Namun, ada sesuatu yang aneh. Waktu sepertinya berjalan lebih lambat dari biasanya. Langit jingga senja tampak bertahan lebih lama dari yang seharusnya. Dan di dalam kafe, suasana itu terasa abadi, seperti waktu benar-benar berhenti.
Beberapa menit kemudian, kopi yang dipesannya tiba. Satria menyeruputnya perlahan, merasakan kehangatan cairan hitam itu mengalir di tenggorokannya. Saat itu, wanita yang duduk sendirian tadi, berdiri dan berjalan ke arah pintu keluar. Namun, sebelum ia keluar, ia berhenti sejenak dan menatap Satria.Â
Tatapan mata mereka bertemu. Mata wanita itu tampak dalam, seolah menyimpan banyak rahasia yang tak terucapkan. Satria merasa ada sesuatu yang familiar dalam tatapan itu, tapi ia tidak bisa mengingat di mana ia pernah melihatnya.
Wanita itu tersenyum tipis, lalu melangkah keluar dari kafe. Ketika pintu tertutup, Satria merasa ada sesuatu yang hilang. Ia tidak bisa menjelaskan perasaan itu, tapi sepertinya wanita itu meninggalkan sesuatu yang penting, sesuatu yang berhubungan dengannya.
Keesokan harinya, Satria kembali ke kafe tersebut. Rasa penasaran dan perasaan aneh yang dirasakannya malam sebelumnya memaksanya untuk mencari tahu lebih banyak.Â
Kali ini, kafe tampak lebih sepi. Hanya ada pelayan yang sama dengan hari sebelumnya dan seorang pria tua yang duduk di meja yang sama dengan buku yang sama.
"Selamat datang kembali," sapa pelayan itu dengan senyum hangat.
Satria tersenyum tipis, lalu duduk di tempat yang sama. "Kopi hitam, seperti kemarin," katanya singkat.
Pelayan itu mengangguk dan pergi untuk menyiapkan pesanannya. Satria kembali menatap ke luar jendela, berharap bisa melihat wanita itu lagi, tetapi dia tidak ada di sana.Â
Satria mencoba mengingat wajahnya, mencoba menghubungkan apa yang ia rasakan dengan wanita itu. Namun, ingatannya terasa kabur, seperti mimpi yang sulit diingat kembali.
Ketika pelayan datang membawa kopinya, Satria bertanya, "Wanita yang kemarin duduk di sana, siapa dia?"