Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum Merdeka Diganti Deep Learning? Kembali Anak Didik Jadi Kelinci Percobaan

9 November 2024   12:44 Diperbarui: 9 November 2024   12:55 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Beritatagar

Berapa malang menjadi anak didik di negeri ini. Setiap pergantian Menteri Pendidikan, hampir selalu muncul wacana kurikulum baru. Seakan-akan anak-anak kita terus-menerus menjadi objek eksperimen untuk sistem yang belum teruji. Padahal, mereka semestinya dibantu untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, berkelanjutan, dan stabil---bukan dijadikan "kelinci percobaan" di setiap pergantian kebijakan.

Kurikulum Merdeka, yang diperkenalkan untuk memberikan ruang kepada peserta didik agar lebih mandiri dan kreatif, ternyata tidak berjalan mulus di lapangan. 

Menteri Pendidikan yang baru kini mempertimbangkan menggantinya dengan pendekatan berbasis deep learning. Alasan utamanya? 

Menurut evaluasi, banyak guru belum siap dan merasa kurang mendapatkan dukungan yang memadai, dan akibatnya, hasil belajar murid menurun.

Namun, tidakkah ini terdengar seperti deja vu? Setiap ada kurikulum baru, keluhan yang sama muncul: guru tidak siap, fasilitas tidak memadai, dukungan lemah. 

Jika masalahnya tetap sama, bukankah yang seharusnya diperbaiki adalah kualitas pelatihan dan dukungan terhadap guru serta infrastruktur pendidikan yang memadai? 

Mengganti kurikulum hanya akan menciptakan siklus perubahan tanpa penyelesaian mendasar.

Kurikulum Merdeka: Cita-cita dan Realita

Kurikulum Merdeka dicanangkan untuk membebaskan anak didik dari sistem yang rigid dan memberi kesempatan belajar sesuai minat dan bakat mereka. 

Dalam konsep ini, guru diberi kebebasan untuk mengembangkan metode pengajaran yang lebih kreatif dan relevan. Namun, tanpa persiapan dan dukungan yang cukup, harapan ini sulit tercapai.

Evaluasi menunjukkan bahwa banyak guru merasa kesulitan menerapkan Kurikulum Merdeka karena mereka kurang memahami prinsip-prinsip dasarnya dan tidak mendapat pelatihan yang memadai. 

Di sisi lain, kondisi sarana dan prasarana yang tidak merata semakin memperberat penerapan kurikulum ini, terutama di daerah-daerah terpencil.

Solusi atau Sekedar Ganti Baju?

Ketika seorang Menteri Pendidikan mengganti kurikulum, sering kali terkesan bahwa kebijakan ini diambil lebih karena keinginan untuk meninggalkan "legasi" pribadi ketimbang demi pendidikan yang lebih baik bagi generasi mendatang. 

Alih-alih memperbaiki kurikulum yang sudah ada dengan melengkapi kekurangannya, ada kecenderungan untuk mengganti seluruh sistem setiap kali ada evaluasi yang menunjukkan masalah.

Kurikulum Merdeka masih dalam tahap adaptasi, dan menggantinya dengan sistem deep learning tidak menjamin keberhasilan. 

Terutama jika akar masalahnya tetap sama: kurangnya dukungan kepada para guru dan ketidaksiapan infrastruktur pendidikan.

Fokus pada Pengembangan Guru dan Fasilitas Pendidikan

Jika yang menjadi masalah adalah kesiapan guru, bukankah yang perlu diutamakan adalah program pelatihan dan pengembangan mereka? 

Guru adalah kunci utama keberhasilan pendidikan, dan perubahan kurikulum seharusnya diiringi dengan investasi besar-besaran untuk meningkatkan kompetensi mereka.

Di banyak negara, kebijakan pendidikan berfokus pada peningkatan kualitas pengajar, bukan semata-mata pada kurikulum. 

Pelatihan berkelanjutan, seminar, dan dukungan teknis untuk guru sangat penting agar mereka siap mengimplementasikan metode pengajaran yang inovatif dan relevan. 

Tanpa guru yang siap, metode pembelajaran berbasis deep learning pun hanya akan jadi konsep kosong tanpa makna.

Infrastruktur Pendidikan yang Belum Merata

Di Indonesia, ketimpangan fasilitas pendidikan masih menjadi masalah serius. Banyak sekolah, terutama di pelosok, yang bahkan belum memiliki akses teknologi dasar, apalagi fasilitas untuk mendukung pembelajaran berbasis deep learning. 

Jika pemerintah ingin mengganti kurikulum dengan pendekatan yang lebih canggih, investasi dalam fasilitas pendidikan menjadi keharusan. 

Tanpa itu, kurikulum baru hanya akan menjadi konsep yang sulit diimplementasikan di lapangan.

Dampak pada Anak Didik

Perubahan kurikulum yang terlalu sering juga mempengaruhi stabilitas mental dan akademik para murid. 

Mereka harus menyesuaikan diri dengan metode dan sistem penilaian yang berbeda-beda, yang pada akhirnya dapat mengganggu perkembangan belajar mereka. 

Anak-anak perlu konsistensi agar dapat tumbuh dalam sistem yang stabil dan terukur. 

Jika setiap beberapa tahun sistem belajar mereka dirombak, maka yang ada bukanlah hasil yang maksimal, melainkan kebingungan dan penurunan kualitas pendidikan.

Kebijakan Berkelanjutan untuk Pendidikan yang Lebih Baik

Alih-alih terus-menerus mengubah kurikulum, pemerintah seharusnya fokus pada kebijakan berkelanjutan yang memberi hasil nyata dalam jangka panjang. 

Perubahan yang berkelanjutan lebih baik dilakukan dengan menyesuaikan kurikulum yang sudah ada berdasarkan masukan dari berbagai pihak, bukan dengan membuangnya dan mulai dari nol.

Sebagai bangsa, kita perlu memahami bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang. Sistem pendidikan yang baik adalah sistem yang konsisten dan terus diperbaiki, bukan yang terus diganti. 

Dengan komitmen pada peningkatan kualitas guru dan pemerataan fasilitas pendidikan, cita-cita pendidikan yang berkualitas dan merata untuk seluruh anak Indonesia bukanlah hal yang mustahil.

Para pemangku kepentingan perlu mengesampingkan ambisi pribadi demi kepentingan anak bangsa. 

Pendidikan bukanlah ajang eksperimen, dan para anak didik kita bukan kelinci percobaan. 

Mereka adalah generasi penerus yang berhak mendapatkan pendidikan terbaik---yang stabil, terencana, dan berorientasi pada masa depan mereka, bukan pada ambisi jangka pendek pembuat kebijakan.***MG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun