Di sebuah desa yang dikelilingi oleh hamparan sawah hijau dan bukit-bukit menjulang, hiduplah seorang gadis bernama Lila. Setiap sore, ketika matahari mulai tenggelam, Lila selalu duduk di sebuah batu besar di puncak bukit, memandangi senja yang berwarna oranye kemerahan. Bagi Lila, senja adalah saat yang paling ia tunggu-tunggu setiap harinya, meskipun orang-orang di desanya sering mengatakan bahwa ia aneh karena senang menyendiri di bukit.
Namun, ada alasan mengapa Lila selalu menanti senja di bukit. Di tempat itu, ia bisa berbicara dengan sosok yang hanya ia bisa lihat---Aruna, seorang perempuan misterius yang entah datang dari mana. Aruna memiliki rambut panjang yang berkilau seperti emas di bawah sinar matahari, dan senyumannya selalu membuat Lila merasa tenang.
"Kenapa kamu selalu di sini, Aruna?" tanya Lila pada suatu sore. Matahari mulai tenggelam perlahan, mewarnai langit dengan semburat oranye yang memukau.
Aruna tersenyum, memandangi langit senja. "Aku juga suka senja, seperti kamu," jawabnya pelan. "Tapi, mungkin alasanku lebih dalam dari sekadar menyukai keindahannya."
Lila terdiam. Sejak pertama kali bertemu dengan Aruna, ia selalu merasa ada sesuatu yang berbeda pada wanita itu. Kehadiran Aruna bagaikan angin, tak kasat mata namun bisa dirasakan. Lila tahu Aruna bukan manusia biasa, tapi ia tak pernah bertanya lebih jauh.
"Apakah kamu berasal dari sini?" tanya Lila lagi, mencoba memecah keheningan.
"Desa ini adalah bagian dari masa laluku, Lila. Sangat lama, bahkan mungkin lebih lama dari yang bisa kamu bayangkan," jawab Aruna. Tatapan matanya menerawang, seakan sedang mengingat sesuatu yang jauh dari ingatan.
Lila selalu penasaran, tapi ia tidak ingin memaksa. Aruna selalu tampak melankolis ketika ditanya tentang masa lalunya, seolah ada luka yang belum sembuh sepenuhnya.
"Apakah kamu pernah bahagia di sini?" tanya Lila, kini dengan nada yang lebih lembut.
"Aku pernah bahagia," jawab Aruna, kali ini dengan suara yang lebih lirih. "Tapi, kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Dan itulah mengapa aku selalu kembali ke bukit ini, setiap senja."
Lila tidak bertanya lagi. Ia tahu, meskipun Aruna selalu tersenyum padanya, ada duka yang dalam di balik senyuman itu. Mereka berdua duduk dalam keheningan, memandangi matahari yang perlahan menghilang di balik cakrawala.