Pria tua itu tersenyum lembut. "Wanita yang kau cari, dia bukan siapa-siapa, dan dia adalah segalanya. Dia adalah penjaga waktu, seperti yang diceritakan dalam buku itu. Kafe ini bukan hanya tempat biasa. Di sini, waktu berhenti, memberi kesempatan bagi mereka yang tersesat untuk menemukan jalan mereka kembali."
Satria merasa bingung. "Tapi kenapa saya? Kenapa saya bisa melihatnya?"
"Karena kau sedang mencari jawaban," jawab pria tua itu. "Di tengah kesibukan hidupmu, kau kehilangan arah. Kafe ini menarikmu, karena di dalam dirimu, kau ingin waktu berhenti, setidaknya untuk sementara, agar kau bisa merenung dan menemukan kedamaian."
Satria terdiam. Kata-kata pria tua itu menggema dalam pikirannya. Memang benar, akhir-akhir ini ia merasa hidupnya terlalu cepat. Pekerjaan, tekanan, harapan---semuanya membuatnya merasa seperti sedang berlari tanpa tujuan. Kafe ini memberinya kesempatan untuk berhenti, untuk beristirahat, dan untuk menemukan kembali apa yang hilang dalam hidupnya.
"Apakah dia akan kembali?" tanya Satria pelan, berharap bisa bertemu wanita itu lagi.
Pria tua itu tersenyum penuh arti. "Dia selalu ada di sini, menunggu orang-orang seperti dirimu. Tapi dia tidak akan muncul kecuali kau benar-benar membutuhkannya. Terkadang, jawaban yang kita cari sudah ada di dalam diri kita sendiri. Kita hanya perlu berhenti sejenak untuk menemukannya."
Setelah berkata demikian, pria tua itu kembali ke mejanya dan melanjutkan membaca bukunya. Satria merenung, mencoba memahami semua yang baru saja didengarnya.Â
Mungkin memang benar, kafe ini adalah tempat di mana waktu berhenti, memberikan kesempatan bagi mereka yang tersesat untuk menemukan arah mereka kembali.
Satria menatap kembali ke luar jendela. Malam sudah tiba, dan langit dipenuhi bintang. Ia merasa lebih ringan, seolah beban yang selama ini menekannya telah sedikit terangkat.Â
Mungkin dia tidak akan pernah tahu siapa wanita itu sebenarnya, atau kenapa kafe ini memiliki kekuatan seperti itu. Tapi satu hal yang pasti, ia menemukan kedamaian yang sudah lama ia cari.
Malam itu, Satria meninggalkan kafe dengan langkah yang lebih ringan. Di luar, jalanan sudah sepi, hanya ada suara angin yang berbisik. Ia berjalan pulang dengan senyuman di wajahnya, merasa siap untuk menghadapi hari esok dengan semangat baru.