Dalam beberapa kesempatan, Prabowo telah menekankan pentingnya memberantas korupsi dan memperbaiki sistem pemerintahan, yang berarti ia membutuhkan menteri yang sejalan dengan visi tersebut.
Kompetensi Profesional: Menyusun Kabinet Ahli
Kriteria kedua yang menjadi prioritas Prabowo adalah kompetensi atau profesionalisme. Sebagai seorang presiden yang berfokus pada pembangunan dan kemajuan bangsa, Prabowo membutuhkan menteri yang memiliki kapasitas teknis dan pemahaman mendalam tentang bidang yang akan mereka pimpin. Dalam pemerintahan modern yang kompleks, hanya individu dengan pengetahuan dan pengalaman yang mumpuni yang mampu menghadapi tantangan ekonomi, sosial, dan politik yang ada.
Kompetensi profesional berarti seorang calon menteri harus memiliki latar belakang yang kuat di bidangnya. Seorang Menteri Keuangan, misalnya, harus memiliki pengalaman dan pemahaman dalam mengelola keuangan negara dan ekonomi global.
Menteri Kesehatan perlu memiliki pemahaman mendalam tentang sistem kesehatan publik dan penanganan krisis kesehatan. Begitu juga dengan menteri-menteri lain yang harus dapat membuat kebijakan berbasis data, inovasi, dan pengelolaan yang efektif.
Untuk menilai kompetensi ini, Prabowo tentu akan meneliti rekam jejak prestasi dari calon menterinya, termasuk apakah mereka memiliki pengalaman kepemimpinan di sektor publik maupun swasta. Selain itu, mereka harus terbukti mampu bekerja di bawah tekanan dan menghasilkan solusi yang relevan untuk tantangan nasional.
Loyalitas: Kapal Hanya Bisa Memiliki Satu Nakhoda
Syarat ketiga yang ditetapkan Prabowo adalah loyalitas. Loyalitas yang dimaksud bukan sekadar kepatuhan pribadi kepada Prabowo, tetapi kepatuhan terhadap visi dan arah yang ditetapkan oleh presiden sebagai kepala negara.
Hal ini menjadi penting, terutama dalam konteks pemerintahan koalisi yang melibatkan partai-partai politik dengan kepentingan berbeda-beda.
Dalam sejarah pemerintahan Indonesia, menteri yang terlalu berpihak pada partainya sering kali memicu ketidakstabilan kabinet.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sempat menghadapi tantangan ini, di mana beberapa menteri lebih loyal kepada pimpinan partainya dibandingkan kepada dirinya sebagai presiden.