Tapi yang pasti kasus seperti ini bukan yang pertama kali terjadi, dan reaksi masyarakatpun cenderung sama terhadap beberapa kasus yang pernah terjadi.

Jadi sekarang kita akan menaikkan sudut pandang kita lebih jauh ke atas terhadap kasus ini supaya bisa melihat gambaran menyeluruhnya. 

Pertama kita pasti sama-sama setuju bahwa tindakan perundungan, baik secara fisik maupun mental tidak boleh, tidak pantas, terlarang; apapun alasan yang melatarbelakangi tindakan tersebut. 

Selanjutnya  kita harus melepas kacamata hitam putih milik kita masing-masing, karena sebagian besar hidup kita terlalu kompleks untuk hanya dinilai sebagai benar salah belaka. 

Dalam menjalankan aktifitas sehari-hari, kita tentu menyadari bahwa bila kita melakukan sesuatu hal akan ada timbal balik yang berdampak langsung ataupun tidak langsung pada diri kita. Analogi sederhananya bila kita menjual sesuatu barang pasti ada imbalan yang kita terima. 

Contoh sehari-hari lainnya adalah bila kita merapikan rumah, akan ada orang yang merasa senang dengan pemandangan rapi yang dihasilkan, imbasnya ada rasa senang juga yang kita rasakan atas apresiasi yang kita terima. 

Hal yang sama berlaku bila yang kita melakukan perbuatan negatif. Maka ada pepatah tua mengatakan "engkau menuai apa yang kau tanam".

Kasus audrey adalah sebuah kejadian yang mewakili keadaan sosial bangsa Indonesia secara keseluruhan saat ini, ia tidak lahir hanya dari sebuah tindakan mandiri antara pelaku dengan korban. Melainkan ia lahir dari interdepedensi antara pelaku, korban dan masyarakat yang menaungi mereka. 

Hal ini tidak sesederhana seperti yang terlihat di media, yang berharap dengan menghukum para pelaku, maka semua persoalan menjadi selesai. Tetapi juga tidak serumit yang kita pikirkan, bila kita ingin memahaminya.

Kita tahu masyarakat merupakan kumpulan dari berbagai macam kelompok atau komunitas. Sedangkan kelompok atau komunitas juga terdiri dari individu-individu. Di dalam kelompok atau komunitas, setiap individu saling berinteraksi untuk  megambil informasi, belajar, dan lain-lain. 

Jadi apa yang kita miliki dalam diri kita masing-masing, baik itu berupa pengetahuan umum dan khusus, nilai-nilai kehidupan, prinsip dan pandangan hidup, perasaan, dan bahkan ego kita sendiri; selalu kita transfer ke kelompok-kelompok di mana kita berinteraksi di dalamnya. 

Hal yang sama juga terjadi kepada kita sebaliknya, kita menerima transfer informasi dari individu lain. Bahkan dengan hadirnya internet di era hari ini, menjadikan sifat dari interaksi tersebut menjadi semakin kompleks. Dan semakin bertambahnya umur peradaban manusia semakin bertambah pula informasi baru yang dilahirkan. 

Dalam tingkatan pribadi, apa yang kita pikirkan  harus diperhatikan dengan baik. Setiap kita mendengar, melihat, dan merasakan pasti dilanjutkan pada tahapan berpikir. Setelah berpikir adalah tahapan ucapan, sebagian yang kita pikirkan akan keluar menjadi ucapan dari mulut kita. 

Bila itu perkataan yang bernilai baik kemungkinan besar akan berdampak positif. Lalu setelah itu naik ke tahapan tindakan atau perbuatan. Sifat dari suatu perbuatan ialah bila dilakukan secara konsisten dan terus menerus akan menjadi sebuah kebiasaan diri, tidak peduli itu perbuatan baik atau buruk nilainya. 

Lalu bila kebiasaan ini terus kita lestarikan maka nilai-nilai dari kebiasaan itu akan mengakar di dalam diri kita, yang kemudian nilai-nilai ini mengkristal dan bertransformasi menjadi sebuah karakter diri, yang mencerminkan nilai-nilai yang kita anut. 

Ketika sudah masuk ke tahapan karakter, maka ini sudah menjadi suatu bentuk tetap, sulit diubah. Kemudian ketika kebiasaan diri tersebut ditransfer ke masyarakat secara sadar maupun tidak sadar melalui interaksi sosial, maka ada kemungkinan kebiasaan pribadi tersebut dapat menjadi sebuah kebiasaan suatu kelompok atau bahkan menjadi kebiasaan masyarakat. 

Bila kebiasaan tersebut dilestarikan juga di kelompok atau masyarakat maka hal yang sama pun terjadi, dimana nilai-nilai di balik kebiasaan tersebut akan mengakar dan bertransformasi menjadi karakter kelompok atau masyarakat tersebut. Kebiasaan-kebiasaan ini bila sudah mengakar di masyarakat maka akan menjadi budaya. Jadi bahasa sederhana dari budaya adalah kebiasaan yang memasyarakat. 

Contoh sederhananya budaya ngopi, budaya musik, atau budaya toleransi. Masing-masing budaya tersebut mewakili nilai dan karakter tertentu yang dipegang oleh masyarakat. 

Dan dalam jangka waktu tertentu setelah budaya tersebut secara konsisten dilestarikan oleh masyarakat, akan bertransformasi menjadi sebuah peradaban. Ketika sudah menjadi sebuah peradaban akan menjadi mustahil untuk dirubah. Bumi ini telah menjadi saksi bisu dimana peradaban manusia telah muncul silih berganti. 

Jadi kita bisa memahami bahwa kasus audrey lahir dari proses panjang dan kompleksitas interaksi manusia. Kasus tersebut mewakili kebiasan-kebiasaan yang kita pelihara dalam bermasyarakat. Contohnya di kasus ini adalah kebiasaan terlalu mudah menghakimi sesuatu. 

Tindakan pelaku yang terlalu mudah menghakimi korban secara fisik, dilanjutkan oleh tindakan kita yang menghakimi para pelaku dengan opini brutal. Dan lingkaran kejadian ini terus berulang di masyarakat. Sederhananya kehadiran diri kita mempengaruhi masyarakat dan sebaliknya masyarakat juga mempengaruhi diri kita, ini menjadi sebuah lingkaran interaksi yang terus berulang. 

Tapi segala sesuatu ada sumbernya atau pemicu awal. Bila merujuk pada hal di atas maka sumber segala sesuatu yang terjadi di masyarakat sebenarnya diri kita sendiri. Mulai dari diri kita masyarakat itu ada, mulai dari diri kita bangsa ini ada. 

Masyarakat kita adalah cerminan dari diri kita pribadi. Karena kita mentransfer segala sesuatu yang kita miliki ke masyarakat. Pikiran, perasaan, ucapan, tindakan; semua kita transfer. 

Bila kita menginginkan masyarakat yang lebih baik; cara yang paling sederhana adalah menyempurnakan diri kita. Bukan berarti diri kita menjadi pihak yang salah dalam hal ini, melainkan diri kita mempunyai peran yang signifikan dalam merubah kondisi masyarakat ke arah yang baik. 

Melakukan instropeksi pada diri kita sendiri akan jauh lebih bermanfaat dibanding menyalahkan pelaku ataupun menyalahkan masyarakat, karena merubah dua hal tersebut sudah di luar jangkauan kita pribadi. Walaupun perlu diakui juga, bahwa secara tidak sadar kita cenderung memandang diri kita sebagai pribadi yang sudah baik, dan itu normal. 

Tapi akan selalu ada sesuatu dari diri kita yang bisa disempurnakan baik itu hal besar maupun kecil. Yang akan menambah nilai-nilai luhur yang mengakar dalam diri kita. 

Akal dan hati kita menjadi modal utama dalam meluhurkan diri kita. Dengan menyempurnakan diri kita maka akan selalu ada harapan untuk memulai siklus peradaban baru yang lebih baik bagi negeri ini.

Seperti yang dikatakan oleh Jalaludin Rumi, seorang sufi besar dari abad ke 13 masehi: " Kemarin saya pintar, maka saya ingin mengubah dunia. Hari ini saya bijak, maka saya mengubah diri saya sendiri.".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun