Mohon tunggu...
Marisa Fitri
Marisa Fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya adalah salah satu mahasiswi semester akhir. Saya memiliki hobi membaca dan menulis karya sastra yang memiliki nilai moral tersendiri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Jejak Tanpa Arah

22 September 2024   12:14 Diperbarui: 22 September 2024   12:18 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tia adalah salah satu alasan kenapa aku pergi meninggalkan kota ini. Dulu, dia adalah segalanya bagiku. Kami bertemu saat masih duduk di bangku SMA, di sebuah kafe kecil yang sering kami kunjungi untuk belajar bersama. Tia selalu ceria, penuh tawa, dan tak pernah kehabisan cerita. Bersamanya, aku merasa hidup selalu penuh warna. Tapi kenyataan berkata lain. Setelah bertahun-tahun bersama, kami terjebak dalam rutinitas yang membosankan. Tia ingin sesuatu yang lebih dari hidupnya, sementara aku merasa puas dengan apa adanya.

"Kamu nggak pengen sesuatu yang lebih?" tanya Tia suatu malam ketika kami duduk di tepi pantai, menikmati angin laut yang sejuk.

"Apa maksudmu?" aku balik bertanya.

"Aku pengen keluar dari kota ini, cari sesuatu yang baru, yang lebih besar. Aku pengen coba hidup di kota besar, mungkin Jakarta."

Aku terdiam. Aku tidak ingin meninggalkan kota ini. Hidupku sudah nyaman di sini. Tapi Tia, dengan ambisinya, melihat hal yang berbeda.

Akhirnya, dia pergi ke Jakarta, meninggalkan aku dan segala kenangan yang pernah kami ciptakan bersama. Kami sempat berhubungan jarak jauh, namun seiring waktu, komunikasi kami semakin jarang, hingga akhirnya benar-benar hilang. Beberapa bulan kemudian, aku mendengar kabar bahwa dia sudah bertunangan dengan seseorang yang bekerja di sebuah perusahaan besar di Jakarta.

Aku tidak pernah menyalahkannya. Aku tahu, pada akhirnya, dia hanya mengejar impian yang selama ini dia inginkan. Tapi kepergian Tia membuatku merasa kosong, seperti ada bagian dari diriku yang hilang dan tak pernah bisa kembali.

Pagi berikutnya, aku memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar kota. Udara pagi yang segar menyambutku, dan aku kembali merasakan nostalgia di setiap sudut jalan yang kulewati. Beberapa toko yang dulu sering aku kunjungi sudah tutup, digantikan dengan bangunan-bangunan baru. Namun ada satu tempat yang tetap sama --- kafe kecil di tepi pantai tempat aku dan Tia sering menghabiskan waktu bersama.

Aku masuk ke dalam kafe itu, dan aroma kopi hangat langsung menyapa inderaku. Tak banyak yang berubah dari kafe ini, kecuali wajah-wajah baru yang duduk di meja-meja. Aku memilih duduk di dekat jendela, tempat favorit kami dulu. Ketika pelayan datang, aku memesan secangkir kopi hitam dan sebuah croissant.

Sambil menunggu pesananku datang, aku mengamati sekeliling. Di meja pojok, ada seorang pria muda yang sedang sibuk dengan laptopnya, mungkin seorang pekerja lepas. Di sisi lain, sepasang kekasih terlihat sedang asyik bercanda. Pemandangan ini membuat pikiranku melayang kembali ke masa lalu.

Tak lama, seorang perempuan masuk ke dalam kafe. Aku hampir tak percaya saat melihat wajahnya. Itu Tia. Dia terlihat sedikit berbeda, lebih dewasa dan elegan, tapi aku bisa mengenalinya dalam sekejap. Rambutnya kini lebih panjang, tergerai lembut di bahunya. Dia mengenakan kemeja putih sederhana dan celana panjang hitam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun