Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Prabowo-Jokowi: Ada Transaksi di Balik Usaha Rekonsiliasi?

23 Juni 2019   15:17 Diperbarui: 23 Juni 2019   16:25 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: tempo.co

Sidang MK tinggal menunggu putusan. Ini berarti rangkaian Pemilu dan Pilpres ini sebentar lagi akan berakhir. Namun walau demikian, nampaknya masih ada proses dan pekerjaan rumah yang masih perlu diselesaikan. 

Salah satu hal penting yang belum terwujud adalah pertemuan rekonsiliasi antara Prabowo dan Jokowi.

Memang ada yang menganggap bahwa pertemuan itu tidak penting - penting amat karena  berdasarkan hasil survei Litbang Kompas terakhir mengatakan, sebagian besar masyarakat sudah bisa menerima apapun hasil Pilpres, termasuk kubu yang mendukung Prabowo.

Namun sebenarnya, secara realita pertemuan itu tetap diperlukan. Karena biar bagaimanapun, pertemuan keduanya menjadi simbol rekonsiliasi antara dua kubu pendukung yang selama berbulan - bulan ini terus berseteru. Tentu situasi ini masih menyisakan pertikaian dan luka yang cukup mendalam.

Usaha untuk bertemu sebenarnya sudah dimulai sejak awal, terutama dari pihak Jokowi. Calon petahana ini sudah mengutus orang - orang kepercayaan nya untuk bertemu dengan Prabowo. 

Sebut saja Luhut Binsar Panjaitan dan wakil Presiden Jusuf Kalla. Namun rupanya usaha itu belum membuahkan hasil berupa pertemuan kedua tokoh utama politik ini.

Dari pihak Prabowo, selalu memberikan alasan "belum waktunya". Terakhir, seperti dilansir oleh Kompas, kemungkinan besar pertemuan antara Prabowo dan Jokowi terjadi usai keputusan sengketa Pilpres diumumkan oleh MK. (Kompas.com).

Memang nampaknya yang menjadi penghalang utama untuk pertemuan tersebut adalah masih adanya keyakinan kedua kubu dapat memenangkan kontestasi Pilpres ini. 

Ada kesan bahwa seolah - oleh jika bertemu maka salah satu pihak bisa mengklaim kubu seberang sudah mengakui kekalahan nya. 

Padahal sebenarnya pertemuan bisa di isi dengan pembicaraan dan kesepakatan kedua pihak untuk secara fair mengikuti proses Pilpres sesuai dengan undang - undang dan proses resmi yang berlaku. 

Namun sekali lagi, rupanya politik memang lebih rumit dari yang kita duga. 

Pihak - pihak tertentu menaruh kekhawatiran bahwa pertemuan yang seyogyanya hanya mau menunjukkan itikad baik dari kedua kubu untuk memilih proses damai, bisa saja diplintir untuk saling klaim.

Kekhawatiran seperti di atas, juga cukup beralasan. Karena banyak isu yang berseliweran. 

Terutama karena ada beberapa partai dari koalisi Prabowo yang secara terang - terangan menunjukkan keinginan untuk menyeberang. Mereka bahkan sudah mengakui kemenangan Jokowi berdasarkan hitungan resmi dari KPU.

Keinginan itu  juga diwarnai kabar burung bahwa sudah ada deal - deal yang mengarah pada pembagian kekuasaan dalam bentuk pembagian kursi menteri.

Isu ini beberapa waktu lalu justru membuat suasana bertambah panas, sebab ada politikus Gerindra yang mengklaim bahwa mereka juga sudah ditawari kursi Menteri. Meski kemudian pernyataan itu dibantah oleh kubu Jokowi.

Sebenarnya, apakah memang melanggar aturan dan etika Politik jika benar ada pembicaraan bagi - bagi kursi itu dalam proses rekonsiliasi?

Menurut penulis hal itu wajar karena biar bagaimanapun politik pada dasarnya punya tujuan untuk merebut kekuasaan. 

Dalam konteks ini sangat wajar jika ada negosiasi dan diskusi ke arah itu. Jika memang koalisi Prabowo mau bergabung tentu sangat wajar mereka juga punya hak untuk menawarkan orang - orang terbaiknya untuk bergabung ke dalam pemerintahan yang berkuasa. 

Rekonsiliasi ini untuk menghindari bahwa yang menang mengambil semua dan yang kalah tidak mendapatkan apa - apa. Situasi yang tentu akan melahirkan lingkaran setan dendam politik yang  tidak berkesudahan.

Tentu saja semua proses ini harus tetap dalam koridor serta batas - batas kewajaran etika politik.

Tidak boleh juga negosiasi ini kemudian menjadi praktek "dagang sapi", di mana pembagian kursi ini tidak memperhatikan kualitas dan profesionalis dari para calon menteri ini. Juga harus tetap dihargai hak prerogatif Presiden untuk memilih para pembantunya yang terbaik.

Jika praktek "dagang sali" politik ini terjadi maka dalam arti tertentu bisa merugikan masyarakat yang justru harus menjadi konstituen utama dalam proses politik ini. Karena jika para menteri itu tidak bisa menunjukan prestasi bekerja serta kualitas profesionalitas mereka maka masyarakat lah yang  akan dirugikan. 

Kembali pada pertemuan rekonsiliasi antara Prabowo dan Jokowi. Sebenarnya semakin cepat diadakan semakin baik. Karena sesungguhnya tidak ada waktu yang paling tepat sebab pasti ada saja alasan untuk tidak mewujudkannya. 

Namun jika dilihat pertemuan rekonsiliasi tersebut demi kepentingan bersama yang memang saat ini begitu penting untuk merekat kembali persatuan dan kohesi bangsa, maka setiap saat menjadi cocok untuk bertemu.

Sesungguhnya kesediaan untuk bertemu atau tidak, adalah batu uji sebesar apakah sang politikus sungguh memikirkan kepentingan rakyat banyak. 

Dalam konteks ini, tidak mau bertemu atau selalu mencari alasan untuk tidak mau bertemu, bisa mengidentifikasikan bahwa untuk politikus tersebut kepentingan diri dan golongan telah ditempatkan di atas kepentingan bersama.

Jika dalam pertemuan itu ada transaksi di balik rekonsiliasi, hal itu sah - sah saja asal tidak hanya menjadi ajang "dagang sapi" yang merugikan kepentingan masyarakat.***MG

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun