Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kasus Bullying PPDS UNDIP: Setelah Minta Maaf, Apa yang Lebih Mendesak?

14 September 2024   11:41 Diperbarui: 14 September 2024   11:41 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah ini tidak akan selesai hanya dengan menangani kasus per kasus. Diperlukan perubahan sistemik yang mencakup:

Sistem Pelaporan yang Aman dan Terpercaya: Banyak korban bullying enggan melapor karena takut akan dampak negatif terhadap karier atau studi mereka. Institusi pendidikan harus menyediakan mekanisme pelaporan yang independen dan aman, di mana korban dapat merasa terlindungi dan yakin bahwa laporan mereka akan ditindaklanjuti dengan serius.

Pendidikan Anti-Bullying yang Serius: Pendidikan anti-bullying harus menjadi bagian integral dari kurikulum, tidak hanya di tingkat sekolah dasar dan menengah, tetapi juga di perguruan tinggi. Program pendidikan seperti PPDS harus mengajarkan tentang empati, komunikasi yang sehat, dan etika profesional, bukan hanya keterampilan teknis.

Pendampingan Psikologis yang Berkelanjutan: Mahasiswa, terutama di program-program yang penuh tekanan seperti PPDS, memerlukan akses mudah dan berkelanjutan ke layanan konseling dan pendampingan psikologis. Program ini harus dianggap sebagai bagian dari kesejahteraan mahasiswa, bukan sekadar pilihan opsional.

Penegakan Aturan yang Tegas: Institusi harus memiliki kebijakan yang jelas dan tegas terhadap segala bentuk perundungan. Aturan ini harus diterapkan tanpa pandang bulu, termasuk terhadap dosen atau senior yang mungkin terlibat dalam perundungan.

Pengawasan dan Evaluasi Berkala: Selain menegakkan aturan, diperlukan pengawasan rutin terhadap program-program pendidikan. Evaluasi eksternal dapat membantu memastikan bahwa budaya bullying tidak berkembang dan bahwa semua mahasiswa mendapatkan perlakuan yang adil dan manusiawi.

Belajar dari Kasus Sebelumnya

Kasus dr. ARL bukan yang pertama terjadi di dunia pendidikan Indonesia. Beberapa tahun terakhir, kita telah mendengar kasus serupa di berbagai perguruan tinggi, namun banyak yang luput dari perhatian publik. Ini menandakan adanya pola yang perlu dipecahkan. Salah satu masalah utama adalah ketidaksiapan sistem dalam mendeteksi dan menangani kasus-kasus seperti ini sebelum mencapai tahap yang fatal.

Belajar dari kasus-kasus sebelumnya, kita harus bertanya: berapa banyak lagi nyawa yang harus hilang sebelum kita benar-benar bertindak? Dunia pendidikan, terutama yang seharusnya mencetak profesional berkualitas tinggi, tidak boleh menjadi medan yang merusak mental dan emosi para pesertanya.

Semoga Kasus Terakhir

Kita berharap bahwa kasus dr. ARL adalah yang terakhir. Namun, harapan saja tidak cukup. Kita memerlukan tindakan nyata dan komitmen dari semua pihak---pemerintah, institusi pendidikan, mahasiswa, serta masyarakat---untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat dan aman bagi semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun