Di Antara Ribuan Tirai Langit
Di sebuah desa kecil yang terletak di tepi bukit, hidup seorang gadis bernama Anisa. Desa itu terpisah dari keramaian kota, dikelilingi oleh sawah-sawah yang menghijau di musim hujan dan menguning menjelang musim panen. Setiap pagi, embun menutupi daun-daun yang melambai lembut diterpa angin. Desa itu selalu tenang, seolah-olah waktu berjalan lebih lambat di sana.
Anisa adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Ayahnya seorang petani, sementara ibunya menjual kue-kue di pasar setiap hari. Kehidupan mereka sederhana, namun penuh kehangatan. Anisa tumbuh menjadi seorang gadis yang pemalu, tidak banyak bicara, tetapi sangat suka memerhatikan. Ia suka duduk di bawah pohon besar di dekat rumahnya, memperhatikan langit yang berubah-ubah dari biru cerah menjadi jingga saat senja tiba.
Banyak orang di desa menyukai Anisa karena kebaikan hatinya. Dia tidak pernah menolak permintaan tolong, bahkan ketika ia sedang sibuk mengerjakan tugas rumah. Namun, ada satu hal yang membedakan Anisa dari kebanyakan anak di desanya: dia sangat suka menggambar. Sejak kecil, Anisa sering menggambar di atas kertas apa pun yang ia temukan---kertas bekas, bagian belakang kalender, bahkan di tanah dengan ranting kayu. Ia menggambar apa saja yang ada di sekitarnya: pemandangan sawah, burung-burung yang terbang, dan terutama langit.
Langit adalah subjek favorit Anisa. Dia suka menggambar awan yang menggumpal, cahaya matahari yang menembus celah-celah awan, atau bahkan langit yang kelabu saat hujan turun. Anisa selalu berpikir bahwa langit memiliki banyak cerita, tetapi tidak semua orang bisa membacanya.
Suatu hari, ketika Anisa sedang duduk di bawah pohon besar sambil menggambar, seorang pemuda bernama Bima lewat di depannya. Bima adalah anak Pak Darma, pemilik salah satu sawah terbesar di desa. Bima baru saja pulang dari kota setelah menyelesaikan studinya. Banyak gadis di desa yang diam-diam menyukai Bima karena ketampanannya dan sikapnya yang ramah.
Bima berhenti sejenak melihat Anisa yang sedang asyik menggambar. Dia penasaran dengan apa yang sedang digambar gadis itu, lalu mendekat dengan perlahan. Anisa yang menyadari kehadirannya, langsung merasa sedikit gugup.
"Halo, Anisa," sapa Bima ramah. "Sedang apa?"
Anisa menunduk sedikit, menutupi kertas gambarnya. "Hanya menggambar saja, Kak."
Bima tersenyum dan duduk di sebelah Anisa. "Boleh aku lihat?"
Anisa ragu sejenak, tetapi kemudian menyerahkan kertas gambarnya. Bima memperhatikan dengan seksama. Gambar itu adalah pemandangan sawah dengan langit senja yang indah, awan berarak-arakan di atasnya, dan cahaya matahari memancar dari balik awan, menciptakan bayangan panjang di atas tanah.