Ada peristiwa yang mudah kita lupakan. Tapi ada hal yang akan tetap menjadi sesuatu yang selalu terpatri dalam ingatan dan sejarah.Â
Salah satu peristiwa yang sangat dalam membekas itu adalah tragedi 98 dan penghilangan paksa dan penculikan Aktivis reformasi.
Apalagi bagi mereka yang secara langsung mengalaminya dan orang - orang yang kehilangan orang tersayang dalam peristiwa hitam tersebut.
Tidak heran jika salah satu orang tua yang kehilangan anak nya menjadi sangat emosional ketika bersama orang-orang tua lain yang menyatakan penolakan terhadap orang yang mereka anggap paling bertanggung - jawab dalam tragedi itu.
Dengan suara bergetar ia berucap, "Jangan pilih monster itu....".
Mungkin ada yang menganggap bahwa ungkapan ibu tua itu vulgar, kasar dan provokatif.
Namun jika kita dalam posisi ibu tadi, pandangan di atas menjadi tidak relevan. Ungkapan ibu itu sesungguhnya adalah teriakan untuk menuntut keadilan.
sumber gambar :ikohi.blogspot
Mereka meradang karena orang yang mereka duga kuat sebagai pelaku utama pembawa kepedihan itu, sekarang justru sedang melenggang untuk menjadi orang nomor satu di negara ini.
Tentu bagi pendukung capres bersangkutan, protes tersebut adalah usaha basi yang selalu berulang dalam setiap Pilpres.
Sebenarnya secara pribadi, dalam kasus ini penulis melihat sebenarnya ada hal yang yang sangat sulit diterima logika dan akal sehat.
Bagaimana mungkin, orang yang secara kasat mata sudah melanggar hukum dan bahkan sudah dipecat karena perbuatannya tersebut masih bisa mendapat tiket untuk menjadi memimpin negara ini?
Tak ada bukti?
Dokumentasi dan catatan sejarah mengenai hal itupun masih dengan mudah kita temukan. Rekan dan pimpinannya pun masih ada untuk memberikan keterangan. Bahkan Agum Gumelar baru - baru ini memberikan kesaksian atas keterlibatan Prabowo dalam penculikan aktivis itu.
Sumber video : YouTube
Kembali pada tuduhan bahwa teriakan, protes dan ratapan menuntut keadilan tersebut adalah hal yang sudah basi.Â
Cobalah mereka yang menuduh itu berada dalam posisi yang sama dengan para orang tua dan kerabat korban. Apakah tuduhan itu masih dirasakan relevan?
Ya, kehilangan dan kepedihan tak pernah basi. Jeritan menuntut keadilan tak akan pernah kadaluarsa.***MG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H